BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kemajuan dalam
pengetahuan kita mengenai sifat molekuler gen dan aksi gen tidak saja menarik
perhatian masyarakat ilmiah tetapi juga yang bukan ilmuan. Termasuk dalam
pengetahuan bagaimana sel itu berfungsi, adalah potensi untuk mengubah atau
mengendalikan fungsi-fungsi ini. Hingga sekarang, penelitian biologi terbatas
terutama pada pengamatan pengamatan fenomena alami. Sekarang kita menghadapi
prospek mampu mengendalikan dan mengarahkan sistem-sistem hidup. Ini merupakan
ilmu yang sebelumnya belum pernah dijumpai, kecuali mungkin dalam ilmu
khayalan, dan sebagai akibatnya,terjadi perdebatan terhadap kontrol yang
bagaimana di inginkan.
Perkembangan bioteknologi secara drastis terjadi sejak
ditemukannya struktur helik ganda DNA dan teknologi DNA rekombinan di awal
tahun 1950-an. Penemuan struktur double heliks DNA oleh Watson dan Cricks
(1953) telah membuka jalan lahirnya bioteknologi modern dalam bidang rekayasa
genetika yang merupakan prosedur dasar dalam menghasilkan suatu produk
bioteknologi. Tahap-tahap penting berikutnya adalah serangkaian penemuan enzim
restriksi (pemotong) DNA, regulasi (pengaturan ekspresi) gen (diawali dari
penemuan operon laktosa pada prokariota), perakitan teknik PCR, transformasi
genetik, teknik peredaman gen (termasuk interferensi RNA), dan teknik mutasi
terarah.
Secara konvensional, pemuliaan
tanaman dan rekayasa genetika sebenarnya telah dilakukan oleh para petani
melalui proses penyilangan dan perbaikan tanaman sejak zaman dahulu. Misalnya
melalui tahap penyilangan dan seleksi tanaman dengan tujuan tanaman tersebut
menjadi lebih besar, kuat, dan lebih tahan terhadap penyakit. Prinsip rekayasa
genetika sama dengan pemuliaan tanaman, yaitu memperbaiki sifat-sifat tanaman
dengan menambahkan sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman mahluk hidup
pengganggu maupun cekaman lingkungan yang kurang menguntungkan serta
memperbaiki kualitas nutrisi makanan. Rekayasa genetika adalah kelanjutan dari
pemuliaan secara tradisional. Dalam arti paling luas, rekayasa genetika
merupakan penerapan genetika untuk kepentingan manusia akan tetapi masyarakat
ilmiah sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang lebih sempit, yaitu
penerapan teknik-teknik genetika molekuler untuk mengubah susunan genetik dalam
kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan
tertentu. Obyek rekayasa genetika mencakup hampir semua golongan organisme,
mulai dari virus, bakteri, fungi, hewan tingkat rendah, hewan tingkat tinggi,
hingga tumbuh-tumbuhan. Bidang kedokteran dan farmasi paling banyak
berinvestasi di bidang yang relatif baru ini. Sementara itu bidang lain,
seperti ilmu pangan, kedokteran hewan, pertanian (termasuk peternakan dan
perikanan), serta teknik lingkungan juga telah melibatkan ilmu ini untuk mengembangkan
bidang masing-masing.
Ada dua pendekatan utama yang banyak
membantu terhadap pengembangan rekayasa genetika ini. Yang pertama adalah
isolasi enzim-enzim seluler dan meneliti sifat-sifat yang dapat mempengaruhi
struktur dan fungsi gen.
ADN, akhirnya hanya
bertindak sebagai acuan bagi transkripsi atau replikasi. Semua reaksi biologis
tergantung pada enzim-enzim, yang merupakan produk aktivitas gen dan
mengkatalisa reaksi-reaksi dan dengan demikian mengontrol metabolisma. Sebab
itu, para ahli biologi dan biokimia berpaling pada isolasi dan identifikasi
ratusan enzim guna menciptakan kembali kejadian-kejadian metabolis pada kondisi
eksperimen, yaitu pada suatu percobaan.
1.2
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian dari genetika.
2.
Mengetahui manfaat genetika.
3.
Mengetahui contoh-contoh rekayasa
genetika.
4.
Mengetahui prinsip dan teknik dasar
kloning DNA.
5.
Mengetahui tentang enzim restriksi.
6.
Mengetahui tentang kloning vektor.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Rekayasa Genetika
Rekayasa genetika atau rekombinan
DNA adalah kumpulan teknik-teknik eksperimental memungkinkan peneliti untuk
mengisolasi, mengidentifikasi, dan melipatgandakan suatu fragmen dari materi
genetika (DNA) dalam bentuk murninya.Pemanfaatan teknik genetika di dalam
bidang pertanian diharapkan dapat memberihkan sumbangan,baik dalam membantu
memahami mekanisme-mekanisme dasar proses metabolisme tanaman maupun dari segi
aplikasi praktis seperti pengembangan tanaman-tanaman pertanian dengan sifat
unggul .Yang disebut terakhir bisa berupa pengklonan dan pemindahan gen-gen
penyandi sifat-sifat ekonomis penting pada tanaman,maupun pemanfaatan klon-klon
DNA sebagai masker (penanda) di dalam membantu meningkatkan efisiensi seleksi dalam
program pemulihan tanaman.
Keunggulan rekayasa genetika adalah mampu memindahkan materi
genetika dari sumber yang sangat beragam dengan ketepatan tinggi dan terkontrol
dalam waktu yang lebih singkat. Melalui proses rekayasa genetika ini, telah
berhasil dikembangkan berbagai organisme maupun produk yang menguntungkan bagi
kehidupan manusia.
Teknologi khusus yang digunakan dalam rekayasa genetika
meliputi teknologi DNA Rekombinan yaitu pembentukan kombinasi materi genetik
yang baru dengan cara penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga
memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam suatu sel
organisme lain yang berperan sebagai sel inang.
2.2
Manfaat Rekayasa Genetika
1.
Untuk mengurangi biaya dan meningkatkan
penyediaan sejumlah besar bahan yang sekarang di gunakan di dalam pengobatan,
pertanian dan industri.
2.
Untuk menggembangkan tanaman – tanaman pertanian yang bersifat
unggul namun secara praktis.
3.
Untuk menukar gen dari satu organisme
kepada organisme lainnya ,menginduksi sel untuk membuat bahan-bahan yang
sebelumnya tidak pernah dibuat.
2.3
Prinsip dan Teknik
Dasar Kloning
DNA
Dasar dari pengembangan teknologi DNA Rekombinan adalah
ditemukannya mekanisme seksual pada bakteri yang telah dibuktikan pada tahun
1946. Konsekuensi dari mekanisme seksual adalah:
1.
Menyebabkan terbentuknya kombinasi gen-gen yang berasal dari dua sel yang
berbeda.
2. Terjadi pertukaran DNA atau gen dari satu sel ke sel yang
lain. Mekanisme seksual ini tidak bersifat reproduktif atau tidak menghasilkan
keturunan.
Asam nukleat yang
merupakan sumber informasi genetika didalam setiap sel,adalah molekul yang bisa
dimanipulasi .Ada dua macam asam nucleat yaitu asam ribonucleat :Asam
ribonucleat ( RNA ) dan asam deoksiribonucleat (DNA).
Asam nukleat adalah
molekul besar berupa utas rantai yang panjang.Rantai asam nukleat disusun
ole(fragmen) DNA organisme komponen-komponen yang terdiri dari :
1.
Gula pentosa berkarbon 5 ( yaitu gula
ribosa pada RNA,dan gula Deoksiribosa pada DNA)
2.
Gugus fosfat (PO4-2)
3.
Basa
Transfer
DNA atau perpindahan DNA ke dalam bakteri dapat melalui tiga cara, yaitu konjugasi, transformasi, dan transduksi.
DNA yang masuk ke dalam sel bakteri selanjutnya dapat berintegrasi dengan DNA
atau kromosom bakteri sehingga terbentuk kromosom rekombinan.
a. Konjugasi merupakan perpindahan DNA
dari satu sel (sel donor) ke dalam sel bakteri lainnya (sel resepien) melalui
kontak fisik antara kedua sel. Sel donor memasukkan sebagian DNA-nya ke dalam
sel resepien. Transfer DNA ini melalui pili seks yang dimiliki oleh sel donor.
Sel resepien tidak memiliki pili seks. DNA dari sel resepien berpindah ke sel
resipien secara replikatif sehingga setelah proses ini selesai, sel jantan
tidak kehilangan DNA. Ke dua sel tidak mengalami peningkatan jumlah sel dan tidak
dihasilkan sel anak. Oleh karena itu, proses konjugasi disebut juga sebagai
proses atau mekanisme seksual yang tidak reproduktif.
b. Transformasi merupakan pengambilan
DNA oleh bakteri dari lingkungan di sekelilingnya. DNA yang berada di sekitar
bakteri (DNA asing) dapat berupa potongan DNA atau fragmen DNA yang berasal
dari sel bakteri yang lain atau organisme yang lain. Masuknya DNA dari
lingkungan ke dalam sel bakteri ini dapat terjadi secara alami. Pada tahun 1928
ditemukan strain bakteri yang tidak virulen dapat berubah sifatnya menjadi
virulen disebabkan adanya strain yang tidak virulen dicampur dengan sel-sel
bakteri strain virulen yang telah dimatikan. Tahun 1944 ditemukan bahwa
perubahan sifat atau transformasi dari bakteri yang tidak virulen menjadi
virulen disebabkan oleh adanya DNA dari sel bakteri strain virulen yang masuk
ke dalam bakteri strain yang tidak virulen.
c. Transduksi adalah cara pemindahan
DNA dari satu sel ke dalam sel lainnya melalui perantaraan bakteriofage. Beberapa jenis virus berkembang biak di dalam sel
bakteri. Virus-virus yang inangnya adalah bakteri sering disebut bakteriofag
atau fage. Ketika virus menginfeksi bakteri, fage memasukkan DNA-nya ke dalam
sel bakteri. DNA tersebut kemudian akan bereplikasi di dalam sel bakteri atau
berintegrasi dengan kromosom baketri. DNA fage yang dikemas ketika membentuk
partikel fage baru akan membawa sebagian DNA bakteri yang menjadi inangnya.
Selanjutnya jika fage tersebut menginfeksi bakteri yang lain, maka fage akan
memasukkan DNAnya yang sebagian mengandung DNA sel inang sebelumnya. Jadi,
secara alami fage memindahkan DNA dari satu sle bakteri ke bakteri yang lain.
Unsur-unsur yang esensial diperlukan dalam kloning
DNA adalah:
1. Enzim
retraksi
(enzim pemotong DNA)
2. Kloning
vektor (pembawa)
3. Enzim
ligase yang berfungsi menyambung rantai DNA
Adapun proses-proses
dasar dalam kloning DNA meliputi :
1. Pemotongan
DNA (DNA organisme yang diteliti dan DNA vektor)
2. Penyambungan
potongan-potongan (fragmen) DNA organisme dengan DNA vektor menggunakan enzim
ligase
3. Transformasi
rekombinan DNA (vektor + DNA sisipan) ke dalam sel bakteri Eschericia coli.
4. Seleksi
(screening) untuk mendapatkan klon DNA yang diinginkan.
2.3.1 Perangkat teknologi DNA rekombinan
Adapun perangkat yang digunakan dalam teknik DNA rekombinan
diantaranya enzim restriksi untuk
memotong DNA, enzim ligase untuk
menyambung DNA, vektor untuk
menyambung dan mengklonkan gen di dalam sel hidup dimana vektor yang sering
digunakan diantarnya plasmid dan bakteriofag, pustaka genom untuk menyimpan gen atau fragmen DNA yang telah
diklonkan, serta enzim transkripsi balik
untuk membuat DNA berdasarkan RNA (cDNA).
A.
Enzim Restriksi
Enzim restriksi merupakan enzim yang memotong molekul DNA.
Karena enzim ini memotong di bagian dalam molekul DNA, maka enzim ini juga
dinamakan endonuklease restriksi.
Enzim ini memotong (menghidrolisis) DNA pada rangka gula-fosfat tepatnya pada
ikatan fosfodiester. Enzim restriksi akan mengenali dan memotong DNA hanya pada
urutan nukleotida tertentu, biasanya sepanjang 4 hingga 6 pasang basa.
Enzim restriksi memiliki beberapa karakteristik,
diantaranya:
a.
Enzim restriksi mengenali urutan
nukleotida spesifik.
b. Enzim restriksi memotong ikatan
fosfodiester diantara basa spesifik, satu di setiap helai DNA.
c.
Hasil dari masing-masing reaksi
tersebut yakni dua buah fragmen DNA untai ganda.
d. Enzim restriksi tidak
membeda-bedakan antara DNA yang berasal dari organisme yang berbeda.
e.
Sebagian besar enzim restriksi akan
memotong DNA yang mengandung urutan pengenalan mereka, tidak mempermasalahkan
sumber DNA tersebut.
f.
Enzim restriksi merupakan bagian
alami dari sistem pertahanan bakteri.
Enzim retriksi disebut
juga endonuklease. Enzim-enzim
ini memotong rantai ganda DNA pada tempat-tempat tertentu. Cara kerja enzim restriksi adalah
dengan mengenal sekuens (urutan
basa) tertentu pada DNA, kemudian
baru melakukan pemotongan.
Ada tiga golongan enzim
restriksi yang telah diketahui,yaitu enzim restriksi golongan I, golongan II, dan golongan III. Enzim restriksi golongan I bekerja
dengan mengenal sekuens tertentu pada DNA,
tetapi
melakukan pemotongan di luar (di sekitar) sekuens pengenal tersebut. Enzim restriksi yang berguna pada
prosedur kloning DNA adalah enzim restriksi dari golongan II karena golongan
ini memotong DNA pada posisi yang tertentu di dalam sekuens pengenal tadi.Enzim
restriksi golongan tiga memiliki cara kerja yang mirip dengan golongan I, dimana pemotongan yang tidak
spesifik dilakukan di sekitar sekuens pengenalnya.
Nama dari suatu enzim restriksi biasanya
diambil dari nama bakteri asal enzim tersebut diisolasi.Bakteria umumnya
mensintesis satu atau lebih endonuklease yang dapat memotong DNA.Endonuklease
atau enzim restriksi ini berfungsi terutama mengahalangi adanya DNA-DNA asing
yang masuk ke dalam sel bakteri tersebut.
DNA
dari sel yang mensintesis enzim restriksi itu sendiri terlindungi dari aksi
enzim restriksinya karena sel tersebut juga mensintesis enzim modifikasi yang
merubah struktur dari sekuens pengenal enzim restriksi tadi.
Adapun tabel di bawah ini
menunjukkan jenis-jenis enzim restriksi yang biasa digunakan dalam teknologi
DNA Rekombinan:
Enzim
|
Sumber
Mikroorganisme
|
Sekuens
pengenal
|
Situs
pemotongan
|
|
EcoRI
|
Escherichia coli
|
5’GAATTC
3’CTTAAG
|
5’---G AATTC---3’
3’---CTTAA G---5’
|
|
EcoRII
|
Escherichia coli
|
5’CCWGG
3’GGWCC
|
5’--- CCWGG---3’
3’---GGWCC---5’
|
|
BamHI
|
Bacillus amyloliquefaciens
|
5'GGATCC
3'CCTAGG
|
5'---GGATCC---
3'
3'---CCTAG G---
5'
|
|
HindIII
|
Haemophilus
Influenzae
|
5'AAGCTT
3'TTCGAA
|
5'---A AGCTT---3'
3'---TTCGA A---5'
|
|
TaqI
|
Thermus aquaticus
|
5'TCGA
3'AGCT
|
5'---T CGA---3'
3'---AGC T---5'
|
|
NotI
|
Nocardia otitidis
|
5'GCGGCCGC
3'CGCCGGCG
|
5'---GC GGCCGC-
--3'
3'---CGCCGG CG-
--5'
|
|
HinfI
|
Haemophilus influenzae
|
5'GANTCA
3'CTNAGT
|
5'---G ANTC---3'
3'---CTNA G---5'
|
|
Sau3A
|
Staphylococcus aureus
|
5'GATC
3'CTAG
|
5'--- GATC---3'
3'---CTAG ---5'
|
|
PovII*
|
Proteus vulgaris
|
5'CAGCTG
3'GTCGAC
|
5'---CAG CTG---3'
3'---GTC GAC---5'
|
|
SmaI*
|
Serratia marcescens
|
5'CCCGGG
3'GGGCCC
|
5'---CCC GGG---3'
3'---GGG CCC---5'
|
|
HaeIII*
|
Haemophilus
Aegyptius
|
5'GGCC
3'CCGG
|
5'---GG CC---3'
3'---CC GG---5'
|
|
HgaI[33]
|
Haemophilus gallinarum
|
5'GACGC
3'CTGCG
|
5'---NN NN---3'
3'---NN NN---5'
|
|
AluI*
|
Arthrobacter luteus
|
5'AGCT
3'TCGA
|
5'---AG CT---3'
3'---TC GA---5'
|
|
EcoRV*
|
Escherichia coli
|
5'GATATC
3'CTATAG
|
5'---GAT ATC---3'
3'---CTA TAG---5'
|
|
EcoP15I
|
Escherichia coli
|
5'CAGCAGN25NN
3'GTCGTCN25NN
|
5'---
CAGCAGN25NN --
-3'
3'---GTCGTCN25
NN---5'
|
|
KpnI[34]
|
Klebsiella pneumoniae
|
5'GGTACC
3'CCATGG
|
5'---GGTAC C---3'
3'---C CATGG---5'
|
|
PstI[34]
|
Providencia stuartii
|
5'CTGCAG
3'GACGTC
|
5'---CTGCA G---3'
3'---G ACGTC---5'
|
|
SacI[34]
|
Streptomyces
Achromogenes
|
5'GAGCTC
3'CTCGAG
|
5'---GAGCT C---3'
3'---C TCGAG---5'
|
|
SalI[34]
|
Streptomyces albus
|
5'GTCGAC
3'CAGCTG
|
5'---G TCGAC---3'
3'---CAGCT G---5'
|
|
ScaI[34]
|
Streptomyces
Caespitosus
|
5'AGTACT
3'TCATGA
|
5'---AGT ACT---3'
3'---TCA TGA---5'
|
|
SpeI
|
Sphaerotilus natans
|
5'ACTAGT
3'TGATCA
|
5'---A CTAGT---3'
3'---TGATC A---5'
|
|
SphI[34]
|
Streptomyces
Phaeochromogenes
|
5'GCATGC
3'CGTACG
|
5'---G CATGC---3'
3'---CGTAC G---5'
|
|
StuI[35][36]
|
Streptomyces
Tubercidicus
|
5'AGGCCT
3'TCCGGA
|
5'---AGG CCT---3'
3'---TCC GGA---5'
|
|
XbaI[34]
|
Xanthomonas badrii
|
5'TCTAGA
3'AGATCT
|
5'---T CTAGA---3'
3'---AGATC T---5'
|
B. Enzim DNA Ligase
DNA ligase merupakan enzim yang
mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara ujung 5’-fosfat dan
3’-hidroksil pada DNA saat terjadinya replikasi DNA, rekombinasi dan kerusakan.
Sacara biologis, DNA ligase diperlukan untuk menggabungkan fragmen okazaki saat
proses replikasi, menyambung potongan-potongan DNA yang baru disintesis serta
berperan dalam proses reparasi DNA. DNA ligase merupakan enzim yang sangat
berguna baik di dalam sel maupun di luar sel. Untuk penggunaan di luar sel ,
penggabungan dengan enzim restriksi telah membuat terobosan baru di bidang teknologi DNA rekombinan. Enzim
restriksi diibaratkan sebagai gunting yang memungkinkan untuk memotong DNA di
tempat yang spesifik. Kemudian DNA ligase berperan sebagai lem yang menyambung
DNA yang telah terpotong sehingga menjadi DNA yang fungsional.
C. Vektor
Sebagai salah satu cara untuk memanipulasi DNA di luar sel,
para ilmuwan dalam bioteknologi
harus bisa membuat suatu tempat yang keadaannya stabil dan cocok dengan tempat
DNA yang dimanipulasi. Vektor disini bisa diartikan sebagai alat yang membawa
DNA ke dalam sel induk barunya. Agar suatu metode dalam rekayasa genetika
berhasil maka di dalam vektor DNA hasil rekombinan hanya membawa DNA rekombinan
yang digabungkan dengan DNA vektor melalui enzim ligase. Namun di dalam vektor,
DNA rekombinan tidak termutasi lagi membentuk DNA dengan sifat baru. Adapun
contoh dari vektor yang terdapat di alam
adalah plasmid dan virus atau bacteriophage.
1.
