Sabtu, 07 Februari 2015

SEKILAS TENTANG THE HIDDEN PARADISE TANGKAHAN
Tangkahan adalah sebuah kawasan di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Diapit oleh Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang, Tangkahan menawarkan pemandangan yang spektakuler dan udara segar yang menyejukkan.
Kombinasi dari vegetasi hutan hujan tropis dan topografi yang berbukit, menjadikan Tangkahan sebagai tempat yang ideal untuk berwisata. Sungai Buluh dan Batang Serangan yang membelah hutan ini merupakan tipe sungai khas hutan tropis, dilengkapi dengan beraneka ragam jenis tumbuhan aneka warna dan tebing bercorak di sepanjang sungai. Air sungai yang sangat jernih dan bernuansa hijau menciptakan panorama dan atmosfer yang alami dan mistis. Tangkahan menjadi pilihan yang tepat untuk ‘bersembunyi’ dari hiruk-pikuknya kota berpolusi.
Untuk sampai di lokasi ini, dari Terminal Pinang Baris di kota Medan, Anda menggunakan bis Pembangunan Semesta langsung menuju Tangkahan, melewati Stabat. Perjalanan ke Tangkahan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 3-4 jam dari kota Medan. Untuk menuju kawasan ekowisata, kita harus menyeberangi sungai. Sungai Batang Serangan cukup deras arusnya, sehingga harus menggunakan rakit. Dan, disinilah petualangan Anda dimulai!
JBanyak kegiatan wisata yang dapat dinikmati di Tangkahan, baik petualangan atau hanya sekadar berenang dan trekking di hutan tropis. Terdapat 3 jalur trekking di hutan ini, mulai dari soft trekking (untuk anak–anak maupun keluarga) sampai yang bersifat petualangan. Pengunjung akan ditemani pemandu lokal yang telah dibekali dengan pengetahuan tentang hutan dan interpretasi alam, sehingga Anda dapat mengetahui akan kekayaan alam yang tersembunyi di hutan ini.
Jangan kaget jika pertama kali melihat para pemandu (ranger) di Tangkahan, sepintas memang tampak agak ‘seram’, dengan rambut panjang, wajah persegi, dan logat karo yang keras, tapi jangan berprasangka buruk dulu lho… Ranger di sini semuanya dijamin super ramah dan sangat humoris. Istilah “don’t judge the book by its cover” memang benar terbukti di sini. Kalo gak percaya, ya silakan dibuktikan sendiri.
Apa aja sih yang bisa dilakukan di Tangkahan?
Ada 7 gajah yang biasa dipakai untuk trekking. Trekking di sini maksudnya adalah Anda akan diajak masuk ke dalam hutan dengan menunggang gajah. Uniknya, gajah yang Anda tunggangi adalah gajah-gajah terlatih yang juga digunakan untuk patroli atau melindungi Taman Nasional dari kegiatan ilegal seperti perburuan, perambahan, dan tentu saja illegal logging.
Uniknya lagi, jalur yang digunakan untuk trekking pun adalah jalur yang biasa dipakai untuk berpatroli. Jadi, sambil berwisata dan menunggang gajah, Anda sekaligus bisa membayangkan bagaimana rasanya berpatroli di dalam hutan. Asyik, ‘kan?
Oh, iya, gajah-gajah ini dulunya sering menyerang ladang dan rumah masyarakat desa, karena habitatnya tergusur. Namun, saat ini gajah tersebut tidak hanya membantu masyarakat desa, namun juga membantu mengamankan hutan.
Sumber Air Panas
Tepat di seberang penginapan Jungle Lodge, di tepi Sungai Buluh, ada sebuah goa yang di dalamnya mengalir air panas. Goa ini cukup besar sehingga Anda bisa berbaring dan merendam tubuh di aliran air panas alami ini.
Di dekat pertemuan Sungai Buluh dan Sungai Batang Serangan terdapat air terjun kecil. Anda harus berjalan ke cekungan sungai sekitar 100 meter untuk mencapai air terjun ini. Duduk di bawah air terjun ini sangat menyenangkan, serasa mendapatkan pijatan alami!
Air terjun yang lebih besar juga ada di Tangkahan, namun Anda harus berjalan menyusuri Sungai Buluh terlebih dahulu dan bahkan harus berenang di sungai ini di bagian tertentu. Cukup mendebarkan bukan?
Goa
Di Tangkahan terdapat goa kelelawar, ya dinamakan demikian karena goa ini merupakan rumah bagi ribuan kelelawar. Namun jangan khawatir, goa ini sangat aman untuk dimasuki, asalkan Anda tidak membuat kegaduhan di dalamnya. Goa ini akan tembus ke pintu di seberangnya, dan… begitu keluar di mulut goa yang satunya, Anda bisa pulang kembali ke penginapan dengan cara yang baru, yaitu tubing!
Tubing
Jangan bilang Anda pernah ke Tangkahan, jika belum melakukan aktivitas yang satu ini. Tubing hampir sama dengan rafting, bedanya jika pada saat rafting kita menggunakan perahu karet, tidak demikian dengan tubing. Kita akan duduk di atas ban dalam truk yang sangat besar dan telah dipompa, lalu mengalir begitu saja mengikuti arus sungai sampai ke titik tertentu sambil menikmati pemandangan di tepi sungai. Sangat mendebarkan!
Tapi jangan khawatir, para pemandu di Tangkahan semuanya sudah sangat berpengalaman dalam kegiatan ini, dan mereka juga terlatih untuk hal keselamatan dan prosedur standar operasional.
Sejarah Tangkahan
Selain memiliki potensi wisata yang sangat tinggi, Tangkahan juga memiliki cerita yang sangat menarik, yang telah menjadi inspirasi dan pembelajaran bagi para penggiat wisata dan pelestarian alam di berbagai kawasan lindung di Indonesia.
Anda mungkin tidak pernah membayangkan, bahwa Tangkahan, kawasan ekowisata yang indah dan alami ini dulunya merupakan salah satu titik pusat penebangan liar (illegal logging) di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.
Dulu, illegal logging merupakan pendapatan utama bagi masyarakat di hutan Tangkahan. Begitu besarnya pendapatan tersebut sampai mereka mengabaikan perkebunan mereka. Namun, semakin lama keamanan hutan dan usaha penangkapan kepada penebang liar semakin diperketat dan memaksa para penebang liar ini untuk mencari penghasilan lain, yang tidak hanya berasal dari hutan namun aman dari jeratan hukum dan dapat berkelanjutan. Mereka kemudian kembali mengelola perkebunan mereka yang semula terbengkalai dan mulai untuk menjalankan ide mempromosikan ekowisata.
Masyarakat di kedua desa ini (yang dihuni oleh sekitar 2000 KK) setuju untuk mengembalikan kawasan Tangkahan sebagai kawasan wisata yang ramah lingkungan. Ini ditandai dengan dibentuknya Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT) yang merupakan lembaga lokal yang dipercaya untuk mengelola ekowisata dan bekerja sama dengan pihak taman nasional, sekaligus membentuk peraturan desa.
Dan, tahukah Anda, peraturan desa ini merupakan peraturan desa pertama di Indonesia yang disusun secara partisipatif, untuk mengatur tentang konservasi dan pranata sosial secara langsung, sebelum diadopsi di berbagai daerah di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, karena objek wisata yang cukup menarik dan semuanya terdapat di dalam Taman Nasional, maka dibentuklah kesepakatan antara LPT dan Balai TNGL yang dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU). Kesepakatan ini ditandatangani pada tanggal 22 April 2002 oleh Kepala Balai TNGL selaku Pemangku Kawasan untuk memberikan hak kelola Taman Nasional kepada masyarakat Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang melalui LPT.
Sebuah langkah yang sangat berani untuk dilakukan pada saat itu, mengingat MoU tersebut adalah property right (asset kolektif) untuk mengelola kawasan seluas 17,500 ha untuk dijadikan kawasan ekowisata, di mana kawasan ini merupakan zona inti taman nasional yang seharusnya tidak diperuntukkan untuk kegiatan apapun kecuali penelitian.
Sebagai kewajibannya, masyarakat desa Namo Sialang dan Sei Serdang bertanggung jawab penuh untuk menjaga keamanan dan kelestarian TNGL yang berbatasan dengan wilayah desa tersebut. MoU tersebut adalah contoh dari ‘keluwesan’ pemerintah dalam mengelola kawasan lindung namun tetap berpihak kepada masyarakat lokal.
Kini, acuan kolaborasi dan berbagai sistem serta strategi pengembangan kawasan Tangkahan telah banyak diadopsi baik di tingkat nasional maupun internasional.
Akhirnya, pada tahun 2004, LPT mendapatkan Anugerah Penghargaan “Inovasi Kepariwisataan Indonesia” oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia.
Tidak berhenti di sini, di awal tahun 2006, MoU ke-2 kembali ditandatangani oleh TNGL. Dan LPT pun membentuk Badan Usaha Miliki Lembaga (BUML), berkolaborasi dengan pihak TNGL untuk mengelola berbagai jasa lingkungan di TNGL. Dari sinilah, era integrasi antara ekonomi dan ekologi di kawasan Ekowisata Tangkahan tercipta dalam semangat kolaborasi, untuk melahirkan gelombang besar perubahan di TNGL.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar