Senin, 02 Maret 2015

MAKALAH KULTUR JARINGAN

 BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
     Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, salah satunya adalah anggrek, diperkirakan sekitar 5000 jenis anggrek spesies tersebar di hutan wilayah Indonesia. Potensi ini sangat berharga bagi pengembang dan pecinta anggrek di Indonesia, khususnya potensi genetis untuk menghasilkan anggrek silangan yang memiliki nilai komersial tinggi. Potensi tersebut akan menjadi tidak berarti manakala penebangan hutan dan eksploitasi besar-besaran terjadi di hutan kita, belum lagi pencurian terang-terangan ataupun “terselubung” dengan dalih kerjasama dan sumbangan penelitian baik oleh masyarakat kita maupun orang asing. Sementara itu hanya sebagian kecil pihak yang mampu melakukan pengembangan dan pemanfaatan anggrek spesies, khususnya yang berkaitan dengan teknologi kultur jaringan. Tidak dipungkiri bahwa metode terbaik hingga saat ini dalam pelestarian dan perbanyakan anggrek adalah dengan kultur jaringan, karena melalui kultur jaringan banyak hal yang bisa dilakukan dibandingkan dengan metode konvensional.
1.2  Rumusan Masalah
    Sehubungan dengan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan teknologi kultur jaringan.
2.      Bagaimana teknik kultur jaringan?
3.      Apa saja manfaat dan kekurangan kultur jaringan ?
1.3 Tujuan Penulisan 
1.      Menjelaskan apa yang dimaksud dengan teknologi kultur jaringan.
2.      Mengetahui cara pelaksanaan atau proses kultur jaringan.
3.      Menyebutkan dan menjelaskan manfaat dan kekurangan kultur jaringan







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kultur Jaringan
            Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, kelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Pada mulanya, orientasi teknik kultur jaringan hanya pada pembuktian teori totipotensi sel. Kemudian teknik kultur jaringan berkembang menjadi sarana penelitian dibidang fisiologi tanaman dan aspek-aspek biokimia tanaman. Dewasa ini, setelah mengalami banyak perkembangan dan penyempurnaan, teknik kultur jaringan telah dipergunakan dalam industri tanaman.
            Perbanyakan mikro merupakan contoh aspek yang menarik dari penerapan kultur jaringan, terutama untuk beberapa jenis tanaman yang biasa diperbanyak secara vegetatif. Perbanyakan mikro, secara umum dapat diartikan sebagai usaha menumbuhkan bagian tanaman dalam  media aseptik, dan memperbanyaknya sehingga menghasilkan tanaman sempurna. Tanaman kecil ini kemudian dipindahkan ke media non aseptik. Tujuan pokok penerapan perbanyakan mikro, adalah produksi tanaman dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat, terutama untuk varietas-varietas unggul yang baru dihasilkan.
            Meristem dan ujung akar tanaman dapat dikultur secara aksenik pada media kultur jaringan khusus untuk menghasilkan satu massa sel yang tidak terdiferensiasi yang dikenal sebagai ‘kalus’ dan dari sepotong kecil bahan kalus ini dapat dihasilkan banyak kalus. Sel-sel individual dari kalus yang dimaserasi seringkali dapat diregenerasi menjadi kalus-kalus baru dengan cara menumbuhkannya pada media khusus. Dari kultur kalus-kalus ini, dapat ditumbuhkan tanaman baru dengan mula-mula mentransfer anakan tumbuhan kedalam pot-pot kecil dan kemudian ke tanah setelah tumbuhan itu teradaptasi denagn lingkunagannya. Teknik ini, yang sudah dikenal sejak tahun 1930 telah mencapai tahap pemakaian komersial dengan menghasilkan klon-klon tanaman yang seragam dalam ciri tertentu seperti bebas dari penyakit yang ditularkan oleh biji, bebas virus, bebas kerusakan karena pembekuan, tahan garam dan memiliki ciri-ciri lain lagi yang tak mungkin diperoleh melaluimetode penangkaran tanaman. Terdapat macam-macam tipe kultur jaringan yang sering dipakai – kultur kalus, kultur suspensi sel, kultur organ, kultur meristem ujung dan kultur protoplas. Dalam hal kultur protoplas, dinding sel dihilangkan dengan lisozim atau enzim pelarut dinding sel yang tepat, dan dikulturkan dalam medium yang cocok, suatu teknik yang memudahkan manipulasi satuan-satuan sel tanpa gangguan dinding sel.
            Beberapa contoh penggunaan kultur jaringan dalam pertanian adalah sebagai berikut: Ketela pohon (Manihot utilisima) umumnya dikembangbiakkan dengan menanam sepotong batangnya yang tua (stek) ke dalam tanah. Stek ini diikat menjadi satu dan diangkut dari tempat yang satu ke tempat lain atau dari negara yang satu ke negara lain sehingga menimbulkan masalah karantina karena kuman bibit penyakit mungkin ikut dipindahkan melalui stek ketela pohon. Pusat PertanianTanaman Tropis Internasional (CIAT) dan Institut Pertanian Tropis Internasional (IITA) menangkar varietas ketela pohon yang baru yang memiliki resistansi terhadap penyakit dan hama dan mengembangkan suatu galur bebas penyakit melalui kultur meristem untuk dikirimkan dalam kondisi aseptik ke negara-negara Afrika. CIAT juga telah memiliki plasma nutfah ketela pohon in vitro dengan tambahan 700 kultur meristem dalam bank. Demikian pula tanaman haploid telah dikembangkan dari kepala sari (kultur kepala sari) dan tanaman homozigot telah dihasilkan dalam satu generasi, suatu proses yang dengan metode penangkaran tanaman secara konvensional membutuhkan lima atau enam generasi.
            Institut Riset Padi Internasional (IRRI) memperoleh varian padi  yang tahan garam yaitu varietas Taichung 65 melalui teknik kultur jarinagn dengan panen 20% lebih tinggi daripada induknya yang paling cocok untuk kondisi yang banyak garam. IRRI juga mengembangkan galur-galur dari varietas Taichung 65 yang dapat mengatasi keracunan aluminium. Di Asia, karena rendahnya temperatur di permukaan yang tinggi tempat pembudidayaan tanaman padi, hasil panen biasanya rendah. Dengan teknik kultur kepala sari, IRRI telah berusaha mengembangkan galur padi yang tahan dingin. Anakan tumbuhan dan umbi kentang yang bebas penyakit dapat dikembangkan dengan teknologi kultur jaringan. Institut Riset Internasional untuk Tanaman Budi Daya Tropis Setengah Kering (ICRISAT) menggunakan kultur meristem untuk menghasilkan plasma nutfah kacang tanah yang bebas penyakit. Institut Riset Pertanian India (IARI) telah berhasil mengatasi masalah mengganggu yaitu kemandulan pepaya (Carica papaya) jantan dengan teknik kultur jaringan.
            Azolla  merupakan paku air yang berhasil dipakai sebagai pemasok nitrogen dalam budidaya padi karena sistem ini memfiksasi nitrogen melalui alga Anabaena azollae yang menghuni dedaunannya. Menurut Dr.M.S Swaminathan, Direktur Jendral IRRI, teknik fusi protoplasma dan generasi sel hibrid dapat digunakan untuk menyilang suatu Azolla yang memiliki hasil panen rendah tetapi toleran terhadap temperatur tinggi dengan Azolla yang memiliki hasil panen tinggi tetapi mempunyai iklim dingin.Apabila hal ini dapat dicapai, galur-galur Azolla  dapat digunakan sehingga menghasilkan 400kg N/ha disawah-sawah daerah tropis bertemperatur tinggi. Di daerah terjadinya fiksasi nitrogen secara biologi, kemungkinan untuk mengeksploitasi jaringan dan teknik kultur sel tetap terbuka. Bakteri pemfiksasi nitrogen dan alga hijau biru dapat dipaksa masuk kedalam protoplas yang terpisah atau kalus dan dapat diregenerasi anakan tumbuhan. Tanaman yang berkembang dari kultur kalus semacam itu dengan bakteri pemfiksasi nitrogen mungkin dapat berkembang menjadi tanaman pemfiksasi nitrogen. Kloroplas dapat dibuat sedemikian sehingga  dimasuki alga hijau biru pemfiksasi nitrogen. Salah satu hambatan utama terhadap usaha ini adalah halangan fisiologi antara protoplas suatu eukariot dan protoplas prokariot. Eksperimen sedang dilaksanakan untuk mentransfer gen-gen nif dari prokariot sederhana (Klebsiella pneumoniae) ke eukariot sederhana (Saccharomyces cerevisiae). Hasil yang sudah dicapai sampai saat sekarang menunjukkan bahwa sementara operon nif telah dikeluarkan dari bakteri dan dimasukkan ke sel khamir, maka ekspresi dari ciri yang diharapkan, yaitu fiksasi nitrogen atau kegiatan nitrogenase tidak berhasil dicapai yang lebih baik mengenai langkah-langkah fisiologis yang diperlukan agar kegiatan nitrogenase dapat diekspresikan oleh sel khamir rekombinan. Hal ini menjadi prasarat untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu mentransfer nif ke spesies tanaman yang lebih tinggi.
            Di India, teknik kultur jaringan telah digunakan secara memuaskan untuk mengembanggbiakkan secara cepat kultivar-kultivar elite tebu, kunir, jahe, karet, mustard, cardamom, jeruk, nenas, delima, almond, pisang, apel, Dioscorea, Bougenvillea, jati, bambu, sandal, eucalyptus, mawar dan pinus. Perkembangbiakkan lewat kultur jaringan menjamin pelestarian spesies-spesies yang hampir punah dan bebas dari penyakit.

2.2 Sejarah Perkembangan Kultur Jaringan
            Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini merupakan dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya. Walaupun usaha Haberlandt menerapakan teknik kultur jaringan tanaman pada tahun 1902 mengalami kegagalan, namun antara tahun 1907-1909 Harrison, Burrows, dan Carrel berhasil mengkulturkan jaringan hewan dan manusia secara in vitro.
            Keberhasilan aplikasi teknik kultur jaringan sebagai sarana perbanyakan tanaman secara vegetatif pertama kali dilaporkan oleh White pada tahun 1934, yakni melalui kultur akar tomat. Selanjutnya pada tahun 1939, Gautheret, Nobecourt, dan white berhasil menumbuhkan kalus tembakau dan wortel secara in vitro. Setelah Perang Dunia II, perkembangan teknik kultur jaringan sangat cepat, dan menghasilkan berbagai penelitian yang memiliki arti penting bagi dunia pertanian, kehutanan, dan hortikultura yang telah dipublikasikan.
            Pada awalnya, perkembangan teknik kultur jaringan tanaman berada di belakang teknik kultur jaringan manusia. Hal itu disebabkan lambatnya penemuan hormon tanaman (zat pengatur tumbuh). Ditemukakannya auksin IAA pada tahun 1934 oleh Kögl dan Haagen-Smith telah membuka peluang yang besar bagi kemajuan kultur jaringan tanaman. Kemajuan ini semakain pesat setelah ditemukannya kinetin (suatu sitokinin) pada tahun 1955 oleh Miller dan koleganya. Pada tahun1957, Skoog dan Miller mempublikasikan suatu tulisan ”kunci” yang menyatakan bahwa interaksi kuantitatif antara auksin dan sitokinin berpengaruh menentukan tipe pertumbuhan dan peristiwa morfogenetik di dalam tanaman. Penelitian kedua ilmuwan tersebut pada tanaman tembakau mengungkapkan bahwa rasio yang tinggi antara auksin terhadap sitokinin akan menginduksi morfogenesis akar, sedangkan rasio yang rendah akan menginduksi morfogenesis pucuk. Namun pola yang demikian ternyata tidak berlaku secara universal untuk semua spesis tanaman.
Ditemukannya prosedur perbanyakan secara in vitro pada tanaman anggrek Cymbidium 1960 oleh Morel, serta diformulasikannya komposisi medium dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi oleh Murashige dan Skoog pada tahun 1962, semakin merangsang perkembangan aplikasi teknik kultur jaringan pada berbagai spesies tanaman. Perkembangan yang pesat pertama kali dimulai di Perancis dan Amerika, kemudian teknik ini pun di kembangkan di banyak negara, termasuk Indonesia, dengan prioritas aplikasi pada sejumlah tanaman yang memiliki arti penting bagi masing-masing negara.
            Meningkatnya penelitian kultur jaringan dalam dua dekade terakhir telah memberi sumbangan yang sangat besar bagi ahli pertanian, pemuliaan tanaman, botani, biologi molekuler, biokimia penyakit tanaman, dan sebagainya. Karena kultur jaringan telah mencapai konsekuensi praktis yang demikian jauh di bidang pertanian, pemuliaan tanaman dan sebagainya maka dapat dipastikan junlah penelitian dan aplikasi teknik ini akan terus meningkat pada masa-masa mendatang. Pierik (1997) mengemukakan sejumlah peristiwa penting dalam sejarah perkembangan kultur jaringan hingga dekade 1980 an sebagai berikut;
1892  Ditemukan fenomena sintesis senyawa-senyawa pembentuk organ yang didistribusikan secara polar di dalam tanaman.
1902 Usaha pertama aplikasi kultur jaringan tanaman
1904 Usaha pertama aplikasi kuktur embrio sejumlah tanaman Cruciferae
1909   Fusi protoplas tanaman, namun produk yang dihasilkan mengalami kegagalan untuk hidup.
1922  Perkecambahan in vitro biji anggrek secara asimbiosis.
1922  Kultur in vitro ujung akar
1925 Aplikasi kultur embrio pada tanaman Linum hasil silang antar spesies
1929  Kultur embrio Linum untuk menghindari inkompatibilitas persilangan
1934  Kultur in vitro jaringan kambium dari sejumlah tanaman pohon dan perdu mengalami kegagalan karena tidak adanya ketrelibatan auksin
1934  Keberhasilan kultur akar tanaman tomat.
1936  Kultur embrio sejumlah tanaman Gymnospermae
1939  Keberhasilan menumbuhkan kultur kalus secara kontinu
1940   Kultur in vitro jaringan kambium dari tanaman Ulmus untuk mempelajari pembantukan tunas adventif
1941  Air kelapa (Yang mengandung faktor pembelahan sel) untuk pertama kalinya digunakan pada kultur embrio tanaman Datura
1941 Kultur in vitro jaringan tumor crown-gall
1944  Untuk pertama kalinya kultur in vitro tembakau digunakan pada penelitian pembantukan tunas adventif
1945 Budi daya potongan tunas tanaman Asparagus secara in vitro
1946 Untuk pertama kalinya diperoleh tanaman Lupinus dan Tropaelum dari kultur pucuk
1948  Pembentukan akar dan tunas adventif tanaman tembakau ditentukan oleh rasio auksin : adenin
1950 Regenerasi organ tanaman dari jaringan kalus Sequoia sempervirens.
1952 Aplikasi sambung mikro (micrografiting) untuk pertama kalinya
1953  Produksi kalus haploid tanaman Ginkgo biloba dari kultur serbuk sari
1954  Pengkajian terhadap perubahan-perubahan kariologi dan sifat-sifat kromosom pada kultur endosperm tanaman jagung
1955  Penemuan kinetin, yaitu suatu hormon perangsang pembelahan sel.
1956  Realisasi pertumbuhan kultur di dalam sistem multiliter untuk menghasilkan metabolit sekunder.
1957  Ditemukannya pengaturan pembentukan organ (akar dan pucuk) dengan mengubah rasio antara auksin dan sitokinin
1958 Regenerasi embrio somatik secara in vitro dari jaringan nuselus tanaman Citrus ovules
1958  Regenerasi proembrio dari massa kalus dan suspensi sel tanaman wortel
1959  Publikasi buku pegangan mengenai kultur jaringan tanaman untuk pertama kali
1960  Keberhasilan pembuahan in vitro pada Papaver rhoeas untuk pertama kalinya
1960  Degradasi dinding sel secara enzimatik untuk memperoleh protoplas dalam jumlah besar.
1960  Perbanyakan vegetatif tanaman anggrek melalui kultur meristem
1960  Filtrasi suspensi sel dan isolasi sel tunggal
1962  Pengembangan medium dasar Murashige dan Skoog (MS)
1964  Produksi tanaman Datura haploid dari kultur serbuk sari untuk pertama kalinya
1964  Regenerasi tunas dan akar pada jaringan kalus tanaman Populus tremuloides
1965  Induksi pembungaan secara in vitro pada tanaman tembakau
1965  Diferensiasi tanaman tembakau dari isolasi sel tunggal pada kultur mikro
1967  Induksi pembentukan bunga pada Lunaria annua dengan vernalisasi secara in vitro
1967   Produksi tanaman haploid dari kuktur serbuk sari tanaman tembakau (Nicotiana tabacum).
1969  Analisis kariologi tanaman yang diregenerasikan dari kultur kalus tembakau.
1969  Keberhasilan isolasi protoplas dari kultur suspensi Haplopappus gracilis untuk pertama kalinya
1970  Seleksi mutan biokimia secara in vitro
1970  Pemanfaatan kultur embrio untuk menghasilkan barley monoploid
1970  Keberhasilan peleburan protoplas untuk pertama kalinya
1971 Keberhasilan regenerasi tanaman dari kultur protoplas untuk pertama kalinya.
1972 Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas pada dua spesies Nicotiana
1973   Sitokinin diketahui mampu memecahkan dormansi pada eksplan jaringan kapitulum tanaman Gerbera
1974  Induksi percabangan aksilar oleh sitokinin pada eksplan tunas tanaman Gerbera.
1974 Regenerasi Petunia hybrida haploid dari kultur protoplas.
1974  Diketahui bahwa peleburan protoplas haploid dapat dilakukan sehingga mendukung hibridisasi
1974  Biotransformasi pada kultur jaringan tanaman
1974  Penemuan Ti-plasmid pada Agrobacterium sebagai senyawa penginduksi pembentukan tumor
1975  Seleksi positif terhadap kultur kalus tanaman jagung yang resisten terhadap Helminthosporium maydis.
1976  Inisiasi pucuk dari eksplan tunas tanaman anyelir yang berasal dari penyimpanan pada suhu rendah (kreopreservasi).
1976  Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas pada tanaman Petunia hybrida dan P. Parodii.
1976  Sintesis dan perombakan oktopin dan nopalin diketahui dikontrol secara genetis oleh Ti-plasmid Agrobacterium tumefaciens.
1977  Keberhasilan integrasi DNA Ti-plasmid dari Agrobacterium tumefaciens  pada tanaman
1978  Hibridisasi somatik tomat dan kentang
1979  Pengembangan prosedur co-cultivation untuk teransformasi protoplas tanaman dengan Agrobacterium
1980  Pemanfaatan sel untuk biotransformasi digitoksin menjadidigoksin
1981 Pengenalan istilah variasi somaklon atau keragaman somaklon
1981 Isolasi auksotrop melalui skrining berskala besar terhadap koloni sel yang diperoleh dari protoplas haploid tanaman Nicotiana plumbaginifolia dengan perlakuan mutagen.
1982 Protoplas dapat bergabung dengan DNA telanjang sehingga memungkinkan untuk dilakukannya transformasi dengan isolasi DNA.
1983 Hibidisasi sitoplasma antargenus pada tanaman bit dan Brassica napus
1984 Transformasi sel tanaman dengan DNA plasmid
1985  Infeksi dan transformasi potongan daun dengan Agrobacterium tumefaciens dan regenerasi tanaman yang mengalami transformasi

2.3 Teknik Kultur Jaringan
            Teknik kultur jaringan dapat diterapkan dalam pemuliaan tanaman untuk mempercepat pencapaian dan membantu jika cara-cara konvensional menemui rintangan alamiah. Melalui teknik kultur jaringan dapat dilakukan manipulasi sebagai berikut :
1.      Manipulasi jumlah kromosom melalui bahan kimia atau meregenerasi jaringan tertentu dalam tanaman seperti : endosperma yang mempunyai kromosom 3n.
2.      Tanaman haploid dan double haploid yang homogeneous  melalui kultur anther atau mikrospora.
3.      Polinasi in vitro dan pertumbuhan embrio yang secara normal abortif.
4.      Hibridasi somatic melalui teknik fusi protoplasma baik intraspesifik maupun interspesifik
5.      Variasi somaklonal
6.      Transfer DNA atau organel untuk memperoleh sifat tertentu
      Sejak ada laporan bahwa larva atau ulat bahkan inseknya dapat hidup kembali setelah pembekuan pada suhu yang rendah sekali, penelitian kearah penyimpanan sel dan jaringan,semakin ditingkatkan. Sel, jaringan dan organ, mempunyai kemampuan regenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Dengan demikian, setriap sel merupakan satu calon tanaman pada lingkungan yang sesuai. Kelebihan ini belum ditunjukkan dalam kultur sel hewan. Kenyataan ini menimbulkan ide untuk menyimpan sel-sel yang kompeten tersebut dalam usaha koleksi dan konservasi plasma nutfa penting untuk penelitian genetik. Penyimpanan untuk jangka panjang, dilakukan dalam nitroden cair dengan suhu -195̊̊ C. Ada juga penyimpanan sementara, biasanya suhu berkisar antara 0̊̊C sampai -9̊C.
            Selain merupakan sumber sandang pangan, tanaman juga merupakan sumber bahan kimia yang penting untuk manusia. Berbagai obat-obatan, untuk menjaga kesehatan, tonik, bumbu, zat pewarna, wangi-wangian, dan pestisida, diperoleh dari tanaman. Pada masa lalu, bahan-bahan kimia tersebut diperoleh dari tanaman lengkap. Setelah penelitian kultur jaringan berkembang dengan pesat, ditemukan bahwa sel-sel dalam kultur, juga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan yang dibutuhkan manusia dengan tingkat produksi per unit berat kering yang setara atau lebih tinggi dari tanaman asalnya. Oleh karena itu, bertambahlah aplikasi metode kultur jaringan kearah bidang agro-industri. Beberapa persenyawaan seperti Shikonin dan Saponin gingseng, sudah mulai diproduksi dalam skala industri di Jepang. Sedangkan beberapa persenyawaan lain sebagai bahan pestisida seperti thiophene, sedang diteliti di Eropa. Hal ini mengurangi ketergantungan industri pada tanaman dilapangan yang pertumbuhan dan perkembangannya ditentukan oleh faktor lingkungan seperti tanah, nutrisi, iklim serta pengendalian hama dan penyakit.
            Teknik kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam memenpelaksanaannya. Syarat pokok pelaksanaan kultur jaringan adalah laboratorium dengan segala fasilitasnya. Laboratorium harus menyediakan alat-alat kerja, sarana pendukung terciptanya kondisi aseptik terkendali, dan fasilitas dasar seperti air dan bahan bakar.
            Selain fasilitas fisik, pelaksanaan kultur jaringan juga memerlukan perangkat lunak yang memenuhi syarat. Dalam melakukan pelaksanaan kultur jaringan, pelaksanaan harus mempunyai latar belakang ilmu-ilmu dasar tersebut. Pelaksana akan banyak berhubungan dengan berbagai macam bahan kimia, proses fisiologi tanaman (biokimia dan fisika), dan berbagai macam pekerjaan analitik. Kadang-kadang latar belakang pengetahuan tentang mikrobiologi, sitologi, dan histologi amat diperlukan pelaksana sendiri juga dituntut dalam hal keterampilan kerja, ketekunan, dan kesabaran tinggi, serta harus bekerja intensif. Pekerjaan meliputi: persiapan media, isolasi bahan tanaman (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, mengultur, aklimatisasi, dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapang. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, sebab setiap bahan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri.
            Kultur jaringan sudah diakui sebagai metode baru dalam perbanyakan tanaman. Tanaman yang pertama berhasil diperbanyak besar-besaran melalui kultur jaringan adalah: anggrek, menyusul berbagai tanaman hias dan tanaman hortikultura lainnya. Yang terakhir adalah perbanyakan tanaman kehutanan. Jenis tanaman yang secara ekonomis menguntungkan untuk diperbanyak secara kultur jaringan, sudah banyak. Namun harus diakui bahwa ada beberapa tanaman yang tidak menguntungkan bila dikembangkan dengan kultur jaringan, misalnya: kecepatan multiplikasinya rendah, terlalu banyak langkah untuk mencapai tanaman semua atau terlalu tinggi tingkat penyimpangan genetik. Pada prinsipnya, perbanyakan melalui kultur jaringan sangat perlu dalam tanaman-tanaman yang:
1.      Persentase perkecambahan biji rendah.
2.      Tanaman hibrida yang berasal dari tetua yang tidak menunjukkan male sterilty.
3.      Hibrida-hibrida yang unik.
4.      Perbanyakan pohon-pohon elit dan / atau pohon untuk batang bawah.
5.      Tanaman selalu diperbanyak secara vegetatif seperti: kentang, pisang, stowberry dan sebagainya.
      Beberapa kecepatan perbanyakan melaui kultur jaringan sehingga dikatakan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metode perbanyakan vegetatif yang konvensional? Dalam tanaman anggrek cymbidium, morel pada tahun 1964 memproyeksikan sebanyak 4 juta tanaman pertahun dari satu pucuk yang sehat. Hasegawa et al. (1973) memproyeksikan 300 ribu tanaman asparagus pertahun dari satu pucuk, tetapi dalam prakteknya yang (1977) menyatakan kira-kira 70 ribu tanaman dapat dihasilkan dari satu pucuk bila dikerjakan oleh satu orang dengan perhitungan 200 hari kerja per tahun, dan setiap hari menanam 500 ruas dari stek kultur yang axenik. Angka-angka ini merupakan jumlah yang tidak mungkin tercapai dengan metode yang umum. Faktor pembatas dari pencapaian angka ini hanya ketersediaan tenaga, fasilitas, dan kemungkinan kontaminasi.
            Karena semua pekerjaan dilakukan dalam laboratorium, maka pelaksanaannya tidak tergantung dari musim dan faktor lingkunagan lain, serta tidak memerlukan daerah pembibitan yang luas. Yang paling menguntungkan adalah bahwa hanya bagian kecil dari tanaman asal yang dipergunakan sebagai sumber inokulum, tidak seperti dalam cangkok atau dalam perundukan.
            Kultur jaringan sangat membantu dalam usaha eliminasi patogen. Dengan metode ini kita dapat memilih bagian-bagian atau sel-sel yang tidak mengandung patogen, terutama virus, dan menumbuhkan sel-sel tersebut serta meregenerasikannya kembali menjadi tanaman lengkap yang sehat. Secara konvensional tidak ada cara yang efektif untuk menghilangkan virus dari bahan tanaman. Kultur meristem yang disertai perlakuan suhu 38-400C selama beberapa waktu, dapat menghilangkan virus dari bahan tanaman. Bahan yang bebas patogen ini juga memudahkan pertukaran plasma nutfah internasional.
            Seleksi tanaman merupakan kegiatan agronomi yang telah ada sejak  manusia mulai membudidayakan tanaman. Pada metode konvensional, seleksi tanaman memerlukan jumlah tanaman yang banyak sekali lahan yang luas, dengan pemeliharaan yang intensif, serta waktu yang lama. Dengan berkembangnya kultur jaringan, ditemukan hasil yang tidak terduga. Dalam kultur yang membentuk sel-sel bebas , terjadi variasi somaklonal dalam hal morfologi, produksi pola pertumbuhan, dan resistensi terhadap penyakit. Dengan media seleksi, beberapa lini-lini sel ini dapat dibedakan dari sel-sel ini yang biasa dalam beberapa petri dish.
            Dalam pemuliaan tanaman yang komersil, banyak ditemui kegagalan pembentukan embrio yang viable. Kegagalan disebabkan oleh hambatan pada polinasi, pertumbuhan pollen-tube, fertilisasi, dan perkembangan embrio atau endosperma. Setelah kultur protoplasma berkembang, diharapkan hambatan ini dapat dikurangi dengan metode fusi protoplasma atau injeksi organel dan sitoplasma dari sel yang satu ke sel yang lain.
            Organogenesis dan embriogenesis untuk perkembangan pertanian sangat tergantung dari kemampuan regenerasi sel. Percobaan-percobaan pionir yang dimulai pada tahun 1902 oleh Hamberlandt, menemui kegagalan untuk mempertahankan pertumbuhan  jaringan dan regenerasi menjadi tanaman lengkap. Faktor keterbatasan pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh pada masa itu, menjadi penyebab kegagalan percobaan pertama Hamberllandt ( Gautheret, 1982). Setelah penemuan auksin oleh Went yang disusul kemudian dengan penemuan sitokinin oleh Skoog dan grupnya, maka proses regenerasi menjadi kenyataan. Totipotensi (total genetic potential) sel telah terbukti.
            Walaupun regenerasi sudah diperoleh dalam banyak tanaman, namun proses itu belum sepenuhnya dimengerti dan masih banyak sekali tanaman terutama tanaman tropik yang belum dipelajari. Dalam menggunakan teknik kultur jaringan, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah percobaan regenerasi tanaman. Dalam masa sekarang urutan studi regenerasi tanaman masih mempunyai unsur empirik. Untuk memperoleh hasil, masih diperlukan percobaan-percobaan try and error,  tetapi referensi dari percobaan-percobaan terdahulu memberikan latar belakang pendekatan yang sistematis terhadap masalah yang timbul. Analogi-analogi ditarik dari percobaan dengan spesies ynag dekat hubunagn taksonominya dan/atau habitat tumbuhnya.

2.4 Terminologi
Beberapa Terminologi
            Kultur jaringan (tissue culture) sampai sekarang digunakan sebagai suatu istilah umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang umumnya tembus cahaya. Sering kali kultir aseptik disebut juga kultur in vitro ynag arti sebenarnya : kultur didalam gelas. Didalam pelaksanaannya, ditemui pembagian kultur sebagai berikut :
1.      Kultur Organ (organ culture), merupakan kultur yang diinisiasi dari bagian-bagian tanaman seperti : ujung akar, pucuk aksilar, ujung pucuk (meristem dengan beberapa primordial daun), dan embrio sebagai bagian dari biji.
2.      Kultur Kalus (callus culture), merupakan kultur sekumpulan sel yang tidak terorganisir, hany asel-sel parenkim yang berasal dari berbagai bahan awal.
3.      Kultur Suspensi (Suspension culture), adalah kultur sel bebas atau agregat sel kecil dalam media cair dengan pengocokan. Pada umumnya kultur suspensi diinisiasi dari kalus.
4.      Kultur protoplasma. Sel-sel muda yang diinisiasidalam media cair kemudian dihilangkan dinding selnya dengan menggunakan enzim. Protoplasma kemudian dibiarkan membelah diri dan membentuk dinding kembali pada media padat. Kultur protoplasma digunakan untuk hibridisasi somatic (fusi dua protoplasma baik intraspesifik maupun interspesifik)
5.      Kultur Haploid (kultur mikrospora/kultur anther), adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yaitu : kepala sari atau tepung sarinya. Diharapkan yang tumbuh dan beregenerasi adalah : tepung sari sehingga diperoleh kultur yang haploid. Apabila secara khusus yang dipakai sebagai bahan tepung sari, maka kultur sering disebut kultur mikrospora. Kultur anther adalah kultur yang diinisiasi dari seluruh kepala sari.
Bagian dari tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur, disebut eksplan. Pemindahan kultur ke media lain baik media yang sama ataupun yang lain, disebut sub kultur. Setiap masa inkubasi disebut passage. Passage pertama adalah sub kultur pertama dari bagian yang terbentuk dari eksplan awal. Bahan yang diambil pada setiap sub kultur disebut sebagai inokulum (Street,1997). Eksplan harus diusahakan supaya dalam keadaan aseptik melalui prosedur sterilisasi dengan berbagai bahan kimia. Dari eksplan yang aseptik kemudian dperoleh kultur yang asenik yaitu kultur dengan hanya satu macam organisme yang digunakan.
Eksplan yang ditanam pada media tumbuh yang tepat, dapat beregenerasi melalui proses yang disebut organogenesis atau embriogenesis. Organogenesis artinya proses terbentuknya organ-organ seperti : pucuk dan akar. Pucuk yang terbentuk pada tempat yang bukan jaringan asal (orgin) yang biasa, disebut pucuk yang terbentuk dari hipokotil, serta pucuk yang terbentuk dari kotiledon atau akar. Sedangkan embriogenesis ialah : proses terbentuknya embrio somatic. Embrio somatic adalah embrio yang bukan berasal dari zigot, tetapi dari sel biasa dari tubuh tanaman. Bila embrio terbentuk langsung dari kultur anther atau mikrospora, prosesnya disebut androgenesis. Proses pembentukan embrio dari ovari yang belum mengalami fertilisasi, disebut gynogenesis (Zhou Chang et al, 1986). Tanaman lengkap hasil regenerasi dalam kultur jaringan disebut plantlet. Plantlet sebelum dipindahkan ke lapangan dan diperlakukan sebagai bibit, harus mengalami masa adaptasi dari kultur heterotropik menjadi autropik. Masa adaptasi plantlet disebut masa aklimatisasi.
Pucuk-pucuk yang terbentuk dari jaringan kalus, terutama yang sudah mengalami subkultura, dapat bervariasi. Variasi-variasi ini disebut variasi somaklonal. Penyebab variasi ini belum diketahui dengan pasti, ada kemungkinan variasiini sudah ada dalam eksplan asli karena sifat kromosom mosaic dalam sel-sel somatic ataupun terjadi akibat lingkunagn dalam kultur. Salah satu variasi yang terjadi adalah tanaman aneuploid: yaitu tanaman yang jumlah kromosom 2n-1 atau 2n+1.
Sel-sel dalam kalus atau sel-sel dari jaringan daun yang diidolasi dengan perlakuan enzim merupakan bahan untuk memperoleh protoplasma. Protoplasma-protoplasma diperoleh dengan menghilangkan dinding sel dengan bantuan enzim-enzim cellulase, hemicellulase, dan pektinase. Protoplasma kemudian dapat “dipkasa”untuk saling menempel dan bersatu membentuk suatu fusi sel. Proses ini merupakan bidang pemuliaan yang disebut hibridasi genetic.hasil gabungan dua atau lebih protoplasma yang berbeda jenis dengan inti-intinya disebut heterokarion. Bila hanya sitoplasma yang bergabung, maka hasil gabungannya disebut cybrid.
Pemahaman terhadap istilah-istilah yang sering digunakan dalam kultur in vitro merupakan suatu hal yang sangat mendasar. Istilah-istilah yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah sebagai berikut :
1.      Bahan tanam yang digunakan dalam kultur jaringan biasanya disebut dengan eksplan.
2.       Kalus; a) suatu jaringan yang tersusun oleh sel-sel terdediferensiasi yang umumnya dihasilkan oleh jaringan yang luka atau kultur jaringan pada media yang berisi auksin tertentu, atau b) pertumbuhan aktif massa sel yang belum dan terdiferensiasi dan tidak terorganisir yang berkembang dari jaringan luka atau kultur jaringan yang ditanam pada media dengan tambahan zat pengatur tumbuh. 
3.      Dalam kultur jaringan sering dilakukan pemindahan eksplan dari media I (untuk induksi kalus) ke media II (media untuk induksi organ tunas dan akar). Pemindahan eksplan dari media satu ke media lain (baik jenis medianya sama atau lain) dikenal dengan istilah sub kultur.
4.         Setiap masa inkubasi disebut passage. Passage pertama adalah sub kultur pertama dari jaringan yang terbentuk dari eksplan awal.
5.         Bahan yang diambil pada setiap sub kultur disebut inokulum.
6.         Kultur asenik adalah kultur dengan hanya satu macam organisme yang diinginkan.
7.         Eksplan yang ditanam pada media tumbuh yang tepat, dapat beregenerasi melalui proses yang disebut organogenesis atau embriogenesis. Oraganogenesis adalah proses terbentuknya organ-organ seperti pucuk dan akar.
8.         Pucuk yang terbentuk pada tempat yang ukan jaringan asalnya (origin) yang biasa disebut pucuk adventif. Seperti pucuk yang terbentuk dari kalus, hipokotil, kotiledon, dan akar.
9.         Embriogenesis adalah proses terbentuknya embrio somatik
10.    Embrio somatik (nonzygotic embryo) adalah embrio yang bukan berasal dari zigot, tetapi dari sel tubuh tanaman.
11.    Bila embrio terbentuk dari kultur anther atau mikrospora disebut androgenesis, bila berasal dari ovari yang belum mengalami fertilisasi disebutgynogenesis.
12.    Anakan tanaman yang telah lengkap memiliki organ daun, batang dan akar hasil kultur jaringan disebut planlet (plantula).
13.    Plantula yang akan dipindah ke lapangan dan diperlakukan sebagai bibit, harus mengalami masa adaptasi dari kultur heterotropik menjadi kultur autotropik. Masa adaptasi plantula disebut dengan aklimatisasi.
14.    Pucuk-pucuk yang terbantuk dari jaringan kalus, terutama yang sudah mengalami sub kultur, dapat bervariasi. Variasi-variasi ini disebut variasi somaklonal. Penyebab variasi ini belum diketahui dengan pasti, ada kemungkinan variasi ini sudah ada dalam eksplan asal karena sifat kromosom mosaik dalam sel-sel somatik ataupun terjadi akibat lingkungan di dalam kultur.
15.    Salah satu variasi yang terjadi adalah tanaman yang aneuploid yaitu tanaman yang jumlah kromosommya 2n-1 atau 2n+1.
16.    Sel-sel dalam kalus atau sel-sel dari jaringan daun siisolasi dengan perlakukan enzim meupakan bahan untuk memperoleh protoplasma. Protoplasma-protoplasma diperoleh dengan menghilangkan dinding sel dengan bantuan enzim-enzim cellulase, hemicellulase dan pektinase. Propoplasma kemudian dapat ”dipaksa” untuk saling menempel dan bersatu membentuk suatu fusi sel. Proses ini merupakan bidang pemulaiaan yang disebut hibridisasi genetik.
17.    Hasil gabungan dua atau lebih protoplasma yang berbeda jenis dengan inti-intinya dikenal dengan istilah heterokarion.
18.    Bila hanya sitoplasma yang bergabung maka disebut cybrid.

2.5 Tahapan Pembuatan Kultur Jaringan
Gambar 2.1 Tahapan Kultur Jaringan
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah : Pembuatan media, Intisiasi, Sterilisasi, Multipikasi, Pengakaran, dan Aklimatisasi

1. Media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang di gunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu di perlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.  Ada dua penggolongan media tumbuh : media padat dan media cair. Media padat umumnya berupa padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.

2. Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.Ada beberapa tipe jaringan yang di gunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan tipe pertama ini bisa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan kedua adalah jaringan parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah jaringan daun yang sudah berfotosistesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.

 3. Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu dilaminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.



4. Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.

5. Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan oleh jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).

6.Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.

2.6 Manfaat Kultur Jaringan
Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan induknya. Dari teknik kultur jaringan tanaman ini diharapkan juga memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul. Secara lebih rinci dan jelas berikut ini akan dibahas secara khusus kegunaan dari kultur jaringan terhadap berbagai ilmu pengetahuan. Manfaat atau keuntungan yang dapat diperoleh jika melakukan teknik kultur jaringan adalah sebagai berikut:
  1. Bibit (hasil) yang didapat berjumlah banyak dan dalam waktu yang singkat
  2. Sifat identik dengan induk
  3. Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki
  4. Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa.
  5. Perbanyakan cepat dari klon. Kecepatan multiplikasi sebanyak 5 akan memberikan 2 juta plantlet dalam 9 generasi yang memerlukan waktu 9 – 12 bulan.
  6. Keseragaman genetik. Karena kultur jaringan merupakan perbanyakan vegetatif, rekombinasi karakter genetik acak yang umum terjadi pada perbanyakan seksual melalui biji, dapat dihindari. Karenanya, anakan yang dihasilkan bersifat identik. Akan tetapi, mutasi dapat terjadi pada kultur jaringan pada saat sel bermultiplikasi, terutama pada kondisi hormon dan hara yang tinggi. Mutasi genetik pada masa multiplikasi vegetatif ini disebut “variasi somaklonal”.
  7. Kondisi aseptik. Proses kultur jaringan memerlukan kondisi aseptik, sehingga pemeliharaan kultur tanaman dalam kondisi aseptik memberi bahan tanaman yang bebas patogen.
  8. Seleksi tanaman, adalah memungkinkan untuk memiliki tanaman dalam jumlah besar pada wadah kultur yang relatif kecil. Seperti telah disebutkan sebelumnya, variasi genetik mungkin terjadi. Juga, adalah memungkinkan untuk memberi perlakuan kultur untuk meningkatkan kecepatan mutasi. Perlakuan dengan bahan kimia (bahan mutasi, hormon) atau fisik (radiasi) dapat digunakan.
  9. Stok mikro, memelihara stok tanaman dalam jumlah besar mudah dilakukan pada kultur in vitro. Stok induk biasanya dipelihara in vitro, dan stek mikro diambil untuk diakarkan di kultur pengakaran atau dengan perbanyakan biasa.
  10. Lingkungan terkontrol
  11. Konservasi genetik. Kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan spesies tanaman yang terancam (rare and endangered species). Metode dengan pemeliharaan minimal, penyimpanan jangka panjang telah dikembangkan.
  12. Teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan hibrida dari spesies yang tidak kompatibel melalui kultur embrio atau kultur ovule.
  13. Tanaman haploid dapat diperoleh melaui kultur anther.
  14. Produksi tanaman sepanjang tahun.
  15. Perbanyakan vegetatif untuk spesies yang sulit diperbanyak secara normal dapat dilakukan melalui kultur jaringan


2.7 Masalah Dalam Kultur Jaringan
Adapun masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu   :     
1.      Kontaminasi, kontaminasi adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan. Munculnya gangguan ini bila dipahami secara mendasar adalah merupakan sesuatu yang sangat wajar sebagai konsekuensi penggunaan yang diperkaya. Penomena kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis kontaminasinya (bakteri, jamur,virus, dll).
2.     Vitrifikasi, vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan:     ·         Munculnya pertumbuhan yang tidak normal.
·         Tanaman yang dihasikan pendek- pendek atau kerdil
·         Pertumbuhan batang cenderung ke arah penambahan diameter.
·         Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade.
3.      Praperlakuan. Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan saja atau pertumbuhan dan perkembangannya dalam botol saja, tetapi juga sangat bisa dipengaruhi oleh persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan muncul bila kegiatan prapelakuan tidak dilakukan. Prapelakuan dilakukan umumnya untuk tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah rangka menghilangkan hambatan. Hambatan dapat berupa hambatan kemikalis, fisik, biologis. Hambatan berupa bahan kimia penanganannya harus dimulai dari pengenalan senyawa aktif, potensi gangguan, proses reaksi dan alternatif pengelolaannya.
4.    Lingkungan Mikro, masalah lingkungan incubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga sering menjadi masalah. Suhu ruangan incubator sangat menentukan optimasi eksplan pertumbuhan suhu yang terlalu rendah atau tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan.








BAB  III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
        Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian ari tanaman seerti protoplasma, sel, kelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali.Terdapat macam-macam tipe kultur jaringan yang sering dipakai – kultur kalus, kultur suspensi sel, kultur organ, kultur meristem ujung dan kultur protoplas.
        Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini merupakan dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya.
       Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah : Pembuatan media, Intisiasi, Sterilisasi, Multipikasi, Pengakaran, dan Aklimatisasi
       Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan induknya.
              Masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu          :     
1.      Kontaminasi, kontaminasi adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan.
2.      Vitrifikasi, vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur.
3.      Praperlakuan Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan saja atau pertumbuhan dan perkembangannya dalam botol saja, tetapi juga sangat bisa dipengaruhi oleh persyaratan kegiatan prapelakuan.
4.      Lingkungan Mikro






Daftar Pustaka

Edi, Syahmi. 2014. Pengantar Bioteknologi. Medan: FMIPA UNIMED
Harahap, Fauziah. 2014. Kultur Jaringan. Medan: FMIPA UNIMED
Rao, Subra. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: UI-Press
Welsh, James R.1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta : Erlangga



Tidak ada komentar:

Posting Komentar