Plasmid
Plasmid adalah molekul DNA yang terpisah dan dapat
bereplikasi secara independen dari DNA kromosom. Di dalam satu sel bakteri,
dapat ditemukan lebih dari satu plasmid dengan ukuran yang sangat bervariasi
namun semua plasmid tidak mengkodekan fungsi yang penting untuk pertumbuhan sel
tersebut. Umumnya, plasmid mengkodekan gen-gen yang diperlukan agar dapat
bertahan pada keadaan yang kurang menguntungkan sehingga bila lingkungan
kembali normal, DNA plasmid dapat dibuang. Istilah ini pertama kali
diperkenalkan oleh ahli biologi molekuler Amerika Yosua Lederberg pada tahun
1952.
Pada awalnya penamaan plasmid
didasarkan pada sifat fenotipe yang dikodekan oleh DNA plasmid tersebut.
Contohnya plasmid ColE1 yang berasal dari E.
coli dapat menyandikan bakteriocin colicin. Banyaknya laboratorium ataupun
institusi yang membuat plasmid kloning membuat sistem penamaan tersebut
berubah. Untuk standardisasi penulisan plasmid, digunakan huruf "p"
yang diikuti oleh inisial huruf kapital dan angka. Huruf kapital diambil dari
nama institusi atau laboratorium tempat plasmid tersebut berasal ataupun dari
nama penemu plasmid tersebut. Sedangkan angka yang ada merupakan kode antara
dua laboratorium tempat plasmid tersebut dibuat. Contohnya: pBR322,
"p" menyatakan plasmid, BR merupakan laboratorium tempat plasmid
tersebut pertama kali dikonstruksi (BR dari Bolivar dan Rodriguez, perancang
plasmid tersebut), sedangkan 322 menyatakan di laboratorium mana plasmid ini
dibuat, banyak pBR lainnya seperti pBR325, pBR327, dll.
Plasmid berfungsi sebagai alat
penting dalam laboratorium genetika dan bioteknologi, di mana mereka umumnya
digunakan untuk memperbanyak (membuat banyak salinan) atau mengekspresikan gen
tertentu. Plasmid banyak tersedia secara komersial untuk penggunaan tersebut.
Gen dapat direplikasi dimasukkan ke salinan gen yang mengandung plasmid yang
membuat sel-sel resisten terhadap antibiotik tertentu dan situs kloning ganda
(MCS, atau polylinker), yang merupakan daerah pendek yang mengandung situs
restriksi beberapa yang umum digunakan memungkinkan penyisipan DNA mudah
fragmen di lokasi tersebut. Selanjutnya, dimasukkan ke dalam plasmid bakteri
dengan proses yang disebut transformasi. Kemudian, bakteri yang terkena antibiotik
tertentu. Hanya bakteri yang mengambil salinan plasmid bertahan hidup, karena
plasmid membuat mereka bertahan. Secara khusus, gen melindungi diekspresikan
(digunakan untuk membuat protein) dan protein diekspresikan memecah antibiotik.
Dengan cara ini, antibiotik bertindak sebagai filter untuk bakteri yang
dimodifikasi. Kemudian bakteri tersebut dapat tumbuh dalam jumlah besar,
dipanen, dan segaris (sering menggunakan metode lisis alkali) untuk mengisolasi
plasmid.
2. Bacteriophage
Salah satu vektor yang banyak
digunakan dalam teknologi DNA rekombinan adalah bacteriophage atau faga yaitu
virus yang menginfeksi bakteri. Seperti halnya virus, fage harus menginfeksi
bakteri yang menjadi inangnya. Setelah jumlahnya mencukupi, fage akan melisis sel
inang dan dapat menghasilkan banyak fage untuk setiap sel bakteri yang
mengalami lisis. Oleh karena itu jumlah fage menjadi sangat besar bila yang
mengalami lisis adalah kumpulan bakteri (koloni). Oleh karena itu vektor yang
berupa bacteriophage sangat menguntungkan jika DNA yang disisipkan ingin
diperbanyak dalam jumlah besar. Kontruksi pustaka genom juga banyak menggunakan
fage sebagai vektornya. Selain kemampuan membawa DNA sisipan lebih besar dari
plasmid, penyimpanan fage relatif lebih mudah dibandingkan dengan bakteri.
Penggunaan fage sebagai vektor juga menguntungkan dalam proses penapisan untuk
mengisolasi suatu gen atau DNA, karena rasio copy DNA atau gen target terhadap
genom total fage jauh lebih tinggi daripada rasio copy DNA terhadap genom total
bakteri bilamana menggunakan plasmid sebagai vektornua. Selain itu proses
purifikasi, denaturasi dan fiksasi DNA di membrane pada saat persiapan
hibridisasi dalam rangka penapisan DNA target, lebih mudah pada fage yang
menginfeksi bakteri sehingga membentuk plak (plaque) daripada koloni bakteri
yang mengandung plasmid.
D.
Enzim Transkriptase Balik
Enzim
transkriptase-balik adalah enzim yang secara alami digunakan oleh Retrovirus untuk membuat copy DNA
berdasarkan RNA-nya. Enzim transkriptase balik ditemukan oleh Howard
Temin dan David Baltimore secara terpisah pada tahun 1970 tidak lama setelah
penemuan enzim restriksi. Enzim transkriptase balik ini kemudian digunakan
untuk mengkonstruksi copy DNA yang disebut cDNA (complementary DNA) dengan menggunakan mRNA sebagai cetakannya.
Tujuan mengkonversi mRNA menjadi cDNA adalah karena DNA sifatnya lebih stabil
dari pada RNA. Setelah dikonversi, untai cDNA tersebut dapat digunakan untuk
PCR, sebagai probe untuk analisis ekspresi dan untuk perbanyakan/ cloning
sekuen mRNA. Jika seorang peneliti ingin mengekspresikan suatu protein spesifik
dalam sel yang tidak lazim memproduksi protein tersebut, satu cara sederhana
adalah dengan mentransfer cDNA yang mengkode protein tersebut ke sel resipien.
Saat ini, enzim transkriptase balik sudah diproduksi secara
komersial. Ketersediaan enzim transkriptase-balik ini telah memberikan
kemudahan bagi para peneliti untuk mempelajari gen yang bertanggung-jawab
terhadap sifat-sifat tertentu.
E.
Pustaka Genom
Pustaka genom merupakan sekumpulan sekuens (urutan) DNA dari
suatu organisme yang masing-masing telah diklon ke dalam vektor tertentu untuk
memudahkan pemurnian, penyimpanan, dan analisisnya. Pada dasarnya terdapat dua
macam perpustakaan gen yang dapat dikonstruksi, bergantung kepada sumber DNA
digunakan. Jika DNA yang digunakan adalah DNA genomik/kromosom, maka
perpustakaan yang dihasilkan disebut perpustakaan
genom. Sementara itu, jika DNA yang digunakan merupakan hasil
transkripsi balik suatu populasi mRNA seperti yang umum dijumpai pada eukariot,
maka perpustakaan yang diperoleh dinamakan perpustakaan cDNA.
2.3.2 Proses dan Teknik Dasar Kloning DNA
Pada
dasarnya upaya untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkan melalui teknologi
DNA rekombinan melibatkan beberapa tahapan tertentu. Tahapan-tahapan tersebut
adalah isolasi DNA genomik/kromosom yang akan diklon, pemotongan molekul DNA
menjadi sejumlah fragmen dengan berbagai ukuran, penyisipan fragmen DNA ke
dalam vektor untuk menghasilkan molekul DNA rekombinan, transformasi sel inang
menggunakan molekul DNA rekombinan, pengklonaan vektor pembawa DNA rekombinan,
dan identifikasi klon sel yang membawa gen yang diinginkan. Bakteri merupakan
sel inang yang paling umum digunakan untuk mengklonaan gen, terutama karena
mudahnya DNA dapat diisolasi dari dan dimasukkan kembali ke dalam sel tersebut.
Kultur bakteri juga tumbuh cepat dan secara cepat mereplikasi setiap gen asing
yang dibawanya.
1.
Isolasi DNA
Isolasi DNA diawali dengan mempersiapkan dua jenis DNA yaitu
plasmid bakteri yang akan digunakan sebagai vektor dan DNA yang mengandung gen
yang diinginkan. Plasmid yang dipilih merupakan plasmid yang mengandung amp-R
(gen pengkode sifat resisten terhadap antibiotik amphisilin) dan lac Z
(pengkode enzim β-galaktosidase). Kemudian dilakukan perusakan dan atau
pembuangan dinding sel, yang dapat dilakukan baik dengan cara mekanis seperti
sonikasi, tekanan tinggi, beku-leleh maupun dengan cara enzimatis seperti
pemberian lisozim. Langkah selanjutnya adalah lisis sel. Bahan-bahan sel yang
relatif lunak dapat dengan mudah diresuspensi di dalam medium bufer nonosmotik,
sedangkan bahan-bahan yang lebih kasar perlu diperlakukan dengan deterjen yang
kuat seperti triton X-100 atau dengan sodium dodesil sulfat (SDS). Pada
eukariot langkah ini harus disertai dengan perusakan membran nukleus.
Setelah sel mengalami lisis, remukan-remukan sel harus
dibuang. Biasanya pembuangan remukan sel dilakukan dengan sentrifugasi. Protein
yang tersisa dipresipitasi menggunakan fenol atau pelarut organik seperti
kloroform untuk kemudian disentrifugasi dan dihancurkan secara enzimatis dengan
proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein dan remukan sel masih
tercampur dengan RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan DNA
dari RNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan
penambahan amonium asetat dan alkohol atau dengan sentrifugasi kerapatan
menggunakan CsCl.
Teknik isolasi DNA tersebut dapat diaplikasikan, baik untuk
DNA genomik maupun DNA vektor, khususnya plasmid. Untuk memilih di antara kedua
macam molekul DNA ini yang akan diisolasi dapat digunakan dua pendekatan.
Pertama, plasmid pada umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat
atau dikatakan mempunyai bentuk covalently
closed circular (CCC), sedangkan DNA kromosom jauh lebih longgar
ikatan kedua untainya dan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi. Perbedaan
tersebut menyebabkan DNA plasmid jauh lebih tahan terhadap denaturasi apabila
dibandingkan dengan DNA kromosom. Oleh karena itu, aplikasi kondisi denaturasi
akan dapat memisahkan DNA plasmid dengan DNA kromosom.
2.
Pemotongan Molekul DNA
Tahap kedua dalam kloning gen adalah pemotongan molekul DNA,
baik genomik maupun plasmid. Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari
saat ditemukannya enzim restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli,
yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteriofag l (faga temperat).
Tempat pemotongan pada kedua untai DNA sering kali terpisah
sejauh beberapa pasang basa. Pemotongan DNA dengan tempat pemotongan semacam
ini akan menghasilkan fragmen-fragmen dengan ujung 5’ yang runcing karena
masing-masing untai tunggalnya menjadi tidak sama panjang. Dua fragmen DNA
dengan ujung yang runcing akan mudah disambungkan satu sama lain sehingga ujung
runcing sering pula disebut sebagai ujung
lengket (sticky end) atau ujung kohesif.
3.
Ligasi Molekul–molekul DNA
Pemotongan DNA genomik dan DNA vektor menggunakan enzim
restriksi harus menghasilkan ujung-ujung potongan yang kompatibel. Artinya,
fragmen-fragmen DNA genomik nantinya harus dapat disambungkan (diligasi) dengan
DNA vektor yang sudah berbentuk linier.
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meligasi
fragmen-fragmen DNA secara in vitro. Pertama, ligasi menggunakan enzim
DNA ligase dari bakteri. Kedua, ligasi menggunakan DNA ligase dari sel-sel E.
coli yang telah diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau lazim
disebut sebagai enzim T4 ligase. Jika cara yang pertama hanya dapat
digunakan untuk meligasi ujung-ujung lengket, cara yang kedua dapat digunakan
baik pada ujung lengket maupun pada ujung tumpul. Sementara itu, cara yang
ketiga yaitu pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis
untai tunggal homopolimerik 3’. Dengan untai tunggal semacam ini akan diperoleh
ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi menggunakan DNA ligase.
Suhu optimum bagi aktivitas DNA ligase sebenarnya 37ºC. Akan
tetapi, pada suhu ini ikatan hidrogen yang secara alami terbentuk di antara
ujung-ujung lengket akan menjadi tidak stabil dan kerusakan akibat panas akan
terjadi pada tempat ikatan tersebut. Oleh karena itu, ligasi biasanya
dilakukan pada suhu antara 4 dan 15ºC dengan waktu inkubasi yang diperpanjang.
Pada reaksi ligasi antara fragmen-fragmen DNA genomik dan DNA vektor, khususnya
plasmid, dapat terjadi peristiwa religasi atau ligasi sendiri sehingga plasmid
yang telah dilinierkan dengan enzim restriksi akan menjadi plasmid sirkuler kembali.
Hal ini jelas akan menurunkan efisiensi ligasi. Untuk meningkatkan efisiensi
ligasi dapat dilakukan beberapa cara, antara lain penggunaan DNA dengan
konsentrasi tinggi (lebih dari 100µg/ml), perlakuan dengan enzim alkalin
fosfatase untuk menghilangkan gugus fosfat dari ujung 5’ pada molekul DNA yang
telah terpotong, serta pemberian molekul linker, molekul adaptor, atau
penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal
homopolimerik 3’.
4.
Transformasi Sel Inang
Tahap berikutnya setelah ligasi adalah analisis terhadap
hasil pemotongan DNA genomik dan DNA vektor serta analisis hasil ligasi
molekul-molekul DNA tersebut menggunakan teknik elektroforesis. Jika hasil
elektroforesis menunjukkan bahwa fragmen-fragmen DNA genomik telah terligasi
dengan baik pada DNA vektor sehingga terbentuk molekul DNA rekombinan, campuran
reaksi ligasi dimasukkan ke dalam sel inang agar dapat diperbanyak dengan
cepat. Dengan sendirinya, di dalam campuran reaksi tersebut selain terdapat
molekul DNA rekombinan, juga ada sejumlah fragmen DNA genomik dan DNA plasmid
yang tidak terligasi satu sama lain. Tahap memasukkan campuran reaksi ligasi ke
dalam sel inang ini dinamakan transformasi karena sel inang
diharapkan akan mengalami perubahan sifat tertentu setelah dimasuki molekul DNA
rekombinan.
Teknik transformasi pertama kali dikembangkan pada tahun 1970
oleh M. Mandel dan A. Higa, yang melakukan transformasi bakteri E. coli.
Sebelumnya, transformasi pada beberapa spesies bakteri lainnya yang mempunyai
sistem transformasi alami seperti Bacillus subtilis telah dapat
dilakukan. Kemampuan transformasi B. subtilis pada waktu itu telah
dimanfaatkan untuk mengubah strain-strain auksotrof (tidak dapat tumbuh pada
medium minimal) menjadi prototrof (dapat tumbuh pada medium minimal) dengan
menggunakan preparasi DNA genomik utuh. Baru beberapa waktu kemudian
transformasi dilakukan menggunakan perantara vektor, yang selanjutnya juga
dikembangkan pada transformasi E.coli.
Hal terpenting yang ditemukan oleh Mandel dan Higa adalah
perlakuan kalsium klorid (CaCl2) yang memungkinkan sel-sel E.
coli untuk mengambil DNA dari bakteriofag l. Pada tahun 1972 S.N. Cohen dan
kawan-kawannya menemukan bahwa sel-sel yang diperlakukan dengan CaCl2
dapat juga mengambil DNA plasmid. Frekuensi transformasi tertinggi akan
diperoleh jika sel bakteri dan DNA dicampur di dalam larutan CaCl2
pada suhu 0 hingga 5ºC. Perlakuan kejut panas antara 37 dan 45ºC selama lebih
kurang satu menit yang diberikan setelah pencampuran DNA dengan larutan CaCl2
tersebut dapat meningkatkan frekuensi transformasi tetapi tidak terlalu
esensial. Molekul DNA berukuran besar lebih rendah efisiensi transformasinya
daripada molekul DNA kecil.
5.
Pengklonaan Sel dan Gen Asing
Bakteri hasil
transformasi ditempatkan pada medium nutrient padat yang mengandung amphisilin
dan gula yang disebut X-gal.
Amphisilin dalam medium yang akan memastikan bahwa hanya bakteri yang
mengandung plasmid yang dapat tumbuh karena adanya resistensi dari amp-R. Sedangkan X-gal akan memudahkan
identifikasi koloni bakteri yang mengandung gen asing yang disisipkan. X-gal
ini akan dihidrolisis oleh β-galaktosidase
menghasilkan produk berwarna biru, sehingga koloni bakteri yang mengandung
plasmid dengan gen β-galaktosidase utuh akan berwarna biru. Tetapi jika suatu
plasmid memiliki DNA asing yang diselipkan ke dalam gen lacZ-nya maka koloni sel yang mengandung DNA asing ini akan
berwarna putih karena sel tersebut tidak bisa menghasilkan β-galaktosidase
untuk menghidrolisis X-gal.
6.
Identifikasi Klon
Sel yang Membawa Gen yang Diinginkan
Setelah tumbuh
membentuk koloni, bakteri yang mengandung DNA rekombinan diidentifikasi
menggunakan metode hibridisasi asam
nukleat. Dalam pengujian hibridisasi DNA, DNA dari virus atau sel akan
didenaturasi dengan larutan basa sehingga kedua untai DNA-nya terpisah.
Untai–untai tunggal DNA dilekatkan pada medium solid, misalnya membran
nitroselulosa atau nilon, sehingga untai–untai tersebut tidak bersatu kembali.
DNA akan menempel pada membran melalui tulang punggung gula- fosfatnya sehingga
basa nitrogennya terletak menjulur kearah keluar. Untuk mengkarakterisasi atau
mengidentifikasi DNA target, maka pada membran ditambahkan molekul DNA dan RNA
untai tunggal yang disebut probe dan
didalam larutan buffer. Akibatnya, akan terbentuk ikatan hidrogen di antara
basa–basa yang komplementer. Probe yang dinamai sedemikian rupa karena
digunakan untuk mencari sekuens DNA, diberi label dengan suatu gugus reporter.
Reporter bisa berupa isotop radioaktif atau enzim yang kehadirannya mudah
dideteksi.
Setelah
mengidentifikasi klon sel yang diinginkan, kemudian ditumbuhkan dalam kultur
cair dalam tangki besar dan selanjutnya dengan mudah mengisolasi gen tersebut
dalam jumlah besar. Selain itu juga dapat digunakan sebagai probe untuk
mengidentifikasi gen yang serupa atau identik di dalam DNA dari sumber lain.
Pengklonaan DNA
dalam sel tetap merupakan metode terbaik untuk mempersiapkan gen tertentu atau
urutan lainnya dalam jumlah banyak. Akan tetapi terdapat beberapa metode yang
dapat digunakan dalam pengklonaan sel sehingga dapat mempermudah prosesnya,
diantaranya:
a.
PCR (Polymerase
Chain Reaction)
Ketika
sumber DNA sedikit atau tidak murni, suatu metode yang disebut PCR bisa
melakukan lebih cepat dan lebih selektif. PCR adalah suatu metode untuk
mengamplifikasi/disalin beberapa kali sekuens gen (urutan DNA) target secara
eksponensial in vitro. Pada reaksi ini dibutuhkan: DNA target, sepasang primer,
polimerase DNA yang termostabil, buffer reaksi dan alat thermal cycler.
Prinsip
dasar dari teknik PCR tersebut merupakan adanya enzim DNA polimerase yang
digunakan untuk membuat cetakan dari segmen DNA yang diinginkan.
Proses PCR
terdiri dari 3 tahapan, yaitu:
1) Denaturasi adalah proses penguraian materi genetik (DNA/RNA)
dari bentuk heliksnya yang dipisahkan dengan suhu 90-96oC.
2) Annealing
(pelekatan) atau hibridisasi adalah suatu proses penempelan primer ke DNA template
yang sekarang hanya dalam satu untai.
3) Polimerisasi (sintesis)
adalah suatu proses pemanjangan rantai DNA baru yang dimulai dari primer.
Aplikasi
dari PCR yaitu:
1) Mendeteksi penyakit yang dapat menginfeksi, variasi dan
mutasi dari gen.
2) Untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies atau
untuk mengetahui dari mana spesies tersebut berasal.
3) DNA atau RNA yahg telah dianalisis dengan menggunakan teknik
PCR digunakan untuk meneliti penerapannya dalam bidang klinik dan obat-obatan
forensik, mengembangkan teknik-teknik dalam bidang genetika dan untuk
mendiagnosa.
4) Untuk membuat cDNA library, yaitu sebuah set dari hasil
kloning yang mewakili sebanyak mungkin mRNA dari suatu tipe sel tertentu dengan
waktu tertentu. Pembuatan cDNA library tersebut menggunakan teknik Transverse
Replication PCR.
PCR telah
digunakan secara luas dalam bidang kedokteran, seperti dalam pengobatan
berbagai penyakit menular (deteksi berbagai bakteri, virus, jamur dan parasit),
keganasan sel (misalnya carcinoma, limfoma, leukimia, retinoblastoma), kelainan
genetika (Sickel cell anemia, β-thalassemia, Duchenne’s muscullar dystrophy,
cystic fibrosis, hemophilia A, Tay-Sachs disease dan phenylketonuria) dan
kedokteran kehakiman.
b.
Elektroforesis
Elektroforesis adalah suatu teknik yang mengukur laju
perpindahan atau pergerakan partikel-partikel bermuatan dalam suatu medan
listrik. Elektroforesis adalah suatu teknik yang menggunakan medan
listrik untuk memisahkan molekul berdasarkan ukuran. Elektroforesis digunakan untuk mengamati hasil
amplifikasi dari DNA. Karena mengandung fosfat yang bermuatan negatif,
DNA akan bergerak menuju elektroda positif dalam medan listrik. Prinsip alat
ini adalah kecepatan migrasi molekul DNA berbeda-beda tergantung pada beberapa
faktor diantaranya ukuran molekul. DNA bermigrasi di dalam gel padat yang
terletak di dalam larutan penyangga yang dialiri arus listrik. Hasil elektroforesis yang terlihat
adalah terbentuknya band yang merupakan fragmen DNA hasil amplifikasi
dan menunjukkan potongan-potongan jumlah pasangan basanya.
Teknik
elektroforesis mempergunakan medium yang terbuat dari gel. Perpindahan
partikel pada medium gel tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ukuran
partikel, komposisi dan konsentrasi gel, densitas muatan, kuat medan listrik
dan sebagainya. Semakin kecil partikel tesebut, maka pergerakan atau
migrasinya akan semakin cepat, karena matriks gel mengandung jaringan kompleks
berupa pori-pori sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergerak melalui matriks
tersebut.
Di dalam
elektroforesis digunakan sumber arus listrik searah (DC), ruang untuk
elektroforesis (Comb, Well, platform dan cetakan wadah gel), larutan buffer
(buffer ionik dan loading buffer), matriks elektroforesis, marker
dan gel.
c.
Sekuens
DNA
Molekul
DNA rekombinan yang memperlihatkan hasil positif dalam reaksi hibridisasi
dengan fragmen pelacak sangat diduga sebagai molekul yang membawa fragmen
sisipan atau bahkan gen yang diinginkan. Namun, hal ini masih memerlukan
analisis lebih lanjut untuk memastikan bahwa fragmen tersebut benar-benar
sesuai dengan tujuan kloning. Analisis antara lain dapat dilakukan atas dasar
urutan (sekuens) basa fragmen sisipan.
Penentuan
urutan (sekuensing) basa DNA pada prinsipnya melibatkan produksi seperangkat
molekul/fragmen DNA yang berbeda-beda ukurannya tetapi salah satu ujungnya
selalu sama. Selanjutnya, fragmen-fragmen ini dimigrasikan/dipisahkan
menggunakan elektroforesis gel
poliakrilamid atau polyacrylamide
gel electrophoresis (PAGE) agar
pembacaan sekuens dapat dilakukan. Di bawah ini akan diuraikan sekilas dua
macam metode sekuensing DNA.
1) Metode Maxam-Gilbert
Metode sekuensing DNA yang pertama dikenal adalah metode kimia yang dikembangkan oleh
A.M. Maxam dan W. Gilbert pada tahun 1977. Pada metode ini fragmen-fragmen DNA
yang akan disekuens harus dilabeli pada salah satu ujungnya, biasanya
menggunakan fosfat radioaktif atau suatu nukleotida pada ujung 3’. Metode
Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai ganda maupun DNA untai
tunggal dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang dilakukan dalam dua tahap.
Molekul
DNA terlebih dahulu dipotong-potong secara parsial menggunakan piperidin.
Pengaturan masa inkubasi atau konsentrasi piperidin akan menghasilkan
fragmen-fragmen DNA yang bermacam-macam ukurannya. Selanjutnya, basa
dimodifikasi menggunakan bahan-bahan kimia tertentu. Dimetilsulfat (DMS) akan
memetilasi basa G, asam format menyerang A dan G, hidrazin akan menghidrolisis
C dan T, tetapi garam yang tinggi akan menghalangi reaksi T sehingga hanya
bekerja pada C. Dengan demikian, akan dihasilkan empat macam fragmen,
masing-masing dengan ujung G, ujung A atau G, ujung C atau T, dan ujung C.
2) Metode Sanger
Dewasa ini
metode sekuensing Maxam-Gilbert sudah sangat jarang digunakan karena ada metode
lain yang jauh lebih praktis, yaitu metode dideoksi yang dikembangkan oleh A.
Sanger dan kawan-kawan pada tahun 1977 juga.
Metode Sanger pada dasarnya memanfaatkan dua sifat salah satu
subunit enzim DNA polimerase yang disebut fragmen klenow. Kedua sifat tersebut
adalah kemampuannya untuk menyintesis DNA dengan adanya dNTP dan
ketidakmampuannya untuk membedakan dNTP dengan ddNTP. Jika molekul dNTP hanya
kehilangan gugus hidroksil (OH) pada atom C nomor 2 gula pentosa, molekul ddNTP
atau dideoksi nukleotida juga mengalami kehilangan gugus OH pada atom C nomor 3
sehingga tidak dapat membentuk ikatan fosfodiester. Artinya, jika ddNTP
disambungkan oleh fragmen klenow dengan suatu molekul DNA, maka polimerisasi
lebih lanjut tidak akan terjadi atau terhenti. Basa yang terdapat pada ujung
molekul DNA ini dengan sendirinya adalah basa yang dibawa oleh molekul ddNTP.
Dengan
dasar pemikiran itu sekuensing DNA menggunakan metode dideoksi dilakukan pada
empat reaksi yang terpisah. Keempat reaksi ini berisi dNTP sehingga
polimerisasi DNA dapat berlangsung. Namun, pada masing-masing reaksi juga
ditambahkan sedikit ddNTP sehingga kadang-kadang polimerisasi akan terhenti di
tempat -tempat tertentu sesuai dengan ddNTP yang ditambahkan. Jadi, di dalam
tiap reaksi akan dihasilkan sejumlah fragmen DNA yang ukurannya bervariasi
tetapi ujung 3’nya selalu berakhir dengan basa yang sama. Sebagai contoh, dalam
reaksi yang mengandung ddATP akan diperoleh fragmen-fragmen DNA dengan berbagai
ukuran yang semuanya mempunyai basa A pada ujung 3’nya.
Selama
bertahun-tahun telah banyak sekuens DNA yang ditentukan oleh para ilmuwan di
seluruh dunia, dan saat ini kebanyakan jurnal ilmiah mempersyaratkan penyerahan
sekuens DNA terlebih dahulu untuk keperluan pangkalan data publik sebelum
mereka menerima naskah selengkapnya dari para penulis/ilmuwan. Pengelola
pangkalan data akan saling bertukar informasi tentang sekuens-sekuens yang
terkumpul dan menyediakannya untuk akses publik sehingga semua pangkalan data
yang ada akan menjadi nara sumber yang sangat bermanfaat.
Sekuens-sekuens
baru terus bertambah dengan kecepatan yang kian meningkat. Begitu pula,
sejumlah perangkat lunak komputer diperlukan agar data yang tersedia dapat
dimanfaatkan dengan lebih baik.
Ketika
sekuens suatu fragmen DNA telah diketahui, hanya ada sedikit sekali gambaran
yang dapat diperoleh dari sekuens tersebut. Analisis sekuens perlu dilakukan
untuk mengetahui beberapa karakteristik pentingnya seperti peta restriksi,
rangka baca, kodon awal dan kodon akhir, atau kemungkinan tempat promoternya. Di
samping itu, perlu juga dipelajari hubungan kekerabatan suatu sekuens baru
dengan beberapa sekuens lainnya yang telah terlebih dahulu diketahui. Biasanya,
analisis semacam itu dilakukan menggunakan paket-paket perangkat lunak.
2.4 Penerapan Rekayasa Genetika Dalam
Kehidupan Manusia
Teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika telah
melahirkan revolusi baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia, yang dikenal
sebagai revolusi gen. Penerapan rekayasa genetika dalam kehidupan manusia
menghasilkan berbagai produk yang dapat meningkatkan kesejahteraan umat manusia
sesuai dengan kebutuhannya. Produk teknologi tersebut berupa organisme
transgenik atau organisme hasil modifikasi genetik (OHMG), yang dalam bahasa
Inggris disebut dengan Genetically
Modified Organism (GMO). Namun, sering kali pula aplikasi teknologi DNA
rekombinan bukan berupa pemanfaatan langsung organisme transgeniknya, melainkan
produk yang dihasilkan oleh organisme transgenik.
Dewasa ini cukup banyak organisme transgenik atau pun
produknya yang dikenal oleh kalangan masyarakat luas. Beberapa di antaranya
bahkan telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut ini
akan dikemukakan beberapa contoh pemanfaatan organisme transgenik dan produk
yang dihasilkannya dalam berbagai bidang kehidupan manusia.
1. Bidang
Pertanian dan Peternakan
Teknik bioteknologi tanaman di bidang pertanian telah
dimanfaatkan terutama untuk memberikan karakter atau sifat baru pada berbagai
jenis tanaman. Teknologi rekayasa genetika tanaman memungkinkan pengintegrasian
gen-gen yang berasal dari organisme lain untuk perbaikan sifat tanaman.
Beberapa contoh aplikasi rekayasa genetika di bidang pertanian adalah
mengembangkan tanaman transgenik yang memiliki sifat: 1) toleran terhadap zat
kimia tertentu (tahan herbisida); 2) tahan terhadap hama dan penyakit tertentu;
3) mempunyai sifat-sifat khusus (misalnya tomat yang matangnya lama, padi yang
memproduksi beta-karoten dan vitamin A, kedelai dengan lemak tak jenuh rendah,
kentang dan pisang yang berkhasiat obat, dll.); 4) dapat mengambil nitrogen
sendiri dari udara (gen dari bakteri pemfiksasi nitrogen disisipkan ke tanaman
sehingga tanaman dapat memfiksasi nitrogen udara sendiri); dan 5) dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungan buruk (kekeringan, cuaca dingin, dan
tanah dengan kandungan garam tinggi).
Teknologi pemindahan gen atau transformasi gen untuk
mendapatkan tanaman transgenik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu langsung dan
tidak langsung. Contoh transfer gen secara langsung adalah perlakuan pada protoplas
tanaman dengan eletroporasi atau dengan polyethyleneglycol (PEG), penembakan
eksplan gen dengan gene gun atau di vortex dengan karbit silikon. Teknik
pemindahan gen secara tak langsung dilakukan dengan bantuan bakteri Agrobacterium tumefaciens.
1)
Metode elektroporasi.
Metode transfer DNA yang umum
digunakan pada tanaman monokotil adalah elektroporasi dari protoplas, perlakuan
polythyleneglycol (PEG) pada
protoplas dan kombinasi antara dua perlakuan tersebut diatas. PEG memudahkan
presipitasi DNA dan membuat kontak lebih baik dengan protoplas, juga melindungi
DNA plasmid mengalami degradasi dari enzim nuklease. Sedangkan elektroporasi
dengan perlakukan listrik voltase tinggi meyebabkan permeabilitasi tinggi untuk
sementara pada membran sel dengan membentuk pori-pori sehingga DNA mudah
penetrasi kedalam protoplas. Integritas membran kembali membaik seperti semula
dalam beberapa detik sampai semenit setelah perlakuan listrik. Jagung dan padi
telah berhasil dengan sukses ditransformasi melalui elektorporasi dengan
efisien antatar 0,1 – 1 %. Salah satu kelemahan penggunaan protoplas sebagai
eksplan untuk transformasi adalah sulitnya regenerasi dari protoplas, dan
variasi somaklonal akibat panjang periode kultur
2)
Karbid silikon (silicon carbide)
Metode transfer gen lain yang kurang
umum digunakan dalam transformasi tanaman tetapi telah dilaporkan berhasil
mentransformasi jagung, dan turfgrass adalah penggunaan karbid silikon (silicon
carbide). Suspensi sel tanaman yang akan ditransformasi dicampur dengan serat
silicon carbide dan DNA plasmid dari gen yang diinginkan dimasukkan kedalam
tabung Eppendorf, kemudian dilakukan
pencampuran dan pemutaran dengan vortex.
Serat karbid berfungsi sebagai jarum injeksi mikro (micro injection ) untuk
memudahkan transfer DNA kedalam sel tanaman. Metode ini telah digunakan dan
menghasilkan tanaman jagung transgenik yang fertil.
3)
Penembakan partikel (Particle
bombardment)
Teknik paling modern dalam
transformasi tanaman adalah penggunaan metoda gene gun atau particle bombardment. Metode transfer
gen ini dioperasikan secara fisik dengan menembakkan partikel DNA-coated
langsung ke sel atau jaringan tanaman. Dengan cara partikel dan DNA yang
ditambahkan menembus dinding sel dan membran, kemudian DNA melarut dan tersebar
dalam secara independen. Telah didemonstrasikan bahwa teknik ini efektif untuk
metransfer gen pada bermacam–macam eksplan. Penggunaan senjata gen memberikan hasil yang bersih dan
aman, meskipun ada kemungkinan terjadi kerusakan sel selama proses
penembakan berlangsung. Penggunaan particle bombardment membuka peluang
dan kemungkinan lebih muda dalam memproduksi tanaman transgenik dari berbagai
spesies yang sebelumnya sukar ditransformasi dengan Agrobacterium, khususnya
tanaman monokotil seperti padi, jagung, dan turfgrass..
4)
Metode transformasi yang dilakukan
atau diperantara oleh Agrobacterium
tumefaciens.
Dari banyak teknik transfer gen yang
berkembang, teknik melalui media vektor Agrobacterium
tumefaciens paling sering digunakan untuk melakukan transformasi tanaman,
terutama tanaman kelompok dikotil. Bakteri ini mampu mentransfer gen kedalam
genom tanaman melalui eksplan baik yang berupa potongan daun (leaf disc) atau
bagian lain dari jaringan tanaman yang mempunyai potensi beregenerasi tinggi.
Gen yang ditransfer terletak pada
plasmid Ti (tumor inducing). Segmen spesifik DNA plasmid Ti disebut T-DNA
(transfer DNA ) yang berpindah dari bakteri ke inti sel tanaman dan berintegrasi
kedalam genom tanaman. Karena Agrobacterium
tumefaciens merupakan patogen tanaman maka A. tumefaciens yang digunakan sebagai vektor untuk transformasi
tanaman adalah jenis bakteri yang plasmid Ti telah dilucuti virulensinya
(disarmed), sehingga sel tanaman yang ditransformasi oleh Agrobacterium dan
yang mampu beregenerasi akan membentuk suatu tanaman sehat hasil rekayasa
genetik.
Teknik transformasi melalui media
vektor Agrobacterium pada tanaman dikotil telah berhasil dengan baik tetapi
sebaliknya tidak umum digunakan pada tanaman monokotil. Namun beberapa peneliti
telah melaporkan bahwa beberapa strain Agrobacterium berhasil metransformasi
tanaman monokotil seperti jagung dan padi
Pada tahun 1996 luas areal untuk tanaman transgenik di
seluruh dunia telah mencapai 1,7 ha, dan tiga tahun kemudian meningkat menjadi
hampir 40 juta ha. Negara- negara yang melakukan penanaman tersebut antara lain
Amerika Serikat (28,7 juta ha), Argentina (6,7 juta ha), Kanada (4 juta ha),
Cina (0,3 juta ha), Australia (0,1 juta ha), dan Afrika Selatan (0,1 juta ha).
Indonesia sendiri pada tahun 1999 telah mengimpor produk pertanian tanaman
pangan transgenik berupa kedelai sebanyak 1,09 juta ton, bungkil kedelai
780.000 ton, dan jagung 687.000 ton. Pengembangan tanaman transgenik di
Indonesia meliputi jagung (Jawa Tengah), kapas (Jawa Tengah dan Sulawesi
Selatan), kedelai, kentang, dan padi (Jawa Tengah). Sementara itu, tanaman
transgenik lainnya yang masih dalam tahap penelitian di Indonesia adalah kacang
tanah, kakao, tebu, tembakau, dan ubi jalar.
Pada dasarnya rekayasa genetika di bidang pertanian
bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan suatu negara dengan cara
meningkatkan produksi, kualitas, dan upaya penanganan pascapanen serta
prosesing hasil pertanian. Peningkatkan produksi pangan melalui revolusi gen
ini ternyata memperlihatkan hasil yang jauh melampaui produksi pangan yang
dicapai dalam era revolusi hijau. Di samping itu, kualitas gizi serta daya
simpan produk pertanian juga dapat ditingkatkan sehingga secara ekonomi
memberikan keuntungan yang cukup nyata. Adapun dampak positif yang sebenarnya
diharapkan akan menyertai penemuan produk pangan hasil rekayasa genetika adalah
terciptanya keanekaragaman hayati yang lebih tinggi.
Di bidang peternakan hampir seluruh faktor produksi telah
tersentuh oleh teknologi DNA rekombinan, misalnya penurunan morbiditas penyakit
ternak serta perbaikan kualitas pakan dan bibit. Vaksin-vaksin untuk penyakit
mulut dan kuku pada sapi, rabies pada anjing, blue tongue pada domba,
white-diarrhea pada babi, dan fish-fibrosis pada ikan telah diproduksi
menggunakan teknologi DNA rekombinan.
Di samping itu, juga
telah dihasilkan hormon pertumbuhan untuk sapi (recombinant bovine
somatotropine atau rBST), babi (recombinant porcine somatotropine atau rPST),
dan ayam (chicken growth hormone). Penemuan ternak transgenik yang paling
menggegerkan dunia adalah ketika keberhasilan kloning domba Dolly diumumkan
pada tanggal 23 Februari 1997.
2. Bidang
Perkebunan, Kehutanan, dan Florikultur
Perkebunan kelapa sawit transgenik dengan minyak sawit yang
kadar karotennya lebih tinggi saat ini mulai dirintis pengembangannya. Begitu
pula, telah dikembangkan perkebunan karet transgenik dengan kadar protein
lateks yang lebih tinggi dan perkebunan kapas transgenik yang mampu
menghasilkan serat kapas berwarna yang lebih kuat dan juga ketahanan tanaman
terhadap hama, dengan mengintroduksi gen Bt yang berhubungan dengan ketahanan
serangga hama hasil isolasi bakteri tanah Bacillus
thuringiensis yang dapat memproduksi protein kristal yang bekerja seperti
insektisida (insecticidal crystal protein) yang dapat mematikan serangga hama
(Macintosh et al., 1990). Bacillus thuringiensis (Bt) adalah
bakteri gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan membentuk spora. Banyak
strain dari bakteri ini yang menghasilkan protein yang beracun bagi serangga.
Sejak diketahui potensi dari protein kristal atau cry Bt sebagai agen
pengendali serangga, semakin banyak dikembangkan isolasi Bt yang
mengandung berbagai jenis protein kristal. Dan sampai saat ini telah
diidentifikasi protein kristal yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo
serangga yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan
dari protein kristal tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai target
yang spesifik yaitu mematikan serangga dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk
dan mencemari lingkungan.
Di bidang kehutanan telah dikembangkan tanaman jati
transgenik, yang memiliki struktur kayu lebih baik. Selain itu Fasilitas Uji
Terbatas Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) menghasilkan tanaman sengon (Albazia
falcataria) transgenik pertama di dunia pada tahun 2010 lalu. Kayu sengon
bernilai ekonomis yang digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas,
perabotan rumah tangga, pagar, hingga pulp dan kertas. Akar tunggangnya yang
kuat, sehingga baik ditanam di tepi kawasan yang mudah terkena erosi dan
menjadi salah satu kebijakan pemerintah (Sengonisasi) di sekitar daerah aliran
sungai (DAS). Tanaman sengon transgenik yang mengandung gen xyloglucanase terbukti tumbuh lebih
cepat dan mengandung selulosa lebih tinggi daripada tanaman kontrol. Tanaman
ini berpotensi tumbuh lebih cepat saat dipindah ke lapangan.
Florikultur merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana
cara budidaya bunga. Florikultur merupakan praktek budidaya Hortikultura
dan tumbuhan atau tanaman untuk kebun, bunga segar untuk industri potong-Bunga
dan dalam pot untuk digunakan dalam ruangan. Hortikultura melibatkan ilmu bunga
dan budidaya tanaman dan di Floristry dengan menggunakan teknik
biokimia, fisiologi, pemuliaan tanaman serta berbagai produksi hasil
tanaman, Florikultur selalu mencari hal-hal baru bagaimana cara
menghasilkan tanaman dengan kualitas yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan
mereka untuk melawan dampak lingkungan. Di bidang florikultur antara lain telah
diperoleh tanaman anggrek transgenik dengan masa kesegaran bunga yang lama
serta lebih tahan terhadap serangan hama. Demikian pula, telah dapat dihasilkan
beberapa jenis tanaman bunga transgenik lainnya dengan warna bunga yang
diinginkan dan masa kesegaran bunga yang lebih panjang.
