BAB II
ISI
2.1. Fiksatif Tunggal –
Bahan Pembuatan Fiksatif Campuran
Bahan-bahan kimia dibawah ini pada
awalnya digunakan sebagai fiksatif tunggal. Tetapi pada perkembangan
selanjutnya, bahan-bahan tersebut kecuali beberapa bahan tertentu, sudah jarang
digunakan secara sendirian tetapi dijadikan sebagai salah satu komponen dari
fiksatif komponen.
1. Asam
Asetat (CH3COOH)
Asam asetat adalah bahan fiksatif paling tua yang
pernah dikenal, sejak abad ke -18 asam cuka telah digunakan untuk mengawetkan
hydra. Dalam teknik modern, bahan ini jarang digunakan secara tunggal tetapi
merupakan komponen pnting dari berbagai larutan fiksatif berhubung karena
aksinya yang sangat efektif dalam memfiksasi inti sel dan daya
penetrabilitasnya yang tinggi. Asam asetat memfiksasi nucleoprotein dengan baik
tetapi tidak memfiksasi protein sitoplasma. Tidak mengeraskan jaringan bahkan
sebaliknya dapat mencegah mengerasnya jaringan karena yang disebabkan alcohol.
Asam asetat murni sering disebut asam asetat glacial
(asam asetat berasap) karena konsentrat ini bersifat padat pada temperatur di
bawah 170C.
2. Aseton
(CH3COCH3)
Aseton biasanya digunakan untuk mempelajari
enzim-enzim jaringan seperti fosfatase dan lipase. Bahan ini memiliki daya
penetrasi jaringan yang rendah sehingga hanya potongan jaringan yang akan
difiksasi haruss kecil ukurannya, digunakan dalam keadaan dingin.
3. Kromium
trioksida (CrO3), asam kromat
Kristalin kromium trioksida (CrO3)
disebut asam kromat jika dilarutkan dalam air, biasanya dengan konsentrasi
0,5%. Sifat-sifat umumnya antara lain : menembus jaringan dengan lambat,
mengeraskan jaringan secara moderat, menimbulkan sedikit kerutan jaringan,
membentuk rongga dalam sitoplasma dan sedikit mengubah struktur (bentuk) inti.
Bahan ini merupakan koagulan nucleoprotein yang baik dan meningkatkan daya
serap bahan inti terhadap warna. Selain itu juga dapat mengoksidasi
polisakarida menjadi bentuk aldehida, suatu sifat yang dimanfaatkan dalam uji
histokimia Bauer untuk melokalisasi glikogen dan polisakarida yang lain.
4. Alkohol
Adalah fiksatif umum jaringan yang kurang baik
karena tidak dapat memfiksasi bahan inti (kromatin) secara memadai. Bahan ini
merupakan koagulan sitoplasma yang baik tetapi tidak dapat digunakan untuk
memfiksasi lipida karena lipida larut dalam alkohol. Etil alkohol (etanol, C2H6OH)
akan mengeraskan jaringan tetapi kadang-kadang digunakan sebagai fiksatif untuk
enzim-enzim tertentu dan sangat baik untuk jaringan saraf terutama jika ingin
mempelajari badan Nissl.
Metil alkohol (metanol, CH3OH) biasanya
digunakan sebagai fiksatif tunggal, khususnya untuk jaringan hematologis.
5. Aldehida
(HCHO)
Formaldehida umumnya dijual dalam bentuk larutan
(biasanya 40%) dalam air dengan nama formalin. Kandungan actual formalin dalam
suatu larutan biasanya ditentukan berdasarkan produk komersial, contohnya:
larutan formalin 10% berarti terdiri dari 10 bagian formalin komersial
(formalin 40%) dicampur dengan 90 bagian akuades, kecuali dinyatakan lain.
Jika dibiarkan terlalu lama, formali akan mengalami
polimerisasi membentuk paraformaldehida atau mengalami oksidasi menjadi asam
format. Formaldehida yang telah mengalami polimerisasi ditandai dengan
terbentuknya endapan berwarna putih.
Formalin dapat mempenetrasi jaringan dengan
kecepatan yang moderat, tetapi aksi fiksasinya berjalan lambat. Walaupun
formalin dapat mengawetkan sel-sel secara memadai, tetapi sel-sel tersebut
tidak dapat terlindungi secara penuh kecuali jika jaringan dikeraskan dengan
cara merendamnya dalam formalin untuk jangka waktu yang lama.
Formalin merupakan fiksatif yang baik untuk lemak
tetapi tidak memfiksasi karbohidrat yang larut, tidak melarutkan lipoid atau
lemak tetapi melarutkan sebagian glikogen dan urea.
6. Merkuri
Klorida (HgCl2)
Biasanya digunakan dalam bentuk larutan jenuh dalm
air (lebih kurang 70%), bersifat asam berhubung terjadinya pelepasn ion H+
dan Cl- dalam air tersebut. Merkuri klorida mempenetrasi jaringan
cukup cepat tetapi kalah cepat dibandingkan asam asetat, mengeraskan jaringan
secara memadai. Merkuri klorida sangat
baik untuk memfiksasi mucin.
Kelemahan merkuri klorida antara lain adalah bahan
ini mendepositkan endapan bahan kimia tertentu dalam jaringan. Endapan ini
dapat berupa kristalin (berbentuk jarum) atau merkuri logam (endapan amorf atau
ireguler). Kelemahan lain erkuri klorida adalah kenyataan bahwa kristal merkuri
klorida bersifat menghambat pembekuan jaringan sehingga sangat sulit untuk
membuat sayatan beku yang baik dengan bahan ini.
7. Osmium
tetroksida (OsO4), asam osmat
Dalam larutan (biasanya 1% dalam akuades) osmium tetroksida
akan bereaksi dengan satu molekul air membentuk H2OsO5
yang secara salah sering disebut asam
osmat. Catatan, rumus molekul osmat seharusnya H2OsO4.
Asam osmat mengawetkan sitoplasma dan inti tetapi,
walaupun dapat meningkatkan pewarnaan kromatin oleh pewarna basa, bahan ini
malah menurunkan pewarnaan sitoplasma. Karena asam osmat akan tereduksi oleh
cahaya dan panas, maka bahan ini disimpan pada tempat yang gelap dan dingin
Asam osmat merupakan fiksatif yang baik untuk
preparasi mikroskop electron, jaringan umumnya dipostfiksasi dengan larutan ini
sebelum diproses untuk keperluan pengamatan dengan mikroskop elektron.
8. Asam
pikrat [C6H2(NO2)3OH]
Digunakan dalam bentuk larutan jenuh dalam aquades
(0,9 – 1,2%). Bahan ini merupakan koagulan protein yang sangat baik dan akan
membentuk protein pikrat yang memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap
pewarna asam, tidak melarutkan lipida dan sangat direkomendasikan untuk fiksasi
glikogen.
Asam pikrat merupakan konstituen fiksatif yang
digemari karena tidak mengeraskan jaringan, tetapi bahan ini tidak dapat
digunakan sendirian sebagai fiksatif tunggal karena efek pengkerutannya yang
sangat besar.
9. Kalium
dikromat (K2Cr7O7)
Kalium dikromat merupakan suatu non koagulan protein
dan membuat protein bersifat lebih basa tetapi dapat melarutkan nucleoprotein.
Kalium dikromat biasanya digunakan dalam pengamatan mitokondria.
Kalium dikromat dapat dikombinasikan dengan merkuri
klorida, asam pikrat dan asam osmat, tetapi akan bereaksi dengan formalin
sehingga tidak boleh dicampur dengan formalin sampai saat akan digunakan. Jika
ditambahkan asam asetat, mitokondria akan hilang tetapi kromosom menjadi lebih
jelas. Setelah fiksasi sebaiknya jaringan dicuci terlebih dahulu dengan air
untuk mencegah terbentunya endapan Cr2O5 jika jaringan
langsung bersentuhan dengan alkohol.
10. Asam
trikloroasetat (CCl3COOH)
Bahan ini tidak pernah digunakan sebagai fiksatif
secara tunggal, sifat aksinya sama dengan asam asetat, dapat membengkakkan
jaringan dengan memiliki aktivitas dekalsifikasi. Setelah fiksasi sebaiknya
jaringan dicuci dengan alkohol dan bukan dengan air.
11. Larutan Gilson
Merkuri klorida jenuh 20 bagian
Asam kromat 1% 20 bagian
Asam nitrat 2 bagian
Asam asetat glasial 2 bagian
Larutan jenuh merkuri klorida dibuat
dengan melarutkan 10 g bahan ini dengan 100 mlakuades. Larutan Gilson mematikan
dan menembus jaringan dengan cepat, serta tidak menimbulkan kontraksi jaringan.
Larutan ini sangat baik untuk invertebrata seperti annelida, cacing pipih,
cacing giligdan larva insekta.
12. Larutan Bensey AOB
Asam osmat 2% 2 ml
Kalium dikromat 2,5% 8 ml
Asam asetat glasial 1 tetes
Fiksatif ini sangat disarankan untuk
tujuan pengamatan mitokondria.
13. Larutan Regaud
Kalium dikromat 3% 80 ml
Formalin komersial 20 ml
Karena larutan ini merupakan larutan
fiksatif umum sitoplasma, maka jika ingin mengamati mitokondria ada baiknya
jika formalin dinetralisasi terlebih dulu sampai pH 6,5 sebelum dicampur dengan
kalium dikromat. Setelah fiksasi sebaiknya jaringan dicuci terlebih dahulu.
14. Larutan Bianco
Asam kromat 1
g
Asam asetat glasial 5 ml
Akuades 100 ml
Fiksatif ini khusus diadaptasi untuk
digunakan pada invertebrata kecil. Larutan yang digunakan harus segar
(disiapkan beberapa saat sebelum digunakan), jaringan direndam selama 30 menit
(untuk larva invertebrata) atau satu malam (untuk polychaeta). Setelah fiksasi
jaringan harus dicuci dengan air ledeng mengalir sampai warna hilang.
15. Larutan Gate
Asam kromat 0,7
g
Asam asetat glasial 0,5 ml
Akuades 100 ml
Larutan ini sangat baik untuk
fiksasi kromosom yang terdapat pada uujung akar tumbuhan. Sampel jaringan harus
direndam selama satu malam dan kemudian dicuci dengan air ledeng mengalir.
16. Larutan Navashin
Asam kromat 0,8
g
Asam asetat glasial 20 ml
Formalin komersial 5 ml
Akuades 100 ml
Larutan ini harus dibuat selalu
segar, atau dibuat dalam bentuk dua larutan dimana asam kromat harus terpisah
dari formalin.
17. Larutan Carnoy
Alkohol absolut 60 ml
Kloroform 30 ml
Asam asetat glasial 10 ml
Rendam potongan kecil
jaringan selama 30 – 90 menit lalu pindahkan ke dalam kloroform murni selama 30
menit dan kemudian langsung pindahkan ke parafin cair 93 kali ganti). Tanam
dalam parafin. Tidak dibutuhkan dehidrasi setelah fiksasi. Ini merupakan metode
cepat untuk sayatan parafin, dan memberi hasil yang cukup memadai untuk tujuan
pengamatan histologi umum. Tetapi jika waktu bukanlah faktor pembatas,
sebaiknya larutan ini tidak digunakan karena bisa mengeriputkan jaringan secara
signifikan.
18. Larutan Alkohol-Formalin-Asetat
(AFA)
Etanol 70% 90 ml
Formalin komersial 10 ml
Asam asetat glasial 2 ml
Fiksatif ini sangat
umum digunakan dalam teknik parasitologi untuk memfiksasi cacing parasit dalam
usus teristimewa jika ingin diproses in toto. Jika pewarnaan ingin dilakukan in
toto, sebaiknya jaringan langsung dipindah ke alkohol 35% setelah fiksasi.
19. larutan Kolmer
Kalium dikromat 1,8 g
Uranil asetat 0,75 g
Formalin komersial 3,6 ml
Asam asetat glasial 9,0 ml
Asam trikloroasetat 4,8 ml
Akuades 87 ml
Pada awalnya fiksatif ini
dikembangkan untuk memfiksasi jaringan mata secara utuh, tetapi larutan ini
juga ternyata memberi hasil yang sangat memuaskan jika digunakan untuk
pengamatan struktur saraf. Karena itu garam uranium telah digunakan secara luas
dalam fiksatif yang ditujukan untuk mempelajari sistem saraf pusat secara
khusus tetapi formula khusus ini dapat pula digunakan untuk keperluan yang
lebih umum. Fiksasi dengan menggunakan bahanini harus dilakukan selama satu malam
dan jaringan harus dicuci dengan air ledeng mengalir setelah fiksasi.
20. Larutan Petrunkewitsch
Larutan A :
Asam nitrat 12 ml
Nitrat dari cuprum 8 g
Akuades 100 ml
Larutan B :
Phenol 4 g
Etil eter 6 g
Etanol 80 % 100 ml
Pada saat akan
digunakan campurkan satu bagian larutan A dengan 3 bagian larutan Fiksatif ini
memberi hasil yang sama baiknya dengan larutan Gilson. Fiksasi jaringan antara
2 – 3 hari, jangan lebih karena bisa merusak jaringan, setelah fiksasi cuci
jaringan dengan etanol 70%.
Proses fiksasi
jaringan- Beberapa pertimbangan
Berbagai pertimbangan
yang harus di perhatikan ketika harus melakukan fiksasi jaringan:
Pertimbangan pertama dalam pemilihan
fiksasi adalah tujuan pengamatan yang akan dicapai dalam pembuatan preparat
histologi. Apakah tujuan dicapai secara memadai hanya dengan menggunakan
fiksasi umum (all-purpose fixative)
atau harus menggunakan fiksasi khusus? Biasanya fiksasi yang dilarutkan didalam
air akn melarutkan glikogen sementara yang dilarutkan dalam alkohol akan
menghilangkan lipida jaringan.
Pertimbangan kedua adalah tentang
efek pengerasan jaringan yang ditimbulkan oleh fiksasi. Suatu fiksasi yang
menimbulkan efek pengerasan berlebih akan menimbulkan masalah dengan jaringan
hati dan otot, dan sebaliknya, suatu fiksasi yang memiliki semua sifat khusus
yang diinginkan tetapi tidak bisa mengeraskan jaringan harus dihindarkan
pemakaiannya.Pertimbangan yang ketiga adalah menyangkut volume fiksatif.
Maserasi – Perlakuan Khusus untuk Jaringan
Padat
Kadang – kadang, untuk jaringan tertentu yang benar –
benar padat, fiksasi tidak bisa segera dilakukan jika jaringan masih segar,
perlu perlakuan khusus terlebih dahulu. Contohnya dari jarngan padat ini
mungkin perlu dipoisahkan terlebih dahulu serabut otot atau saraf atau jaringan
lain. Perlakuan khusus ini disebut miserasi. Perlakuan ini biasanya dilakukan
dengan cara merendam jaringan dengan larutan tertentu dan larutan ini disebut
miserasi.
Beberapa larutan yang sering ddipakai untuk keperluan
miserasi
1.
Alkohol
30% : 24 jam atau lebih (sampai 4 hari)
2.
Formalin
(1 bagian) dalam larutan garam NaCl 10% (100 bagian) : 24 jam atau lebih
3.
NaCl 1%
: 24 jam atau lebih atau lebih
4.
Asam
kromat 0.2% (aqueous) : 24 jam
5.
Asam
nitrat 20% (aqueous), sangat disarankan untuk isolasi otot halus yang terdapat
pada kantung kemih
6.
Asam
borat (larutan jenuh dalam salin atau air laut untuk cacing laut) ditambah 2
tetes larutan yodium Lugol untuk setiap 25 ml larutan : 2 – 3 hari
7.
Kalium
hidroksida 33% (aqueous), sangat baik untuk mengisolasi otot rangka dan otot halus. Setelah direndam
selama 1 – 1.5 jam, pisah – pisah jaringan dengan jarum
8.
Asam
osmat 0,01% dapat mendisosiasi dan sekaligus memfiksasi serabut otot dalam
beberapa hari. Penambahan asam asetat 1% kedala l;arutan akan mempercepat
disosiasi dan fiksasi. Rendam hanya potongan jaringan kecil
9.
Maserasi
dengan enzim. Sangat baik untuk jaringan ikat, retikulum dan lain – lain. Masukkan sayatan beku jaringan ikat kedalam
larutan berikut :
a.
Pancreatin
siccum 5,0 g
b.
Natrium
bikarbonat 10,0 g
c.
Akuades 100,0 g
Langsung cuci dan diwarnai.
Fiksasi
dengan Cara Perfusi
Fiksasi dengan cara perfusi yaitu dilakukan dengan cara
memaksa masuk fiksatif kedalam jaringan dengan alat tertentu. Perfusi dapat
dilakukan dengan baik pada hewan yang sudah mati maupun pada hewan masih hidup
tetapi sudah berada dibawah pengaruh bahan anestesi. Cara perfusi ini sangat bermanfaat pada
jaringan atau organ tertentu yang membutuhkan fiksasi sesegera mungkin tetapi tidak
dapat dikoleksi dengan cepat, contoh utamanya adalah sistem saraf pusat. Namu
kebanyakan organ tidak dapat terfiksasi secara memadai hanya dengan metode perfusi karena cairan
perfusi biasanya mengalalir keluar dari dalam sel selama proses pemompaan.
Peralatan utama yang digunakan adalah kanula gelas dengan ukuran sesuai dengan
diameter aorta yang akan digunakan, dan beberapa selang karet yang berfungsi
untuk menghubungkan kanula dan botol perfusi.
Cara
melakukan perfusi
Setelah hewan dibius, potong pembuluh darah disekitar
leher. Dedahkan jantung dengan cara memotong bagian kartilago rusuk yang
diikuti dengan mengangkat sternum. Setelah itu syat bagian perikardium dan
lipat ke bagian belakang hingga arteri – arteri besar terlihat dengan jelas. Bersihkan
aorta dari jaringan lain yang melekat dan buat ikatan dibelakangnya. Buat satu
celah kecil pada dinding aorta ( mengarah ke posterior ) dan dengan hati hati
selipkan sebuah kanula yang sebelumnya telah dibasahi. Buka atrium kanan sehingga darah dan cairan
lain dapat mengalir keluar.
Sebelum fiksatilf diperfusi ada baiknya diawali dengan
injeksi larutan salin (50 – 100 ml) untuk mengeluarkan residu darah yang masih
menenpel pada dinding pembuluh darah. Jika fiksatif yang akan digunakan adalah
formalin dikromat subtitusi kalium dikromat 2,5% dengan salin normal. Isi botol
perfusi dengan fiksatif (500 – 1000 ml, tergantung ukuran tubuh hewan), yang
telah dihangatkan setara dengan suhu tubuh. Letakkan botol perfusi selevel
dengan permukaan meja, buka keran yang terdapat pada selang karet kemudian
botol perfusi secara perlahan sampai mencapai ketinggian 4 – 5 kaki pada
ketinggian mana akan timbul tekanan yang memadai untuk memaksa darah keluar.
Setelah 5 menit, buak abdomen dan amati organ yang ingin diferfusi. Jika
pembuluh darah pada permukaan organ masih berisi darah dan organ belum berubah
warna maka ada kemungkinan bahwa perfusi tidak berhasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar