BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati
yang luar biasa, salah satunya adalah anggrek, diperkirakan sekitar 5000 jenis
anggrek spesies tersebar di hutan wilayah Indonesia. Potensi ini sangat
berharga bagi pengembang dan pecinta anggrek di Indonesia, khususnya potensi
genetis untuk menghasilkan anggrek silangan yang memiliki nilai komersial
tinggi. Potensi tersebut akan menjadi tidak berarti manakala penebangan hutan
dan eksploitasi besar-besaran terjadi di hutan kita, belum lagi pencurian
terang-terangan ataupun “terselubung” dengan dalih kerjasama dan sumbangan penelitian baik oleh masyarakat kita maupun
orang asing. Sementara itu hanya sebagian kecil pihak yang mampu melakukan
pengembangan dan pemanfaatan anggrek spesies, khususnya yang berkaitan dengan
teknologi kultur jaringan. Tidak dipungkiri bahwa metode terbaik hingga saat
ini dalam pelestarian dan perbanyakan anggrek adalah dengan kultur jaringan,
karena melalui kultur jaringan banyak hal yang bisa dilakukan dibandingkan
dengan metode konvensional.
1.2 Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang
dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dengan teknologi kultur jaringan.
2.
Bagaimana teknik kultur jaringan?
3.
Apa saja manfaat dan kekurangan kultur jaringan ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan apa yang dimaksud dengan teknologi kultur
jaringan.
2.
Mengetahui cara pelaksanaan atau proses kultur
jaringan.
3.
Menyebutkan dan menjelaskan manfaat dan kekurangan
kultur jaringan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kultur Jaringan
Kultur
jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
protoplasma, sel, kelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam
kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Pada mulanya, orientasi teknik
kultur jaringan hanya pada pembuktian teori totipotensi sel. Kemudian teknik
kultur jaringan berkembang menjadi sarana penelitian dibidang fisiologi tanaman
dan aspek-aspek biokimia tanaman. Dewasa ini, setelah mengalami banyak
perkembangan dan penyempurnaan, teknik kultur jaringan telah dipergunakan dalam
industri tanaman.
Perbanyakan
mikro merupakan contoh aspek yang menarik dari penerapan kultur jaringan,
terutama untuk beberapa jenis tanaman yang biasa diperbanyak secara vegetatif.
Perbanyakan mikro, secara umum dapat diartikan sebagai usaha menumbuhkan bagian
tanaman dalam media aseptik, dan
memperbanyaknya sehingga menghasilkan tanaman sempurna. Tanaman kecil ini
kemudian dipindahkan ke media non aseptik. Tujuan pokok penerapan perbanyakan
mikro, adalah produksi tanaman dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat,
terutama untuk varietas-varietas unggul yang baru dihasilkan.
Meristem
dan ujung akar tanaman dapat dikultur secara aksenik pada media kultur jaringan
khusus untuk menghasilkan satu massa sel yang tidak terdiferensiasi yang
dikenal sebagai ‘kalus’ dan dari sepotong kecil bahan kalus ini dapat
dihasilkan banyak kalus. Sel-sel individual dari kalus yang dimaserasi
seringkali dapat diregenerasi menjadi kalus-kalus baru dengan cara
menumbuhkannya pada media khusus. Dari kultur kalus-kalus ini, dapat
ditumbuhkan tanaman baru dengan mula-mula mentransfer anakan tumbuhan kedalam
pot-pot kecil dan kemudian ke tanah setelah tumbuhan itu teradaptasi denagn
lingkunagannya. Teknik ini, yang sudah dikenal sejak tahun 1930 telah mencapai
tahap pemakaian komersial dengan menghasilkan klon-klon tanaman yang seragam
dalam ciri tertentu seperti bebas dari penyakit yang ditularkan oleh biji,
bebas virus, bebas kerusakan karena pembekuan, tahan garam dan memiliki
ciri-ciri lain lagi yang tak mungkin diperoleh melaluimetode penangkaran
tanaman. Terdapat macam-macam tipe kultur jaringan yang sering dipakai – kultur
kalus, kultur suspensi sel, kultur organ, kultur meristem ujung dan kultur
protoplas. Dalam hal kultur protoplas, dinding sel dihilangkan dengan lisozim
atau enzim pelarut dinding sel yang tepat, dan dikulturkan dalam medium yang
cocok, suatu teknik yang memudahkan manipulasi satuan-satuan sel tanpa gangguan
dinding sel.
Beberapa
contoh penggunaan kultur jaringan dalam pertanian adalah sebagai berikut:
Ketela pohon (Manihot utilisima)
umumnya dikembangbiakkan dengan menanam sepotong batangnya yang tua (stek) ke
dalam tanah. Stek ini diikat menjadi satu dan diangkut dari tempat yang satu ke
tempat lain atau dari negara yang satu ke negara lain sehingga menimbulkan
masalah karantina karena kuman bibit penyakit mungkin ikut dipindahkan melalui
stek ketela pohon. Pusat PertanianTanaman Tropis Internasional (CIAT) dan
Institut Pertanian Tropis Internasional (IITA) menangkar varietas ketela pohon
yang baru yang memiliki resistansi terhadap penyakit dan hama dan mengembangkan
suatu galur bebas penyakit melalui kultur meristem untuk dikirimkan dalam
kondisi aseptik ke negara-negara Afrika. CIAT juga telah memiliki plasma nutfah
ketela pohon in vitro dengan tambahan
700 kultur meristem dalam bank. Demikian pula tanaman haploid telah
dikembangkan dari kepala sari (kultur kepala sari) dan tanaman homozigot telah
dihasilkan dalam satu generasi, suatu proses yang dengan metode penangkaran tanaman
secara konvensional membutuhkan lima atau enam generasi.
Institut
Riset Padi Internasional (IRRI) memperoleh varian padi yang tahan garam yaitu varietas Taichung 65
melalui teknik kultur jarinagn dengan panen 20% lebih tinggi daripada induknya
yang paling cocok untuk kondisi yang banyak garam. IRRI juga mengembangkan
galur-galur dari varietas Taichung 65 yang dapat mengatasi keracunan aluminium.
Di Asia, karena rendahnya temperatur di permukaan yang tinggi tempat
pembudidayaan tanaman padi, hasil panen biasanya rendah. Dengan teknik kultur
kepala sari, IRRI telah berusaha mengembangkan galur padi yang tahan dingin.
Anakan tumbuhan dan umbi kentang yang bebas penyakit dapat dikembangkan dengan
teknologi kultur jaringan. Institut Riset Internasional untuk Tanaman Budi Daya
Tropis Setengah Kering (ICRISAT) menggunakan kultur meristem untuk menghasilkan
plasma nutfah kacang tanah yang bebas penyakit. Institut Riset Pertanian India
(IARI) telah berhasil mengatasi masalah mengganggu yaitu kemandulan pepaya (Carica papaya) jantan dengan teknik
kultur jaringan.
Azolla merupakan paku air yang berhasil dipakai
sebagai pemasok nitrogen dalam budidaya padi karena sistem ini memfiksasi
nitrogen melalui alga Anabaena azollae
yang menghuni dedaunannya. Menurut Dr.M.S Swaminathan, Direktur Jendral IRRI,
teknik fusi protoplasma dan generasi sel hibrid dapat digunakan untuk menyilang
suatu Azolla yang memiliki hasil
panen rendah tetapi toleran terhadap temperatur tinggi dengan Azolla yang memiliki hasil panen tinggi
tetapi mempunyai iklim dingin.Apabila hal ini dapat dicapai, galur-galur Azolla dapat digunakan sehingga menghasilkan 400kg
N/ha disawah-sawah daerah tropis bertemperatur tinggi. Di daerah terjadinya
fiksasi nitrogen secara biologi, kemungkinan untuk mengeksploitasi jaringan dan
teknik kultur sel tetap terbuka. Bakteri pemfiksasi nitrogen dan alga hijau
biru dapat dipaksa masuk kedalam protoplas yang terpisah atau kalus dan dapat
diregenerasi anakan tumbuhan. Tanaman yang berkembang dari kultur kalus semacam
itu dengan bakteri pemfiksasi nitrogen mungkin dapat berkembang menjadi tanaman
pemfiksasi nitrogen. Kloroplas dapat dibuat sedemikian sehingga dimasuki alga hijau biru pemfiksasi nitrogen.
Salah satu hambatan utama terhadap usaha ini adalah halangan fisiologi antara
protoplas suatu eukariot dan protoplas prokariot. Eksperimen sedang
dilaksanakan untuk mentransfer gen-gen nif dari prokariot sederhana (Klebsiella pneumoniae) ke eukariot
sederhana (Saccharomyces cerevisiae). Hasil
yang sudah dicapai sampai saat
sekarang menunjukkan bahwa sementara operon nif telah dikeluarkan dari bakteri
dan dimasukkan ke sel khamir, maka ekspresi dari ciri yang diharapkan, yaitu
fiksasi nitrogen atau kegiatan nitrogenase tidak berhasil dicapai yang lebih
baik mengenai langkah-langkah fisiologis yang diperlukan agar kegiatan
nitrogenase dapat diekspresikan oleh sel khamir rekombinan. Hal ini menjadi
prasarat untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu mentransfer nif ke spesies
tanaman yang lebih tinggi.
Di
India, teknik kultur jaringan telah digunakan secara memuaskan untuk
mengembanggbiakkan secara cepat kultivar-kultivar elite tebu, kunir, jahe,
karet, mustard, cardamom, jeruk, nenas, delima, almond, pisang, apel, Dioscorea, Bougenvillea, jati, bambu,
sandal, eucalyptus, mawar dan pinus. Perkembangbiakkan lewat kultur jaringan
menjamin pelestarian spesies-spesies yang hampir punah dan bebas dari penyakit.
2.2 Sejarah Perkembangan Kultur Jaringan
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai
pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi
yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu
beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini merupakan
dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan bahwa
jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan berkembang menjadi tanaman
normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya.
Walaupun usaha Haberlandt menerapakan teknik kultur jaringan tanaman pada tahun
1902 mengalami kegagalan, namun antara tahun 1907-1909 Harrison, Burrows, dan
Carrel berhasil mengkulturkan jaringan hewan dan manusia secara in vitro.
Keberhasilan aplikasi teknik kultur jaringan sebagai sarana perbanyakan tanaman
secara vegetatif pertama kali dilaporkan oleh White pada tahun 1934, yakni
melalui kultur akar tomat. Selanjutnya pada tahun 1939, Gautheret, Nobecourt,
dan white berhasil menumbuhkan kalus tembakau dan wortel secara in vitro.
Setelah Perang Dunia II, perkembangan teknik kultur jaringan sangat cepat, dan
menghasilkan berbagai penelitian yang memiliki arti penting bagi dunia
pertanian, kehutanan, dan hortikultura yang telah dipublikasikan.
Pada awalnya, perkembangan teknik kultur jaringan tanaman berada di belakang
teknik kultur jaringan manusia. Hal itu disebabkan lambatnya penemuan hormon
tanaman (zat pengatur tumbuh). Ditemukakannya auksin IAA pada tahun 1934 oleh
Kögl dan Haagen-Smith telah membuka peluang yang besar bagi kemajuan kultur
jaringan tanaman. Kemajuan ini semakain pesat
setelah ditemukannya kinetin (suatu sitokinin) pada tahun 1955 oleh Miller dan
koleganya. Pada tahun1957, Skoog dan Miller mempublikasikan suatu tulisan
”kunci” yang menyatakan bahwa interaksi kuantitatif antara auksin dan sitokinin
berpengaruh menentukan tipe pertumbuhan dan peristiwa morfogenetik di dalam
tanaman. Penelitian kedua ilmuwan tersebut pada tanaman tembakau mengungkapkan
bahwa rasio yang tinggi antara auksin terhadap sitokinin akan menginduksi
morfogenesis akar, sedangkan rasio yang rendah akan menginduksi morfogenesis
pucuk. Namun pola yang demikian ternyata tidak berlaku secara universal untuk
semua spesis tanaman.
Ditemukannya
prosedur perbanyakan secara in vitro pada tanaman anggrek Cymbidium
1960 oleh Morel, serta diformulasikannya komposisi medium dengan konsentrasi
garam mineral yang tinggi oleh Murashige dan Skoog pada tahun 1962, semakin
merangsang perkembangan aplikasi teknik kultur jaringan pada berbagai spesies
tanaman. Perkembangan yang pesat pertama kali dimulai di Perancis dan Amerika,
kemudian teknik ini pun di
kembangkan di banyak negara, termasuk Indonesia, dengan prioritas aplikasi pada
sejumlah tanaman yang memiliki arti penting bagi masing-masing negara.
Meningkatnya penelitian kultur jaringan dalam dua dekade terakhir telah memberi
sumbangan yang sangat besar bagi ahli pertanian, pemuliaan tanaman, botani,
biologi molekuler, biokimia penyakit tanaman, dan sebagainya. Karena kultur
jaringan telah mencapai konsekuensi praktis yang demikian jauh di bidang
pertanian, pemuliaan tanaman dan sebagainya maka dapat dipastikan junlah
penelitian dan aplikasi teknik ini akan terus meningkat pada masa-masa
mendatang. Pierik (1997) mengemukakan sejumlah peristiwa penting dalam sejarah
perkembangan kultur jaringan hingga dekade 1980 an sebagai berikut;
1892 Ditemukan fenomena sintesis
senyawa-senyawa pembentuk organ yang didistribusikan secara polar di dalam
tanaman.
1902 Usaha pertama aplikasi kultur jaringan tanaman
1904 Usaha pertama
aplikasi kuktur embrio sejumlah tanaman Cruciferae
1909 Fusi
protoplas tanaman, namun produk yang dihasilkan mengalami kegagalan untuk hidup.
1922 Perkecambahan in
vitro biji anggrek secara asimbiosis.
1922 Kultur in vitro
ujung akar
1925 Aplikasi kultur embrio
pada tanaman Linum hasil silang antar spesies
1929 Kultur embrio Linum
untuk menghindari inkompatibilitas persilangan
1934 Kultur in vitro jaringan kambium dari sejumlah tanaman pohon dan
perdu mengalami kegagalan karena tidak adanya ketrelibatan auksin
1934 Keberhasilan
kultur akar tanaman tomat.
1936 Kultur embrio
sejumlah tanaman Gymnospermae
1939 Keberhasilan
menumbuhkan kultur kalus secara kontinu
1940 Kultur in
vitro jaringan kambium dari tanaman Ulmus untuk mempelajari
pembantukan tunas adventif
1941 Air kelapa (Yang
mengandung faktor pembelahan sel) untuk pertama kalinya digunakan pada kultur
embrio tanaman Datura
1941 Kultur in vitro
jaringan tumor crown-gall
1944 Untuk pertama
kalinya kultur in vitro tembakau digunakan pada penelitian pembantukan
tunas adventif
1945 Budi daya potongan
tunas tanaman Asparagus secara in vitro
1946 Untuk pertama kalinya
diperoleh tanaman Lupinus dan Tropaelum dari kultur pucuk
1948 Pembentukan akar dan tunas adventif
tanaman tembakau ditentukan oleh rasio auksin : adenin
1950 Regenerasi organ
tanaman dari jaringan kalus Sequoia sempervirens.
1952 Aplikasi sambung mikro (micrografiting)
untuk pertama kalinya
1953 Produksi kalus
haploid tanaman Ginkgo biloba dari kultur serbuk sari
1954 Pengkajian
terhadap perubahan-perubahan kariologi dan sifat-sifat kromosom pada kultur
endosperm tanaman jagung
1955 Penemuan kinetin,
yaitu suatu hormon perangsang pembelahan sel.
1956 Realisasi
pertumbuhan kultur di dalam sistem multiliter untuk menghasilkan metabolit
sekunder.
1957 Ditemukannya
pengaturan pembentukan organ (akar dan pucuk) dengan mengubah rasio antara
auksin dan sitokinin
1958 Regenerasi embrio somatik
secara in vitro dari jaringan nuselus tanaman Citrus ovules
1958 Regenerasi
proembrio dari massa kalus dan suspensi sel tanaman wortel
1959 Publikasi buku
pegangan mengenai kultur jaringan tanaman untuk pertama kali
1960 Keberhasilan
pembuahan in vitro pada Papaver rhoeas untuk pertama kalinya
1960 Degradasi dinding
sel secara enzimatik untuk memperoleh protoplas dalam jumlah besar.
1960 Perbanyakan
vegetatif tanaman anggrek melalui kultur meristem
1960 Filtrasi suspensi sel dan isolasi sel tunggal
1962 Pengembangan
medium dasar Murashige dan Skoog (MS)
1964 Produksi tanaman
Datura haploid dari kultur serbuk sari untuk pertama kalinya
1964 Regenerasi tunas
dan akar pada jaringan kalus tanaman Populus tremuloides
1965 Induksi
pembungaan secara in vitro pada tanaman tembakau
1965 Diferensiasi tanaman tembakau dari
isolasi sel tunggal pada kultur mikro
1967 Induksi
pembentukan bunga pada Lunaria annua dengan vernalisasi secara in
vitro
1967 Produksi
tanaman haploid dari kuktur serbuk sari tanaman tembakau (Nicotiana tabacum).
1969 Analisis
kariologi tanaman yang diregenerasikan dari kultur kalus tembakau.
1969 Keberhasilan isolasi protoplas dari
kultur suspensi Haplopappus gracilis untuk pertama kalinya
1970 Seleksi mutan
biokimia secara in vitro
1970 Pemanfaatan
kultur embrio untuk menghasilkan barley monoploid
1970 Keberhasilan
peleburan protoplas untuk pertama kalinya
1971 Keberhasilan regenerasi
tanaman dari kultur protoplas untuk pertama kalinya.
1972 Hibridisasi antarspesies
melalui peleburan protoplas pada dua spesies Nicotiana
1973 Sitokinin
diketahui mampu memecahkan dormansi pada eksplan jaringan kapitulum tanaman Gerbera
1974 Induksi
percabangan aksilar oleh sitokinin pada eksplan tunas tanaman Gerbera.
1974 Regenerasi Petunia
hybrida haploid dari kultur protoplas.
1974 Diketahui bahwa
peleburan protoplas haploid dapat dilakukan sehingga mendukung hibridisasi
1974 Biotransformasi
pada kultur jaringan tanaman
1974 Penemuan
Ti-plasmid pada Agrobacterium sebagai senyawa penginduksi pembentukan
tumor
1975 Seleksi positif
terhadap kultur kalus tanaman jagung yang resisten terhadap Helminthosporium
maydis.
1976 Inisiasi pucuk dari
eksplan tunas tanaman anyelir yang berasal dari penyimpanan pada suhu rendah
(kreopreservasi).
1976 Hibridisasi
antarspesies melalui peleburan protoplas pada tanaman Petunia hybrida dan
P. Parodii.
1976 Sintesis dan
perombakan oktopin dan nopalin diketahui dikontrol secara genetis oleh
Ti-plasmid Agrobacterium tumefaciens.
1977 Keberhasilan
integrasi DNA Ti-plasmid dari Agrobacterium tumefaciens pada
tanaman
1978 Hibridisasi somatik
tomat dan kentang
1979 Pengembangan
prosedur co-cultivation untuk teransformasi protoplas tanaman dengan Agrobacterium
1980 Pemanfaatan sel
untuk biotransformasi digitoksin menjadidigoksin
1981 Pengenalan istilah
variasi somaklon atau keragaman somaklon
1981 Isolasi auksotrop
melalui skrining berskala besar terhadap koloni sel yang diperoleh dari
protoplas haploid tanaman Nicotiana plumbaginifolia dengan perlakuan
mutagen.
1982 Protoplas dapat
bergabung dengan DNA telanjang sehingga memungkinkan untuk dilakukannya
transformasi dengan isolasi DNA.
1983 Hibidisasi
sitoplasma antargenus pada tanaman bit dan Brassica napus
1984 Transformasi sel tanaman
dengan DNA plasmid
1985 Infeksi dan
transformasi potongan daun dengan Agrobacterium tumefaciens dan
regenerasi tanaman yang mengalami transformasi
2.3 Teknik
Kultur Jaringan
Teknik
kultur jaringan dapat diterapkan dalam pemuliaan tanaman untuk mempercepat
pencapaian dan membantu jika cara-cara konvensional menemui rintangan alamiah.
Melalui teknik kultur jaringan dapat dilakukan manipulasi sebagai berikut :
1. Manipulasi
jumlah kromosom melalui bahan kimia atau meregenerasi jaringan tertentu dalam
tanaman seperti : endosperma yang mempunyai kromosom 3n.
2. Tanaman
haploid dan double haploid yang homogeneous
melalui kultur anther atau
mikrospora.
3. Polinasi
in vitro dan pertumbuhan embrio yang
secara normal abortif.
4. Hibridasi
somatic melalui teknik fusi protoplasma baik intraspesifik maupun interspesifik
5. Variasi
somaklonal
6. Transfer
DNA atau organel untuk memperoleh sifat tertentu
Sejak ada laporan bahwa larva atau ulat
bahkan inseknya dapat hidup kembali setelah pembekuan pada suhu yang rendah
sekali, penelitian kearah penyimpanan sel dan jaringan,semakin ditingkatkan.
Sel, jaringan dan organ, mempunyai kemampuan regenerasi menjadi tanaman yang
lengkap. Dengan demikian, setriap sel merupakan satu calon tanaman pada
lingkungan yang sesuai. Kelebihan ini belum ditunjukkan dalam kultur sel hewan.
Kenyataan ini menimbulkan ide untuk menyimpan sel-sel yang kompeten tersebut
dalam usaha koleksi dan konservasi plasma nutfa penting untuk penelitian
genetik. Penyimpanan untuk jangka panjang, dilakukan dalam nitroden cair dengan
suhu -195̊̊ C. Ada juga penyimpanan sementara, biasanya suhu berkisar antara
0̊̊C sampai -9̊C.
Selain
merupakan sumber sandang pangan, tanaman juga merupakan sumber bahan kimia yang
penting untuk manusia. Berbagai obat-obatan, untuk menjaga kesehatan, tonik,
bumbu, zat pewarna, wangi-wangian, dan pestisida, diperoleh dari tanaman. Pada
masa lalu, bahan-bahan kimia tersebut diperoleh dari tanaman lengkap. Setelah
penelitian kultur jaringan berkembang dengan pesat, ditemukan bahwa sel-sel
dalam kultur, juga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan yang dibutuhkan
manusia dengan tingkat produksi per unit berat kering yang setara atau lebih
tinggi dari tanaman asalnya. Oleh karena itu, bertambahlah aplikasi metode
kultur jaringan kearah bidang agro-industri. Beberapa persenyawaan seperti
Shikonin dan Saponin gingseng, sudah mulai diproduksi dalam skala industri di
Jepang. Sedangkan beberapa persenyawaan lain sebagai bahan pestisida seperti
thiophene, sedang diteliti di Eropa. Hal ini mengurangi ketergantungan industri
pada tanaman dilapangan yang pertumbuhan dan perkembangannya ditentukan oleh
faktor lingkungan seperti tanah, nutrisi, iklim serta pengendalian hama dan
penyakit.
Teknik
kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam
memenpelaksanaannya. Syarat pokok pelaksanaan kultur jaringan adalah
laboratorium dengan segala fasilitasnya. Laboratorium harus menyediakan
alat-alat kerja, sarana pendukung terciptanya kondisi aseptik terkendali, dan fasilitas
dasar seperti air dan bahan bakar.
Selain
fasilitas fisik, pelaksanaan kultur jaringan juga memerlukan perangkat lunak
yang memenuhi syarat. Dalam melakukan pelaksanaan kultur jaringan, pelaksanaan
harus mempunyai latar belakang ilmu-ilmu dasar tersebut. Pelaksana akan banyak
berhubungan dengan berbagai macam bahan kimia, proses fisiologi tanaman
(biokimia dan fisika), dan berbagai macam pekerjaan analitik. Kadang-kadang
latar belakang pengetahuan tentang mikrobiologi, sitologi, dan histologi amat diperlukan
pelaksana sendiri juga dituntut dalam hal keterampilan kerja, ketekunan, dan
kesabaran tinggi, serta harus bekerja intensif. Pekerjaan meliputi: persiapan
media, isolasi bahan tanaman (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan,
mengultur, aklimatisasi, dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke
lapang. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, sebab setiap bahan
pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan
tersendiri.
Kultur
jaringan sudah diakui sebagai metode baru dalam perbanyakan tanaman. Tanaman
yang pertama berhasil diperbanyak besar-besaran melalui kultur jaringan adalah:
anggrek, menyusul berbagai tanaman hias dan tanaman hortikultura lainnya. Yang
terakhir adalah perbanyakan tanaman kehutanan. Jenis tanaman yang secara
ekonomis menguntungkan untuk diperbanyak secara kultur jaringan, sudah banyak.
Namun harus diakui bahwa ada beberapa tanaman yang tidak menguntungkan bila
dikembangkan dengan kultur jaringan, misalnya: kecepatan multiplikasinya
rendah, terlalu banyak langkah untuk mencapai tanaman semua atau terlalu tinggi
tingkat penyimpangan genetik. Pada prinsipnya, perbanyakan melalui kultur
jaringan sangat perlu dalam tanaman-tanaman yang:
1.
Persentase perkecambahan biji rendah.
2.
Tanaman hibrida yang berasal dari tetua
yang tidak menunjukkan male sterilty.
3.
Hibrida-hibrida yang unik.
4.
Perbanyakan pohon-pohon elit dan / atau
pohon untuk batang bawah.
5.
Tanaman selalu diperbanyak secara
vegetatif seperti: kentang, pisang, stowberry dan sebagainya.
Beberapa kecepatan perbanyakan melaui
kultur jaringan sehingga dikatakan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan
metode perbanyakan vegetatif yang konvensional? Dalam tanaman anggrek
cymbidium, morel pada tahun 1964 memproyeksikan sebanyak 4 juta tanaman
pertahun dari satu pucuk yang sehat. Hasegawa et al. (1973) memproyeksikan 300 ribu tanaman asparagus pertahun
dari satu pucuk, tetapi dalam prakteknya yang (1977) menyatakan kira-kira 70
ribu tanaman dapat dihasilkan dari satu pucuk bila dikerjakan oleh satu orang
dengan perhitungan 200 hari kerja per tahun, dan setiap hari menanam 500 ruas
dari stek kultur yang axenik. Angka-angka ini merupakan jumlah yang tidak
mungkin tercapai dengan metode yang umum. Faktor pembatas dari pencapaian angka
ini hanya ketersediaan tenaga, fasilitas, dan kemungkinan kontaminasi.
Karena
semua pekerjaan dilakukan dalam laboratorium, maka pelaksanaannya tidak
tergantung dari musim dan faktor lingkunagan lain, serta tidak memerlukan
daerah pembibitan yang luas. Yang paling menguntungkan adalah bahwa hanya
bagian kecil dari tanaman asal yang dipergunakan sebagai sumber inokulum, tidak
seperti dalam cangkok atau dalam perundukan.
Kultur
jaringan sangat membantu dalam usaha eliminasi patogen. Dengan metode ini kita
dapat memilih bagian-bagian atau sel-sel yang tidak mengandung patogen,
terutama virus, dan menumbuhkan sel-sel tersebut serta meregenerasikannya
kembali menjadi tanaman lengkap yang sehat. Secara konvensional tidak ada cara
yang efektif untuk menghilangkan virus dari bahan tanaman. Kultur meristem yang
disertai perlakuan suhu 38-400C selama beberapa waktu, dapat
menghilangkan virus dari bahan tanaman. Bahan yang bebas patogen ini juga
memudahkan pertukaran plasma nutfah internasional.
Seleksi
tanaman merupakan kegiatan agronomi yang telah ada sejak manusia mulai membudidayakan tanaman. Pada
metode konvensional, seleksi tanaman memerlukan jumlah tanaman yang banyak
sekali lahan yang luas, dengan pemeliharaan yang intensif, serta waktu yang
lama. Dengan berkembangnya kultur jaringan, ditemukan hasil yang tidak terduga.
Dalam kultur yang membentuk sel-sel bebas , terjadi variasi somaklonal dalam
hal morfologi, produksi pola pertumbuhan, dan resistensi terhadap penyakit.
Dengan media seleksi, beberapa lini-lini sel ini dapat dibedakan dari sel-sel
ini yang biasa dalam beberapa petri dish.
Dalam
pemuliaan tanaman yang komersil, banyak ditemui kegagalan pembentukan embrio
yang viable. Kegagalan disebabkan
oleh hambatan pada polinasi, pertumbuhan pollen-tube,
fertilisasi, dan perkembangan embrio atau endosperma. Setelah kultur
protoplasma berkembang, diharapkan hambatan ini dapat dikurangi dengan metode
fusi protoplasma atau injeksi organel dan sitoplasma dari sel yang satu ke sel
yang lain.
Organogenesis
dan embriogenesis untuk perkembangan pertanian sangat tergantung dari kemampuan
regenerasi sel. Percobaan-percobaan pionir yang dimulai pada tahun 1902 oleh
Hamberlandt, menemui kegagalan untuk mempertahankan pertumbuhan jaringan dan regenerasi menjadi tanaman
lengkap. Faktor keterbatasan pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh pada masa
itu, menjadi penyebab kegagalan percobaan pertama Hamberllandt ( Gautheret,
1982). Setelah penemuan auksin oleh Went yang disusul kemudian dengan penemuan
sitokinin oleh Skoog dan grupnya, maka proses regenerasi menjadi kenyataan. Totipotensi (total genetic potential)
sel telah terbukti.
Walaupun
regenerasi sudah diperoleh dalam banyak tanaman, namun proses itu belum
sepenuhnya dimengerti dan masih banyak sekali tanaman terutama tanaman tropik
yang belum dipelajari. Dalam menggunakan teknik kultur jaringan, maka langkah
pertama yang harus dilakukan adalah percobaan regenerasi tanaman. Dalam masa
sekarang urutan studi regenerasi tanaman masih mempunyai unsur empirik. Untuk
memperoleh hasil, masih diperlukan percobaan-percobaan try and error, tetapi
referensi dari percobaan-percobaan terdahulu memberikan latar belakang
pendekatan yang sistematis terhadap masalah yang timbul. Analogi-analogi
ditarik dari percobaan dengan spesies ynag dekat hubunagn taksonominya dan/atau
habitat tumbuhnya.
2.4
Terminologi
Beberapa Terminologi
Kultur jaringan
(tissue culture) sampai sekarang digunakan sebagai suatu istilah umum yang
meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang umumnya tembus
cahaya. Sering kali kultir aseptik disebut juga kultur in vitro ynag arti sebenarnya : kultur didalam gelas. Didalam
pelaksanaannya, ditemui pembagian kultur sebagai berikut :
1.
Kultur
Organ (organ culture), merupakan kultur yang diinisiasi
dari bagian-bagian tanaman seperti : ujung akar, pucuk aksilar, ujung pucuk
(meristem dengan beberapa primordial daun), dan embrio sebagai bagian dari
biji.
2.
Kultur
Kalus (callus
culture), merupakan kultur sekumpulan sel yang tidak terorganisir, hany
asel-sel parenkim yang berasal dari berbagai bahan awal.
3.
Kultur
Suspensi (Suspension
culture), adalah kultur sel bebas atau agregat sel kecil
dalam media cair dengan pengocokan. Pada umumnya kultur suspensi diinisiasi
dari kalus.
4.
Kultur
protoplasma. Sel-sel muda yang diinisiasidalam media
cair kemudian dihilangkan dinding selnya dengan menggunakan enzim. Protoplasma kemudian
dibiarkan membelah diri dan membentuk dinding kembali pada media padat. Kultur
protoplasma digunakan untuk hibridisasi somatic (fusi dua protoplasma baik
intraspesifik maupun interspesifik)
5.
Kultur
Haploid (kultur mikrospora/kultur anther), adalah kultur
yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yaitu : kepala sari atau tepung
sarinya. Diharapkan yang tumbuh dan beregenerasi adalah : tepung sari sehingga
diperoleh kultur yang haploid. Apabila secara khusus yang dipakai sebagai bahan
tepung sari, maka kultur sering disebut kultur mikrospora. Kultur anther adalah
kultur yang diinisiasi dari seluruh kepala sari.
Bagian dari tanaman
yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur, disebut eksplan. Pemindahan
kultur ke media lain baik media yang sama ataupun yang lain, disebut sub
kultur. Setiap masa inkubasi disebut passage. Passage pertama adalah sub kultur
pertama dari bagian yang terbentuk dari eksplan awal. Bahan yang diambil pada
setiap sub kultur disebut sebagai inokulum (Street,1997). Eksplan harus
diusahakan supaya dalam keadaan aseptik melalui prosedur sterilisasi dengan
berbagai bahan kimia. Dari eksplan yang aseptik kemudian dperoleh kultur yang
asenik yaitu kultur dengan hanya satu macam organisme yang digunakan.
Eksplan yang ditanam
pada media tumbuh yang tepat, dapat beregenerasi melalui proses yang disebut
organogenesis atau embriogenesis. Organogenesis artinya proses terbentuknya
organ-organ seperti : pucuk dan akar. Pucuk yang terbentuk pada tempat yang
bukan jaringan asal (orgin) yang biasa, disebut pucuk yang terbentuk dari
hipokotil, serta pucuk yang terbentuk dari kotiledon atau akar. Sedangkan
embriogenesis ialah : proses terbentuknya embrio somatic. Embrio somatic adalah
embrio yang bukan berasal dari zigot, tetapi dari sel biasa dari tubuh tanaman.
Bila embrio terbentuk langsung dari kultur anther atau mikrospora, prosesnya
disebut androgenesis. Proses pembentukan embrio dari ovari yang belum mengalami
fertilisasi, disebut gynogenesis (Zhou Chang et al, 1986). Tanaman lengkap hasil regenerasi dalam kultur
jaringan disebut plantlet. Plantlet sebelum dipindahkan ke lapangan dan
diperlakukan sebagai bibit, harus mengalami masa adaptasi dari kultur
heterotropik menjadi autropik. Masa adaptasi plantlet disebut masa
aklimatisasi.
Pucuk-pucuk yang
terbentuk dari jaringan kalus, terutama yang sudah mengalami subkultura, dapat
bervariasi. Variasi-variasi ini disebut variasi somaklonal. Penyebab variasi
ini belum diketahui dengan pasti, ada kemungkinan variasiini sudah ada dalam
eksplan asli karena sifat kromosom mosaic dalam sel-sel somatic ataupun terjadi
akibat lingkunagn dalam kultur. Salah satu variasi yang terjadi adalah tanaman aneuploid: yaitu tanaman yang jumlah
kromosom 2n-1 atau 2n+1.
Sel-sel dalam kalus atau
sel-sel dari jaringan daun yang diidolasi dengan perlakuan enzim merupakan
bahan untuk memperoleh protoplasma. Protoplasma-protoplasma diperoleh dengan
menghilangkan dinding sel dengan bantuan enzim-enzim cellulase, hemicellulase,
dan pektinase. Protoplasma kemudian dapat “dipkasa”untuk saling menempel dan
bersatu membentuk suatu fusi sel. Proses ini merupakan bidang pemuliaan yang
disebut hibridasi genetic.hasil
gabungan dua atau lebih protoplasma yang berbeda jenis dengan inti-intinya
disebut heterokarion. Bila hanya
sitoplasma yang bergabung, maka hasil gabungannya disebut cybrid.
Pemahaman
terhadap istilah-istilah yang sering digunakan dalam kultur in vitro
merupakan suatu hal yang sangat mendasar. Istilah-istilah yang sering digunakan
dalam kultur jaringan adalah sebagai berikut :
1.
Bahan tanam
yang digunakan dalam kultur jaringan biasanya disebut dengan eksplan.
2.
Kalus; a) suatu
jaringan yang tersusun oleh sel-sel terdediferensiasi yang umumnya dihasilkan
oleh jaringan yang luka atau kultur jaringan pada media yang berisi auksin
tertentu, atau b) pertumbuhan aktif massa sel yang belum dan terdiferensiasi
dan tidak terorganisir yang berkembang dari jaringan luka atau kultur jaringan
yang ditanam pada media dengan tambahan zat pengatur tumbuh.
3.
Dalam kultur
jaringan sering dilakukan pemindahan eksplan dari media I (untuk induksi kalus)
ke media II (media untuk induksi organ tunas dan akar). Pemindahan eksplan dari
media satu ke media lain (baik jenis medianya sama atau lain) dikenal dengan
istilah sub kultur.
4.
Setiap masa inkubasi disebut
passage. Passage pertama adalah sub kultur pertama dari jaringan yang terbentuk
dari eksplan awal.
5.
Bahan yang diambil pada setiap sub kultur disebut inokulum.
6.
Kultur asenik adalah kultur dengan hanya satu macam organisme yang
diinginkan.
7.
Eksplan yang ditanam pada media tumbuh yang tepat, dapat beregenerasi
melalui proses yang disebut organogenesis atau embriogenesis. Oraganogenesis
adalah proses terbentuknya organ-organ seperti pucuk dan akar.
8.
Pucuk yang terbentuk pada tempat yang ukan jaringan asalnya (origin) yang
biasa disebut pucuk adventif. Seperti pucuk yang terbentuk dari kalus,
hipokotil, kotiledon, dan akar.
9.
Embriogenesis adalah proses terbentuknya embrio
somatik
10. Embrio somatik (nonzygotic embryo)
adalah embrio yang bukan berasal dari zigot, tetapi dari sel tubuh tanaman.
11. Bila embrio terbentuk dari
kultur anther atau mikrospora disebut androgenesis, bila berasal dari ovari
yang belum mengalami fertilisasi disebutgynogenesis.
12. Anakan tanaman yang telah lengkap
memiliki organ daun, batang dan akar hasil kultur jaringan disebut planlet
(plantula).
13. Plantula yang akan dipindah ke
lapangan dan diperlakukan sebagai bibit, harus mengalami masa adaptasi dari
kultur heterotropik menjadi kultur autotropik. Masa adaptasi plantula disebut
dengan aklimatisasi.
14. Pucuk-pucuk yang terbantuk dari
jaringan kalus, terutama yang sudah mengalami sub kultur, dapat bervariasi.
Variasi-variasi ini disebut variasi somaklonal. Penyebab variasi ini belum
diketahui dengan pasti, ada kemungkinan variasi ini sudah ada dalam eksplan
asal karena sifat kromosom mosaik dalam sel-sel somatik ataupun terjadi akibat
lingkungan di dalam kultur.
15. Salah satu variasi yang terjadi
adalah tanaman yang aneuploid yaitu tanaman yang jumlah kromosommya 2n-1 atau
2n+1.
16. Sel-sel dalam kalus atau sel-sel
dari jaringan daun siisolasi dengan perlakukan enzim meupakan bahan untuk
memperoleh protoplasma. Protoplasma-protoplasma diperoleh dengan menghilangkan
dinding sel dengan bantuan enzim-enzim cellulase, hemicellulase dan pektinase.
Propoplasma kemudian dapat ”dipaksa” untuk saling menempel dan bersatu
membentuk suatu fusi sel. Proses ini merupakan bidang pemulaiaan yang disebut
hibridisasi genetik.
17. Hasil gabungan dua atau lebih protoplasma
yang berbeda jenis dengan inti-intinya dikenal dengan istilah heterokarion.
18. Bila hanya sitoplasma yang
bergabung maka disebut cybrid.
2.5 Tahapan
Pembuatan Kultur Jaringan
Gambar 2.1
Tahapan Kultur Jaringan
|
1. Media
Media merupakan faktor penentu dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung
dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang di gunakan biasanya
terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu di perlukan juga
bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon)
yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung
dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi
ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga
harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf. Ada dua penggolongan media tumbuh : media
padat dan media cair. Media padat umumnya berupa padatan gel, seperti agar,
dimana nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan
di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak,
tergantung kebutuhan.
2. Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan
dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan
untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.Ada beberapa tipe jaringan yang di
gunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah
jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah
(meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan
tipe pertama ini bisa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi
daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan kedua adalah jaringan
parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami
diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah
jaringan daun yang sudah berfotosistesis dan jaringan batang atau akar yang
berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.
3. Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala
kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu
dilaminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga
dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara
merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan
juga harus steril.
4. Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan
memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini
dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan
gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami eksplan
diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu
kamar.
5. Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana
eksplan akan menunjukan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur
jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap
hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya
kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan
menunjukan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan oleh jamur) atau
busuk (disebabkan bakteri).
6.Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan
memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan
secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup
digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit
karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama
penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan
barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit
dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
2.6 Manfaat
Kultur Jaringan
Kegunaan utama dari kultur jaringan
adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang
relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis
dengan induknya. Dari teknik kultur jaringan tanaman ini diharapkan juga
memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul. Secara lebih rinci dan jelas
berikut ini akan dibahas secara khusus kegunaan dari kultur jaringan terhadap
berbagai ilmu pengetahuan. Manfaat atau keuntungan yang dapat diperoleh jika
melakukan teknik kultur jaringan adalah sebagai berikut:
- Bibit
(hasil) yang didapat berjumlah banyak dan dalam waktu yang singkat
- Sifat identik dengan induk
- Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki
- Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa
perlu menunggu tanaman dewasa.
- Perbanyakan cepat dari klon. Kecepatan
multiplikasi sebanyak 5 akan memberikan 2 juta plantlet dalam 9 generasi
yang memerlukan waktu 9 – 12 bulan.
- Keseragaman genetik. Karena kultur jaringan
merupakan perbanyakan vegetatif, rekombinasi karakter genetik acak yang
umum terjadi pada perbanyakan seksual melalui biji, dapat dihindari.
Karenanya, anakan yang dihasilkan bersifat identik. Akan tetapi, mutasi
dapat terjadi pada kultur jaringan pada saat sel bermultiplikasi, terutama
pada kondisi hormon dan hara yang tinggi. Mutasi genetik pada masa
multiplikasi vegetatif ini disebut “variasi somaklonal”.
- Kondisi aseptik. Proses kultur jaringan
memerlukan kondisi aseptik, sehingga pemeliharaan kultur tanaman dalam
kondisi aseptik memberi bahan tanaman yang bebas patogen.
- Seleksi tanaman, adalah memungkinkan untuk
memiliki tanaman dalam jumlah besar pada wadah kultur yang relatif kecil.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, variasi genetik mungkin terjadi.
Juga, adalah memungkinkan untuk memberi perlakuan kultur untuk
meningkatkan kecepatan mutasi. Perlakuan dengan bahan kimia (bahan mutasi,
hormon) atau fisik (radiasi) dapat digunakan.
- Stok mikro, memelihara stok tanaman dalam jumlah
besar mudah dilakukan pada kultur in vitro. Stok induk biasanya dipelihara
in vitro, dan stek mikro diambil untuk diakarkan di kultur pengakaran atau
dengan perbanyakan biasa.
- Lingkungan terkontrol
- Konservasi genetik. Kultur jaringan dapat
digunakan untuk menyelamatkan spesies tanaman yang terancam (rare and
endangered species). Metode dengan pemeliharaan minimal, penyimpanan
jangka panjang telah dikembangkan.
- Teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk
menyelamatkan hibrida dari spesies yang tidak kompatibel melalui kultur
embrio atau kultur ovule.
- Tanaman haploid dapat diperoleh melaui kultur
anther.
- Produksi tanaman sepanjang tahun.
- Perbanyakan vegetatif untuk spesies yang sulit
diperbanyak secara normal dapat dilakukan melalui kultur jaringan
2.7 Masalah Dalam Kultur Jaringan
Adapun masalah-masalah yang terjadi
dalam kultur jaringan yaitu :
1.
Kontaminasi, kontaminasi adalah gangguan yang sangat
umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan. Munculnya gangguan ini bila
dipahami secara mendasar adalah merupakan sesuatu yang sangat wajar sebagai
konsekuensi penggunaan yang diperkaya. Penomena kontaminasi sangat beragam,
keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis kontaminasinya (bakteri,
jamur,virus, dll).
2.
Vitrifikasi, vitrifikasi adalah
suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan: ·
Munculnya
pertumbuhan yang tidak normal.
·
Tanaman yang
dihasikan pendek- pendek atau kerdil
·
Pertumbuhan
batang cenderung ke arah penambahan diameter.
·
Pada daunnya
tidak memiliki jaringan pallisade.
3.
Praperlakuan. Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman
eksplan saja atau pertumbuhan dan perkembangannya dalam botol saja, tetapi juga
sangat bisa dipengaruhi oleh persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini
masalah akan muncul bila kegiatan prapelakuan tidak dilakukan. Prapelakuan
dilakukan umumnya untuk tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah rangka
menghilangkan hambatan. Hambatan dapat berupa hambatan kemikalis, fisik,
biologis. Hambatan berupa bahan kimia penanganannya harus dimulai dari
pengenalan senyawa aktif, potensi gangguan, proses reaksi dan alternatif
pengelolaannya.
4. Lingkungan Mikro, masalah
lingkungan incubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga sering menjadi
masalah. Suhu ruangan incubator sangat menentukan optimasi eksplan pertumbuhan
suhu yang terlalu rendah atau tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan pada eksplan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kultur
jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian ari tanaman seerti
protoplasma, sel, kelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam
kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali.Terdapat macam-macam tipe kultur
jaringan yang sering dipakai – kultur kalus, kultur suspensi sel, kultur organ,
kultur meristem ujung dan kultur protoplas.
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika
Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa
sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman
lengkap. Teori yang dikemukakan ini merupakan dasar dari spekulasi Haberlandt
pada awal abad ke-20 yang menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan
dikultur dan berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi
terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya.
Tahapan yang dilakukan dalam
perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah : Pembuatan media,
Intisiasi, Sterilisasi, Multipikasi, Pengakaran, dan Aklimatisasi
Kegunaan utama dari kultur
jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu
yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis
dengan induknya.
Masalah-masalah yang terjadi
dalam kultur jaringan yaitu :
1.
Kontaminasi, kontaminasi adalah gangguan yang sangat
umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan.
2.
Vitrifikasi, vitrifikasi adalah suatu istilah problem
pada kultur.
3.
Praperlakuan Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman
eksplan saja atau pertumbuhan dan perkembangannya dalam botol saja, tetapi juga
sangat bisa dipengaruhi oleh persyaratan kegiatan prapelakuan.
4.
Lingkungan Mikro
Daftar
Pustaka
Edi, Syahmi.
2014. Pengantar Bioteknologi. Medan:
FMIPA UNIMED
Harahap,
Fauziah. 2014. Kultur Jaringan.
Medan: FMIPA UNIMED
Rao, Subra.
1994. Mikroorganisme Tanah dan
Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: UI-Press
Welsh, James R.1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta : Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar