Minggu, 22 Maret 2015

Fiksatif Tunggal

BAB II
ISI

2.1. Fiksatif Tunggal – Bahan Pembuatan Fiksatif Campuran
            Bahan-bahan kimia dibawah ini pada awalnya digunakan sebagai fiksatif tunggal. Tetapi pada perkembangan selanjutnya, bahan-bahan tersebut kecuali beberapa bahan tertentu, sudah jarang digunakan secara sendirian tetapi dijadikan sebagai salah satu komponen dari fiksatif komponen.
1.      Asam Asetat (CH3COOH)
Asam asetat adalah bahan fiksatif paling tua yang pernah dikenal, sejak abad ke -18 asam cuka telah digunakan untuk mengawetkan hydra. Dalam teknik modern, bahan ini jarang digunakan secara tunggal tetapi merupakan komponen pnting dari berbagai larutan fiksatif berhubung karena aksinya yang sangat efektif dalam memfiksasi inti sel dan daya penetrabilitasnya yang tinggi. Asam asetat memfiksasi nucleoprotein dengan baik tetapi tidak memfiksasi protein sitoplasma. Tidak mengeraskan jaringan bahkan sebaliknya dapat mencegah mengerasnya jaringan karena yang disebabkan alcohol.
Asam asetat murni sering disebut asam asetat glacial (asam asetat berasap) karena konsentrat ini bersifat padat pada temperatur di bawah 170C.
2.      Aseton (CH3COCH3)
Aseton biasanya digunakan untuk mempelajari enzim-enzim jaringan seperti fosfatase dan lipase. Bahan ini memiliki daya penetrasi jaringan yang rendah sehingga hanya potongan jaringan yang akan difiksasi haruss kecil ukurannya, digunakan dalam keadaan dingin.
3.      Kromium trioksida (CrO3), asam kromat
Kristalin kromium trioksida (CrO3) disebut asam kromat jika dilarutkan dalam air, biasanya dengan konsentrasi 0,5%. Sifat-sifat umumnya antara lain : menembus jaringan dengan lambat, mengeraskan jaringan secara moderat, menimbulkan sedikit kerutan jaringan, membentuk rongga dalam sitoplasma dan sedikit mengubah struktur (bentuk) inti. Bahan ini merupakan koagulan nucleoprotein yang baik dan meningkatkan daya serap bahan inti terhadap warna. Selain itu juga dapat mengoksidasi polisakarida menjadi bentuk aldehida, suatu sifat yang dimanfaatkan dalam uji histokimia Bauer untuk melokalisasi glikogen dan polisakarida yang lain.
4.      Alkohol
Adalah fiksatif umum jaringan yang kurang baik karena tidak dapat memfiksasi bahan inti (kromatin) secara memadai. Bahan ini merupakan koagulan sitoplasma yang baik tetapi tidak dapat digunakan untuk memfiksasi lipida karena lipida larut dalam alkohol. Etil alkohol (etanol, C2H6OH) akan mengeraskan jaringan tetapi kadang-kadang digunakan sebagai fiksatif untuk enzim-enzim tertentu dan sangat baik untuk jaringan saraf terutama jika ingin mempelajari badan Nissl.
Metil alkohol (metanol, CH3OH) biasanya digunakan sebagai fiksatif tunggal, khususnya untuk jaringan hematologis.
5.      Aldehida (HCHO)
Formaldehida umumnya dijual dalam bentuk larutan (biasanya 40%) dalam air dengan nama formalin. Kandungan actual formalin dalam suatu larutan biasanya ditentukan berdasarkan produk komersial, contohnya: larutan formalin 10% berarti terdiri dari 10 bagian formalin komersial (formalin 40%) dicampur dengan 90 bagian akuades, kecuali dinyatakan lain.
Jika dibiarkan terlalu lama, formali akan mengalami polimerisasi membentuk paraformaldehida atau mengalami oksidasi menjadi asam format. Formaldehida yang telah mengalami polimerisasi ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna putih.
Formalin dapat mempenetrasi jaringan dengan kecepatan yang moderat, tetapi aksi fiksasinya berjalan lambat. Walaupun formalin dapat mengawetkan sel-sel secara memadai, tetapi sel-sel tersebut tidak dapat terlindungi secara penuh kecuali jika jaringan dikeraskan dengan cara merendamnya dalam formalin untuk jangka waktu yang lama.
Formalin merupakan fiksatif yang baik untuk lemak tetapi tidak memfiksasi karbohidrat yang larut, tidak melarutkan lipoid atau lemak tetapi melarutkan sebagian glikogen dan urea.

6.      Merkuri Klorida (HgCl2)
Biasanya digunakan dalam bentuk larutan jenuh dalm air (lebih kurang 70%), bersifat asam berhubung terjadinya pelepasn ion H+ dan Cl- dalam air tersebut. Merkuri klorida mempenetrasi jaringan cukup cepat tetapi kalah cepat dibandingkan asam asetat, mengeraskan jaringan secara memadai.  Merkuri klorida sangat baik untuk memfiksasi mucin.
Kelemahan merkuri klorida antara lain adalah bahan ini mendepositkan endapan bahan kimia tertentu dalam jaringan. Endapan ini dapat berupa kristalin (berbentuk jarum) atau merkuri logam (endapan amorf atau ireguler). Kelemahan lain erkuri klorida adalah kenyataan bahwa kristal merkuri klorida bersifat menghambat pembekuan jaringan sehingga sangat sulit untuk membuat sayatan beku yang baik dengan bahan ini.
7.      Osmium tetroksida (OsO4), asam osmat
Dalam larutan (biasanya 1% dalam akuades) osmium tetroksida akan bereaksi dengan satu molekul air membentuk H2OsO5 yang secara salah sering disebut  asam osmat. Catatan, rumus molekul osmat seharusnya H2OsO4.
Asam osmat mengawetkan sitoplasma dan inti tetapi, walaupun dapat meningkatkan pewarnaan kromatin oleh pewarna basa, bahan ini malah menurunkan pewarnaan sitoplasma. Karena asam osmat akan tereduksi oleh cahaya dan panas, maka bahan ini disimpan pada tempat yang gelap dan dingin
Asam osmat merupakan fiksatif yang baik untuk preparasi mikroskop electron, jaringan umumnya dipostfiksasi dengan larutan ini sebelum diproses untuk keperluan pengamatan dengan mikroskop elektron.
8.      Asam pikrat [C6H2(NO2)3OH]
Digunakan dalam bentuk larutan jenuh dalam aquades (0,9 – 1,2%). Bahan ini merupakan koagulan protein yang sangat baik dan akan membentuk protein pikrat yang memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap pewarna asam, tidak melarutkan lipida dan sangat direkomendasikan untuk fiksasi glikogen.
Asam pikrat merupakan konstituen fiksatif yang digemari karena tidak mengeraskan jaringan, tetapi bahan ini tidak dapat digunakan sendirian sebagai fiksatif tunggal karena efek pengkerutannya yang sangat besar.
9.      Kalium dikromat (K2Cr7O7)
Kalium dikromat merupakan suatu non koagulan protein dan membuat protein bersifat lebih basa tetapi dapat melarutkan nucleoprotein. Kalium dikromat biasanya digunakan dalam pengamatan mitokondria.  
Kalium dikromat dapat dikombinasikan dengan merkuri klorida, asam pikrat dan asam osmat, tetapi akan bereaksi dengan formalin sehingga tidak boleh dicampur dengan formalin sampai saat akan digunakan. Jika ditambahkan asam asetat, mitokondria akan hilang tetapi kromosom menjadi lebih jelas. Setelah fiksasi sebaiknya jaringan dicuci terlebih dahulu dengan air untuk mencegah terbentunya endapan Cr2O5 jika jaringan langsung bersentuhan dengan alkohol.
10.  Asam trikloroasetat (CCl3COOH)
Bahan ini tidak pernah digunakan sebagai fiksatif secara tunggal, sifat aksinya sama dengan asam asetat, dapat membengkakkan jaringan dengan memiliki aktivitas dekalsifikasi. Setelah fiksasi sebaiknya jaringan dicuci dengan alkohol dan bukan dengan air.










11. Larutan Gilson
            Merkuri klorida jenuh             20 bagian
            Asam kromat 1%                     20 bagian
            Asam nitrat                              2 bagian
            Asam asetat glasial                 2 bagian
            Larutan jenuh merkuri klorida dibuat dengan melarutkan 10 g bahan ini dengan 100 mlakuades. Larutan Gilson mematikan dan menembus jaringan dengan cepat, serta tidak menimbulkan kontraksi jaringan. Larutan ini sangat baik untuk invertebrata seperti annelida, cacing pipih, cacing giligdan larva insekta.
12. Larutan Bensey AOB
            Asam osmat 2%                      2 ml
            Kalium dikromat 2,5%            8 ml
            Asam asetat glasial                 1 tetes
            Fiksatif ini sangat disarankan untuk tujuan pengamatan mitokondria.
13. Larutan Regaud
            Kalium dikromat 3%               80 ml
            Formalin komersial                 20 ml
            Karena larutan ini merupakan larutan fiksatif umum sitoplasma, maka jika ingin mengamati mitokondria ada baiknya jika formalin dinetralisasi terlebih dulu sampai pH 6,5 sebelum dicampur dengan kalium dikromat. Setelah fiksasi sebaiknya jaringan dicuci terlebih dahulu.
14. Larutan Bianco
            Asam kromat               1 g
            Asam asetat glasial     5 ml
            Akuades                       100 ml
            Fiksatif ini khusus diadaptasi untuk digunakan pada invertebrata kecil. Larutan yang digunakan harus segar (disiapkan beberapa saat sebelum digunakan), jaringan direndam selama 30 menit (untuk larva invertebrata) atau satu malam (untuk polychaeta). Setelah fiksasi jaringan harus dicuci dengan air ledeng mengalir sampai warna hilang.
15. Larutan Gate
            Asam kromat               0,7 g
            Asam asetat glasial     0,5 ml
            Akuades                       100 ml
            Larutan ini sangat baik untuk fiksasi kromosom yang terdapat pada uujung akar tumbuhan. Sampel jaringan harus direndam selama satu malam dan kemudian dicuci dengan air ledeng mengalir.
16. Larutan Navashin
            Asam kromat                           0,8 g
            Asam asetat glasial                 20 ml
            Formalin komersial                 5 ml
            Akuades                                   100 ml
            Larutan ini harus dibuat selalu segar, atau dibuat dalam bentuk dua larutan dimana asam kromat harus terpisah dari formalin.
17. Larutan Carnoy
            Alkohol absolut                       60 ml
            Kloroform                               30 ml
            Asam asetat glasial                 10 ml
            Rendam potongan kecil jaringan selama 30 – 90 menit lalu pindahkan ke dalam kloroform murni selama 30 menit dan kemudian langsung pindahkan ke parafin cair 93 kali ganti). Tanam dalam parafin. Tidak dibutuhkan dehidrasi setelah fiksasi. Ini merupakan metode cepat untuk sayatan parafin, dan memberi hasil yang cukup memadai untuk tujuan pengamatan histologi umum. Tetapi jika waktu bukanlah faktor pembatas, sebaiknya larutan ini tidak digunakan karena bisa mengeriputkan jaringan secara signifikan.
18. Larutan Alkohol-Formalin-Asetat (AFA)
            Etanol 70%                             90 ml
            Formalin komersial                 10 ml
            Asam asetat glasial                 2 ml
            Fiksatif ini sangat umum digunakan dalam teknik parasitologi untuk memfiksasi cacing parasit dalam usus teristimewa jika ingin diproses in toto. Jika pewarnaan ingin dilakukan in toto, sebaiknya jaringan langsung dipindah ke alkohol 35% setelah fiksasi.
19. larutan Kolmer
            Kalium dikromat                     1,8 g
            Uranil asetat                           0,75 g
            Formalin komersial                 3,6 ml
            Asam asetat glasial                 9,0 ml
            Asam trikloroasetat                 4,8 ml
            Akuades                                   87 ml
            Pada awalnya fiksatif ini dikembangkan untuk memfiksasi jaringan mata secara utuh, tetapi larutan ini juga ternyata memberi hasil yang sangat memuaskan jika digunakan untuk pengamatan struktur saraf. Karena itu garam uranium telah digunakan secara luas dalam fiksatif yang ditujukan untuk mempelajari sistem saraf pusat secara khusus tetapi formula khusus ini dapat pula digunakan untuk keperluan yang lebih umum. Fiksasi dengan menggunakan bahanini harus dilakukan selama satu malam dan jaringan harus dicuci dengan air ledeng mengalir setelah fiksasi.
20. Larutan Petrunkewitsch
            Larutan A :
                        Asam nitrat                              12 ml
                        Nitrat dari cuprum                  8 g
                        Akuades                                   100 ml
            Larutan B :
                        Phenol                                     4 g
                        Etil eter                                    6 g
                        Etanol 80 %                            100 ml
            Pada saat akan digunakan campurkan satu bagian larutan A dengan 3 bagian larutan Fiksatif ini memberi hasil yang sama baiknya dengan larutan Gilson. Fiksasi jaringan antara 2 – 3 hari, jangan lebih karena bisa merusak jaringan, setelah fiksasi cuci jaringan dengan etanol 70%.
Proses fiksasi jaringan- Beberapa pertimbangan
            Berbagai pertimbangan yang harus di perhatikan ketika harus melakukan fiksasi jaringan:
            Pertimbangan pertama dalam pemilihan fiksasi adalah tujuan pengamatan yang akan dicapai dalam pembuatan preparat histologi. Apakah tujuan dicapai secara memadai hanya dengan menggunakan fiksasi umum (all-purpose fixative) atau harus menggunakan fiksasi khusus? Biasanya fiksasi yang dilarutkan didalam air akn melarutkan glikogen sementara yang dilarutkan dalam alkohol akan menghilangkan lipida jaringan.
            Pertimbangan kedua adalah tentang efek pengerasan jaringan yang ditimbulkan oleh fiksasi. Suatu fiksasi yang menimbulkan efek pengerasan berlebih akan menimbulkan masalah dengan jaringan hati dan otot, dan sebaliknya, suatu fiksasi yang memiliki semua sifat khusus yang diinginkan tetapi tidak bisa mengeraskan jaringan harus dihindarkan pemakaiannya.Pertimbangan yang ketiga adalah menyangkut volume fiksatif.
Maserasi – Perlakuan Khusus untuk Jaringan Padat
            Kadang – kadang, untuk jaringan tertentu yang benar – benar padat, fiksasi tidak bisa segera dilakukan jika jaringan masih segar, perlu perlakuan khusus terlebih dahulu. Contohnya dari jarngan padat ini mungkin perlu dipoisahkan terlebih dahulu serabut otot atau saraf atau jaringan lain. Perlakuan khusus ini disebut miserasi. Perlakuan ini biasanya dilakukan dengan cara merendam jaringan dengan larutan tertentu dan larutan ini disebut miserasi.
            Beberapa larutan yang sering ddipakai untuk keperluan miserasi
1.      Alkohol 30% : 24 jam atau lebih (sampai 4 hari)
2.      Formalin (1 bagian) dalam larutan garam NaCl 10% (100 bagian) : 24 jam atau lebih
3.      NaCl 1% : 24 jam atau lebih atau lebih
4.      Asam kromat 0.2% (aqueous) : 24 jam
5.      Asam nitrat 20% (aqueous), sangat disarankan untuk isolasi otot halus yang terdapat pada kantung kemih
6.      Asam borat (larutan jenuh dalam salin atau air laut untuk cacing laut) ditambah 2 tetes larutan yodium Lugol untuk setiap 25 ml larutan : 2 – 3 hari
7.      Kalium hidroksida 33% (aqueous), sangat baik untuk mengisolasi  otot rangka dan otot halus. Setelah direndam selama 1 – 1.5 jam, pisah – pisah jaringan dengan jarum
8.      Asam osmat 0,01% dapat mendisosiasi dan sekaligus memfiksasi serabut otot dalam beberapa hari. Penambahan asam asetat 1% kedala l;arutan akan mempercepat disosiasi dan fiksasi. Rendam hanya potongan jaringan kecil
9.      Maserasi dengan enzim. Sangat baik untuk jaringan ikat, retikulum dan lain – lain.  Masukkan sayatan beku jaringan ikat kedalam larutan berikut :
a.       Pancreatin siccum             5,0 g
b.      Natrium bikarbonat           10,0 g
c.       Akuades                            100,0 g
Langsung cuci dan diwarnai.

Fiksasi dengan Cara Perfusi
            Fiksasi dengan cara perfusi yaitu dilakukan dengan cara memaksa masuk fiksatif kedalam jaringan dengan alat tertentu. Perfusi dapat dilakukan dengan baik pada hewan yang sudah mati maupun pada hewan masih hidup tetapi sudah berada dibawah pengaruh bahan anestesi.  Cara perfusi ini sangat bermanfaat pada jaringan atau organ tertentu yang membutuhkan fiksasi sesegera mungkin tetapi tidak dapat dikoleksi dengan cepat, contoh utamanya adalah sistem saraf pusat. Namu kebanyakan organ tidak dapat terfiksasi secara memadai  hanya dengan metode perfusi karena cairan perfusi biasanya mengalalir keluar dari dalam sel selama proses pemompaan. Peralatan utama yang digunakan adalah kanula gelas dengan ukuran sesuai dengan diameter aorta yang akan digunakan, dan beberapa selang karet yang berfungsi untuk menghubungkan kanula dan botol perfusi.

 Cara melakukan perfusi
            Setelah hewan dibius, potong pembuluh darah disekitar leher. Dedahkan jantung dengan cara memotong bagian kartilago rusuk yang diikuti dengan mengangkat sternum. Setelah itu syat bagian perikardium dan lipat ke bagian belakang hingga arteri – arteri besar terlihat dengan jelas. Bersihkan aorta dari jaringan lain yang melekat dan buat ikatan dibelakangnya. Buat satu celah kecil pada dinding aorta ( mengarah ke posterior ) dan dengan hati hati selipkan sebuah kanula yang sebelumnya telah dibasahi.  Buka atrium kanan sehingga darah dan cairan lain dapat mengalir keluar.
            Sebelum fiksatilf diperfusi ada baiknya diawali dengan injeksi larutan salin (50 – 100 ml) untuk mengeluarkan residu darah yang masih menenpel pada dinding pembuluh darah. Jika fiksatif yang akan digunakan adalah formalin dikromat subtitusi kalium dikromat 2,5% dengan salin normal. Isi botol perfusi dengan fiksatif (500 – 1000 ml, tergantung ukuran tubuh hewan), yang telah dihangatkan setara dengan suhu tubuh. Letakkan botol perfusi selevel dengan permukaan meja, buka keran yang terdapat pada selang karet kemudian botol perfusi secara perlahan sampai mencapai ketinggian 4 – 5 kaki pada ketinggian mana akan timbul tekanan yang memadai untuk memaksa darah keluar. Setelah 5 menit, buak abdomen dan amati organ yang ingin diferfusi. Jika pembuluh darah pada permukaan organ masih berisi darah dan organ belum berubah warna maka ada kemungkinan bahwa perfusi tidak berhasil.








  





Tidak ada komentar:

Posting Komentar