3. Bidang
Farmasi dan Industri
Di bidang farmasi, rekayasa genetika terbukti mampu
menghasilkan berbagai jenis obat dengan kualitas yang lebih baik sehingga
memberikan harapan dalam upaya penyembuhan sejumlah penyakit di masa mendatang.
Bahan-bahan untuk mendiagnosis berbagai macam penyakit dengan lebih akurat juga
telah dapat dihasilkan.
Teknik rekayasa genetika memungkinkan diperolehnya berbagai
produk industri farmasi penting seperti insulin, interferon, dan beberapa
hormon pertumbuhan dengan cara yang lebih efisien. Hal ini karena gen yang
bertanggung jawab atas sintesis produk-produk tersebut diklon ke dalam sel
inang bakteri tertentu yang sangat cepat pertumbuhannya dan hanya memerlukan
cara kultivasi biasa. Dengan mentransfer gen untuk produk protein yang
dikehendaki ke dalam bakteri, ragi, dan jenis sel lainnya yang mudah tumbuh di
dalam kultur seseorang dapat memproduksi protein dalam jumlah besar, yang
secara alami hanya terdapat dalam jumlah sangat sedikit.
1)
Pembuatan insulin melalui proses
rekayasa genetika
Insulin adalah suatu hormon
polipetida yang diproduksi dalam sel-sel
β kelenjar Langerhaens pankreas. Insulin berperan penting dalam regulasi
kadar gula darah (kadar gula darah dijaga 3,5-8,0 mmol/liter). Hormon insulin
yang diproduksi oleh tubuh kita dikenal juga sebagai sebutan insulin
endogen. Namun, ketika kalenjar pankreas mengalami gangguan sekresi guna
memproduksi hormon insulin, disaat inilah tubuh membutuhkan hormon insulin dari
luar tubuh, dapat berupa obat buatan manusia atau dikenal juga sebagai
sebutan insulin eksogen. Kekurangan insulin dapat menyebabkan
penyakit seperti diabetes mellitus tergantung insulin (diabetes tipe I).
Insulin terdiri dari 51 asam amino. Molekul insulin disusun oleh 2 rantai
polipeptida A dan B yang dihubungkan dengan ikatan disulfida. Rantai A terdiri
dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino.
Adapun proses pembuatan insulin
dengan menggunakan plasmid pada bakteri sebagai vektor pengklon (pembawa DNA)
sebagai berikut:
a.
Pengisolasian
vektor dan DNA sumber gen
Rangkaian DNA yang mengkode insulin dapat diisolasi dari gen
manusia yang sebelumnya telah ditumbuhkan dalam kultur di laboratorium. Vektor yang digunakan berupa plasmid
dari bakteri Escherichia coli. Plasmid
merupakan molekul DNA kecil, sirkuler, dapat bereplikasi sendiri dan terpisah
dari kromosom bakteri. Adapun plasmid yang digunakan mengandung gen:
·
Amp-R yang terbukti memberikan resistensi
pada sel inang terhadap antibiotik amphisilin.
·
LacZ yang mengkode enzim β-galaktosidase yang menghidrolisis gula laktosa.
Plasmid ini memiliki pengenalan tunggal untuk enzim
restriksi endonuklease yang digunakan dan urutan ini terletak dalam gen lacZ.
1)
Penyelipan
DNA ke dalam vector
·
Plasmid
maupun DNA manusia dipotong dengan menggunakan enzim restriksi yang sama dimana
enzim ini memotong DNA plasmid pada tempat restriksi tunggalnya dan mengganggu
gen lacZ.
·
Mencampurkan
fragmen DNA manusia dengan plasmid yang telah dipotong
·
Penambahan enzim ligase untuk membentuk ikatan kovalen
antara keduanya.
2)
Pemasukan
plasmid ke dalam sel bakteri
·
Plasmid
yang telah termodifikasi dicampurkan dalam kultur bakteri
·
Bakteri
akan mengambil plasmid rekombinan secara spontan melalui proses transformasi
namun tidak semua bakteri yang akan mengambil plasmid rekombinan yang
diinginkan
3)
Pengklonaan
sel dan gen asing
Bakteri hasil transformasi ditempatkan pada medium nutrient
padat yang mengandung amphisilin dan gula yang disebut X-gal. Amphisilin dalam medium yang akan memastikan bahwa hanya
bakteri yang mengandung plasmid yang dapat tumbuh karena adanya resistensi dari
amp-R. Sedangkan X-gal akan
memudahkan identifikasi koloni bakteri yang mengandung gen asing yang
disisipkan. X-gal ini akan dihidrolisis oleh β-galaktosidase menghasilkan produk berwarna biru, sehingga koloni
bakteri yang mengandung plasmid dengan gen β-galaktosidase utuh akan berwarna
biru.
Tetapi jika suatu plasmid memiliki DNA asing yang diselipkan
ke dalam gen lacZ-nya maka koloni sel
yang mengandung DNA asing ini akan berwarna putih karena sel tersebut tidak
bisa menghasilkan β-galaktosidase untuk menghidrolisis X-gal.
4)
Identifikasi
klon sel yang membawa gen yang diinginkan
Setelah tumbuh membentuk koloni,
bakteri yang mengandung DNA rekombinan diidentifikasi menggunakan probe asam nukleat. Probe adalah rantai RNA atau rantai tunggal DNA yang
diberi label isotop radioaktif atau bahan fluorescent
dan dapat berpasangan dengan basa nitrogen tertentu dari DNA rekombinan. Pada
langkah pembuatan insulin ini probe yang digunakan adalah RNAd dari gen
pengkode insulin pankreas manusia. Untuk memilih koloni bakteri mana yang
mengandung DNA rekombinan, caranya adalah menempatkan bakteri pada kertas
filter lalu disinari dengan ultraviolet. Bakteri yang memiliki DNA rekombinan
dan telah diberi probe akan tampak bersinar.
Setelah mengidentifikasi klon sel
yang diinginkan, kemudian ditumbuhkan dalam kultur cair dalam tangki besar dan
selanjutnya dengan mudah mengisolasi gen tersebut dalam jumlah besar. Selain
itu juga dapat digunakan sebagai probe untuk mengidentifikasi gen yang serupa
atau identik di dalam DNA dari sumber lain.
Pada industri pengolahan pangan, misalnya pada pembuatan
keju, enzim renet yang digunakan juga merupakan produk organisme transgenik.
Hampir 40% keju keras (hard cheese) yang diproduksi di Amerika Serikat
menggunakan enzim yang berasal dari organisme transgenik. Demikian pula,
bahan-bahan food additive seperti penambah cita rasa makanan, pengawet makanan,
pewarna pangan, pengental pangan, dan sebagainya saat ini banyak menggunakan
produk organisme transgenik.
4. Bidang
Lingkungan
Rekayasa genetika ternyata sangat berpotensi untuk
diaplikasikan dalam upaya penyelamatan keanekaragaman hayati, bahkan dalam
bioremidiasi lingkungan yang sudah terlanjur rusak. Dewasa ini berbagai strain
bakteri yang dapat digunakan untuk membersihkan lingkungan dari bermacam-macam
faktor pencemaran telah ditemukan dan diproduksi dalam skala industri. Sebagai
contoh, sejumlah pantai di salah satu negara industri dilaporkan telah
tercemari oleh metilmerkuri yang bersifat racun keras baik bagi hewan maupun manusia
meskipun dalam konsentrasi yang kecil sekali. Detoksifikasi logam air raksa
(merkuri) organik ini dilakukan menggunakan tanaman Arabidopsis thaliana transgenik yang membawa gen bakteri tertentu
yang dapat menghasilkan produk untuk mendetoksifikasi air raksa organik.
Keragaman metabolisme mikroba juga digunakan dalam menangani
limbah dari sumber-sumber lain. Pabrik pengolahan air kotor mengandalkan
kemampuan mikroba untuk mendegradasi berbagai senyawa organik menjadi bentuk
nontoksik. Akan tetapi, peningkatan jumlah senyawa yang secara potensial
berbahaya yang dilepas ke lingkungan tidak lagi bisa didegradasi oleh mikroba
yang tersedia secara alamiah, hidrokarbon klorinasi merupakan contoh utamanya.
Para ahli bioteknologi sedang mencoba merekayasa mikroba untuk mendegradasi
senyawa-senyawa ini. Mikroba ini dapat digunakan dalam pabrik pengolahan air
limbah atau digunakan oleh para manufaktur sebelum senyawa-senyawa itu dilepas
ke lingkungannya.
5.
Bidang Hukum dan Forensik
Pada kriminalitas dengan kekerasan,
darah atau jaringan lain dengan jumlah kecil dapat tertinggal di tempat
kejadian perkara atau pada pakaian atau barang-barang lain milik korban atau
penyerangnya. Jika ada perkosaan, air mani dalam jumlah kecil dapat ditemukan
dari tubuh korban. Pengujian yang digunakan biasanya menggunakan antibodi untuk
menguji protein permukaan sel yang spesifik. Namun pengujian ini membutuhkan
jaringan yang agak segar dengan jumlah yang relatif banyak. Pengujian DNA dapat
mengidentifikasi pelaku dengan derajat kepastian yang jauh lebih tinggi karena
urutan DNA setiap orang itu unik. Analisis RFLP (Restriction Fragment Length
Polymorphims) dengan Southern blotting merupakan metode ampuh untuk
pendeteksian kemiripan dan perbedaan sampel DNA dan hanya membutuhkan darah
atau jaringan lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Misalnya dalam kasus
pembunuhan metode ini dapat digunakan untuk membandingkan sampel DNA dari
tersangka, korban, dan sedikit darah yang dijumpai di TKP. Probe radioaktif
menandai pita elektroforesis yang mengandung penanda RFLP tertentu. Biasanya
saintis forensik menguji kira-kira lima penanda, dengan kata lain hanya
beberapa bagian DNA yang diuji. Akan tetapi, rangkaian penanda dari suatu
individu yang demikian sedikitpun sudah dapat memberikan sidik jari DNA atau
pola pita spesifik yang berguna untuk forensik karena probabilitas bahwa dua
orang akan memiliki rangkaian penanda RFLP yang tepat sama adalah kecil.
Autoradiografi meniru jenis bukti yang disajikan kepada para juri dalam
pengadilan percobaan pembunuhan.
Seperti
yang diungkapkan oleh analisis RFLP, DNA dari noda darah pada pakaian terdakwa
sama persis dengan sidik jari DNA korban tetapi berbeda dari sidik jari
terdakwa. Ini membuktikan bahwa darah dari pakaian terdakwa berasal dari korban
bukan dari terdakwa sendiri.
2.5 Dampak dari Penerapan Rekayasa Genetika
Meskipun terlihat begitu besar
memberikan manfaat dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang tentunya
memberikan dampak positif bagi kesejahteraan umat manusia, produk teknologi DNA
rekombinan (organisme transgenik beserta produk yang dihasilkannya) telah
memicu sejumlah perdebatan yang menarik sekaligus kontroversial apabila
ditinjau dari berbagai sudut pandang. Adapun kontroversi pemanfaatan produk
rekayasa genetika antara lain dapat dilihat dari aspek sosial, ekonomi,
kesehatan, dan lingkungan.
1. Aspek Sosial
a.
Aspek agama
Penggunaan gen yang berasal dari babi untuk memproduksi
bahan makanan dengan sendirinya akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan
pemeluk agama Islam. Demikian pula, penggunaan gen dari hewan dalam rangka
meningkatkan produksi bahan makanan akan menimbulkan kekhawatiran bagi kaum
vegetarian, yang mempunyai keyakinan tidak boleh mengonsumsi produk hewani.
Sementara itu, kloning manusia, baik parsial (hanya organ-organ tertentu)
maupun seutuhnya, apabila telah berhasil menjadi kenyataan akan mengundang kontroversi,
baik dari segi agama maupun nilai-nilai moral kemanusiaan universal. Demikian
juga, xenotransplantasi
(transplantasi organ hewan ke tubuh manusia) serta kloning stem cell
dari embrio manusia untuk kepentingan medis juga dapat dinilai sebagai bentuk
pelanggaran terhadap norma agama.
b.
Aspek etika dan estetika
Penggunaan bakteri E. coli sebagai sel inang
bagi gen tertentu yang akan diekspresikan produknya dalam skala industri,
misalnya industri pangan, akan terasa menjijikkan bagi sebagian masyarakat yang
hendak mengonsumsi pangan tersebut. Hal ini karena E coli merupakan
bakteri yang secara alami menghuni kolon manusia sehingga pada umumnya
diisolasi dari tinja manusia.
2. Aspek Ekonomi
Berbagai komoditas pertanian hasil rekayasa genetika
telah memberikan ancaman persaingan serius terhadap komoditas serupa yang
dihasilkan secara konvensional. Penggunaan tebu transgenik mampu menghasilkan
gula dengan derajat kemanisan jauh lebih tinggi daripada gula dari tebu atau
bit biasa. Hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi masa depan pabrik-pabrik
gula yang menggunakan bahan alami. Begitu juga, produksi minyak goreng canola
dari tanaman rapeseeds transgenik dapat berpuluh kali lipat bila dibandingkan
dengan produksi dari kelapa atau kelapa sawit sehingga mengancam eksistensi
industri minyak goreng konvensional. Di bidang peternakan, enzim yang
dihasilkan oleh organisme transgenik dapat memberikan kandungan protein hewani
yang lebih tinggi pada pakan ternak sehingga mengancam keberadaan pabrik-pabrik
tepung ikan, tepung daging, dan tepung tulang.
3. Aspek Kesehatan
a.
Potensi toksisitas bahan pangan
Dengan terjadinya transfer genetik
di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul bahan kimia baru yang
berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan. Sebagai contoh,
transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang tidak pernah berlangsung
secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang membahayakan
kesehatan. Rekayasa genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat mengintroduksi
alergen atau toksin baru yang semula tidak pernah dijumpai pada bahan pangan
konvensional. Di antara kedelai transgenik, misalnya, pernah dilaporkan adanya
kasus reaksi alergi yang serius. Begitu pula, pernah ditemukan kontaminan
toksik dari bakteri transgenik yang digunakan untuk menghasilkan pelengkap
makanan (food supplement) triptofan. Kemungkinan timbulnya risiko yang
sebelumnya tidak pernah terbayangkan terkait dengan akumulasi hasil metabolisme
tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang dapat memberikan kontribusi toksin,
alergen, dan bahaya genetik lainnya di dalam pangan manusia.
Beberapa organisme transgenik telah ditarik dari
peredaran karena terjadinya peningkatan kadar bahan toksik. Kentang Lenape
(Amerika Serikat dan Kanada) dan kentang Magnum Bonum (Swedia) diketahui
mempunyai kadar glikoalkaloid yang tinggi di dalam umbinya. Demikian pula, tanaman
seleri transgenik (Amerika Serikat) yang resisten terhadap serangga ternyata
memiliki kadar psoralen, suatu karsinogen, yang tinggi.
b.
Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan
WHO pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai
jenis bahan kimia baru, baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun
produknya, berpotensi menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu
bagi penyakit lain. Sebagai contoh, gen aad yang terdapat di dalam kapas
transgenik dapat berpindah ke bakteri penyebab kencing nanah Neisseria
gonorrhoeae (GO).
Akibatnya, bakteri ini menjadi kebal terhadap antibiotik streptomisin dan
spektinomisin. Padahal, selama ini hanya dua macam antibiotik itulah yang dapat
mematikan bakteri tersebut. Oleh karena itu, penyakit GO dikhawatirkan tidak
dapat diobati lagi dengan adanya kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita
penderita GO untuk tidak memakai pembalut dari bahan kapas transgenik.
Contoh lainnya adalah karet transgenik yang diketahui
menghasilkan lateks dengan kadar protein tinggi sehingga apabila digunakan
dalam pembuatan sarung tangan dan kondom, dapat diperoleh kualitas yang sangat
baik. Namun, di Amerika Serikat pada tahun 1999 dilaporkan ada sekitar 20 juta
penderita alergi akibat pemakaian sarung tangan dan kondom dari bahan karet
transgenik.
Selain pada manusia, organisme transgenik juga
diketahui dapat menimbulkan penyakit pada hewan. A. Putzai di Inggris pada
tahun 1998 melaporkan bahwa tikus percobaan yang diberi pakan kentang
transgenik memperlihatkan gejala kekerdilan dan imunodepresi. Fenomena yang
serupa dijumpai pada ternak unggas di Indonesia, yang diberi pakan jagung pipil
dan bungkil kedelai impor. Jagung dan bungkil kedelai tersebut diimpor dari
negara-negara yang telah mengembangkan berbagai tanaman transgenik sehingga
diduga kuat bahwa kedua tanaman tersebut merupakan tanaman transgenik.
4. Aspek Lingkungan
a.
Potensi erosi plasma nutfah
Penggunaan tembakau transgenik
telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang telah ditanam sejak
tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah hewan pun
mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh, dikembangkannya tanaman transgenik
yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat
menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus)
sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat
musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut. Hal ini terjadi karena gen resisten
pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt dapat dipindahkan kepada gulma milkweed
(Asclepia curassavica) yang berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun
gulma ini merupakan pakan bagi larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu
raja yang memakan daun gulma milkweed yang telah kemasukan gen resisten
pestisida tersebut akan mengalami kematian. Dengan demikian, telah terjadi
kematian organisme nontarget, yang cepat atau lambat dapat memberikan ancaman
bagi eksistensi plasma nutfahnya.
b.
Potensi pergeseran gen
Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap
serangga Lepidoptera setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat
mematikan mikroorganisme dan organisme tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman
tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami pergeseran gen karena semula
hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan
organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini
dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur tanah di areal
pertanamannya.
c.
Potensi pergeseran ekologi
Organisme transgenik dapat pula
mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada mulanya tidak tahan terhadap
suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa atau lignin,
setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor lingkungan
tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan
lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.
Tanaman transgenik dapat menghasilkan protease inhibitor di
dalam sari bunga sehingga lebah madu tidak dapat membedakan bau berbagai sari
bunga. Hal ini akan mengakibatkan gangguan ekosistem lebah madu di samping juga
terjadi gangguan terhadap madu yang diproduksi.
d.
Potensi terbentuknya barrier species
Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik
menyebabkan terbentuknya barrier species yang memiliki kekhususan
tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan adalah terbentuknya
superpatogenitas pada mikroorganisme.
e.
Potensi mudah diserang penyakit
Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami
kekalahan kompetisi dengan gulma liar yang memang telah lama beradaptasi
terhadap berbagai kondisi lingkungan yang buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman
transgenik berpotensi mudah diserang penyakit dan lebih disukai oleh serangga.
Sebagai contoh, penggunaan tanaman transgenik yang
resisten terhadap herbisida akan mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam
akar. Akibatnya, akan makin banyak cendawan dan bakteri yang datang menyerang
akar tanaman tersebut. Dengan perkataan lain, terjadi peningkatan jumlah dan
jenis mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik tahan herbisida. Jadi,
tanaman transgenik tahan herbisida justru memerlukan penggunaan pestisida yang
lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri bagi
lingkungan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Rekayasa genetika merupakan penerapan teknik-teknik genetika
molekuler untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem
ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu. Dasar dari
pengembangan teknologi DNA Rekombinan adalah ditemukannya mekanisme seksual
pada bakteri. Perangkat yang digunakan dalam teknik DNA rekombinan diantaranya
enzim restriksi, enzim ligase, vektor, pustaka genom, serta
enzim transkripsi balik
Tahapan-tahapan
yang umum digunakan dalam teknologi DNA rekombinan adalah isolasi DNA,
pemotongan molekul DNA, penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor, transformasi
sel inang, pengklonaan vektor pembawa DNA rekombinan, dan identifikasi klon sel
yang membawa gen yang diinginkan.
Adapun perangkat yang digunakan dalam teknik DNA rekombinan
diantaranya enzim restriksi untuk
memotong DNA, enzim ligase untuk
menyambung DNA, vektor untuk
menyambung dan mengklonkan gen di dalam sel hidup dimana vektor yang sering
digunakan diantarnya plasmid dan bakteriofag, pustaka genom untuk menyimpan gen atau fragmen DNA yang telah
diklonkan, serta enzim transkripsi balik
untuk membuat DNA berdasarkan RNA (cDNA).
Adapun
penerapan rekayasa genetika dalam kehidupan manusia yaitu di bidang pertanian,
peternakan, perkebunan, kehutanan, florikultur, farmasi, industri, lingkungan,
hukum dan forensik.
DAFTAR PUSTAKA
Edi, Syahmi.
2014. Pengantar Bioteknologi. Medan:
FMIPA UNIMED
Smith,
John E. 1990. Prinsip Bioteknologi. Jakarta: Gramedia
Subra, Rao.
1994. Rekayasa Genetika. Jakarta:
UI-Press
Welsh, James
R.1991. Dasar-Dasar Genetika dan
Pemuliaan Tanaman. Jakarta: Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar