Aliran-Aliran Filsafat:
“Idealisme, Materialisme dan Realisme”
Oleh :
Tirma Putri Simanungkalit
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Medan
2014
KATA
PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis
panjatkan atas berkat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan RahmatNYA
kepada Penulis. Sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini merupakan salah satu aspek pemenuhan tugas mata kuliah Filsafat
Pendidikan.
Dalam kesempatan ini
Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada ibu Rosdiana selaku dosen pengampu mata kuliah FILSAFAT PENDIDIKAN yang
telah membina dan membantu Penulis dalam penulisan Makalah ini sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Adapun materi yang
dibahas dalam makalah ini mengenai Aliran – aliran filsafat Idealisme,
Materialisme, dan Realisme. Serta bagaimana peran sekolah dan guru dalam setiap
alirannya.
Dengan harapan makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi Penulis dan juga bagi pembaca. Saran dan
kritik yang membangun dengan terbuka Penulis terima untuk meningkatkan kualitas
isi dari makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah filsafat
pendidikan ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
Kelompok V (Lima)
DAFTAR
ISI
Halaman
Kata Pengantar ........................................................................................................................i
Daftar Isi ..................................................................................................................................ii
Bab
I Pendahuluan ................................................................................................................1
Bab
II Isi
2.1. Aliran Filsafat
Pendidikan
....................................................................................2
2.2. Aliran Filsafat
Idealisme
.......................................................................................2
2.3. Aliran Filsafat
Materialisme
.................................................................................8
2.4. Aliran Filsafat
Realisme
.......................................................................................11
Bab
III Penutup
3.1. Simpulan
...............................................................................................................16
Daftar
Pustaka.......................................................................................................................17
BAB
I
PENDAHULUAN
Penjelasan mengenai makna kehidupan dan bagaimana seharusnya
kita menjalaninya merupakan masalah yang klasik, yang hingga sekarang susah untuk ditetapkan filsafat mana yang paling benar yang seharusnya kita anut. Para filsuf menggunakan sudut pandang yang berbeda
sehingga menghasilkan filsafat yang berbeda
pula. Dari beberapa banyak aliran filsafat, kami hanya membahas aliran filsafat
idealisme, materialisme, dan realisme. Antara aliran atau
paham yang satu dan yang lainnya ada yang saling bertentangan dan ada pula yang
memiliki konsep dasar sama. Akan tetapi meskipun bertentangan, bukanlah untuk
saling dipertentangkan. Justru dengan banyaknya aliran atau paham yang sudah diperkenalkan oleh tokoh-tokoh
filsafat, kita dapat memilih cara yang pas dengan persoalan yang sedang kita hadapi.
Memahami sistem filsafat
sesungguhnya menelusuri dan mengkaji suatu pemikiran mendasar dan tertua
yang mengawali kebudayaan manusia. Sebagai suatu sistim, filsafat
berkembang berdasarkan ajaran seorang atau beberapa orang tokoh pemikir
filsafat. Sistem filsafat sangat ditentukan oleh potensi dan kondisi masyarakat
atau bangsa itu, tegasnya oleh kerjasama faktor dalam dan faktor luar.
Faktor-faktor ini diantaranya yang utama ialah sikap dan pandangan hidup,
citakarsa dan kondisi alam lingkungan. Apabila cita karsanya tinggi dan
kuat tetapi kondisi alamnya tidak menunjang, maka bangsa itu tumbuhnya tidak
subur (tidak jaya).
Tujuan dari penulisan makalah ini
sendiri, selain memenuhi kewajiban membuat tugas, adalah untuk memenuhi rasa
ingin tahu dan keterkaitan penulis terhadap aliran filsafat idealisme, materialisme, dan realisme.
BAB II
ISI
2.1. Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan
Salah satu terapan dari filsafat yaitu filsafat pendidikan yang
berarti bahwa filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat
dan akan menggunakan hasil-hasil kajian dari filsafat. Hasil dari filsafat itu
sendiri adalah berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan,
dan nilai. Khususnya yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan pendidikan.
Dalam filsafat terdapat berbagai aliran . Sehubungan dengan itu maka dalam
filsafat pendidikan pun terdapat berbagai aliran sesuai dengan aliran yang ada
dalam filsafat. Berikut ini akan dijelaskan tiga dari sembilan aliran filsafat
yang ada dalam filsafat pendidikan yaitu filsafat pendidikan idealisme,
filsafat pendidikan materialisme, dan filsafat pendidikan realisme.
2.2. Filsafat Pendidikan Idealisme
Di dalam filsafat, idealisme adalah
doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam
kebergantungannya pada jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah ini
diambil dari kata “idea”, yaitu sesuatu
yang hadir dalam jiwa. Kata idealisme dalam filsafat mempunyai arti yang sangat
berbeda dari arti yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari. Kata idealis itu
dapat mengandung beberapa pengertian, antara lain: Seorang yang menerima ukuran
moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya; Orang yang dapat
melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada.
Arti falsafi dari kata idealisme ditentukan
lebih banyak oleh arti dari kata ide daripada kata ideal. W.E. Hocking,
seorang idealis mengatakan bahwa kata idea-ism lebih tepat digunakan
daripada idealism. Secara ringkas idealisme mengatakan bahwa realitas
terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self)
dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme menekankan mind sebagai
hal yang lebih dahulu (primer) daripada materi.
Alam, bagi orang idealis, mempunyai
arti dan maksud, yang diantara aspek-aspeknya adalah perkembangan manusia. Oleh
karena itulah seorang idealis akan berpendapat bahwa, terdapat suatu harmoni
yang dalam arti manusia dengan alam. Apa yang “tertinggi dalam jiwa” juga merupakan “yang terdalam dalam alam”. Manusia merasa ada
rumahnya dengan alam; ia bukanlah orang atau makhluk ciptaan nasib, oleh karena
alam ini suatu sistem yang logis dan spiritual; dan hal ini tercermin dalam
usaha manusia untuk mencari kehidupan yang lebih
baik. Jiwa (self) bukannya satuan yang terasing atau tidak rill, jiwa
adalah bagian yang sebenarnya dari proses alam. Proses ini dalam tingkat yang
tinggi menunjukkan dirinya sebagai aktivis, akal, jiwa, atau perorangan.
Manusia sebagai satuan bagian dari alam menunjukkan struktur alam dalam
kehidupan sendiri.
Pokok utama yang diajukan oleh
idealisme adalah jiwa mempunyai kedudukan yang utama dalam alam semesta.
Sebenarnya, idealisme tidak mengingkari materi. Namun, materi adalah suatu
gagasan yang tidak jelas dan bukan hakikat. Sebab, seseorang akan memikirkan
materi dalam hakikatnya yang terdalam, dia harus memikirkan roh atau akal. Jika
seseorang ingin mengetahui apakah sesungguhnya materi itu, dia harus meneliti
apakah pikiran itu, apakah nilai itu, dan apakah akal budi itu, bukannya apakah
materi itu.
Paham ini beranggapan bahwa jiwa
adalah kenyataan yang sebenarnya. Manusia ada karena ada unsur yang tidak
terlihat yang mengandung sikap dan tindakan manusia. Manusia lebih dipandang
sebagai makhluk kejiwaan/kerohanian. Untuk menjadi manusia maka peralatan yang
digunakannya bukan semata-mata peralatan jasmaniah yang mencakup hanya
peralatan panca indera, tetapi juga peralatan rohaniah yang mencakup akal dan
budi. Justru akal dan budilah yang menentukan kualitas manusia.
Seorang pengikut idealisme menurut Kattsoff
pada tahun 1996 akan menjawab seperti berikut:
1. Hakekat
terdalam pengalaman seseorang.
2. Ketertiban
dan susunan alam semesta.
3. Adanya
nilai dialam semesta, maka kita akan sampai pada pendirian penganut idealisme
berdasarkan atas tuntutan akan keruntutan dan akal kita.
Pengalaman dan pengetahuan
tergantung pada akal yang mengetahuinya. Apapun yang diketahui pada akhirnya
berupa ide, artinya sesuatu yang berhakekat akal. Karena itu, maka sama sekali
tidak mungkin ada pengetahuan, kecuali jika dunia yang nyata atau objek
pengetahuan berhakekat akal juga. Kedua, dimana-mana dialam semesta ini kita
menjumpai watak yang logis, hubungan sebab dan akibat, ketertiban, watak
sistematik, ketaatan pada hukum, dan sebagainya. Idealisme tidak menolak
keberadaan dunia nyata yang ada ada di sekitar kita seperti benda-benda yang
ada di alam ini, hanya mereka memandang kenyataan seperti ini adalah merupakan
manifestasi dari realitas yang hanya memenuhi kebutuhan fisik.
Aliran idealisme
kenyataannya tidak terpisahkan dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan
dua macam realita, yaitu:
1. Realita yang nampak yaitu yang dialami oleh
kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan ada
yang pergi, ada yang hidup dan ada yang mati.
2. Realitas sejati, yang merupakan sifat yang
kekal dan sempurna (ide), gagasan dan fikiran yang utuh didalamnya terdapat
nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian
kedudukannya lebih tinggi dari yang nampak karena ide merupakan wujud yang
hakiki.
Prinsipnya aliran idealisme mendasari semua
yang ada dan yang nyata di alam ini hanya ide, dunia ide merupakan lapangan
rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang nampak dan
tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling
akhir dari ide adalah arche yang
merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dengan dunia ide dengan
Tuhan, arche sifatnya kekal dan
sedikitpun tidak mengalami.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah
manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan
dengan materi kehidupan manusia, roh itu
pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau
materi disebut dengan penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha
menerangkan secara alami fikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru
berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan
hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia, demikian juga hasil
adaptasi individu dengan individu lainnya, oleh karena itu adanya hubungan rohani
yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru. Maka apabila kita
menganalisa berbagai macam pendapat tentang aliran idealisme, yang pada
dasarnya membicarakan tentang alam fikiran rohani yang berupa angan-angan untuk
mewujudkan cita-cita dimana manusia berfikir kepuasan hanya bisa dicapai dan
dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam yang disebut dengan
idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika
berfikir mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi
adalah alam fikiran, sehingga rohani dan sukma merupakan tumpuan dari pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi
aliran idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat alam
yang sebenarnya adalah ide, yang digali dari bentuk-bentuk pemikiran murni yang
keadaannya sangat sederhana, yaitu pengamatan diluar benda yang nyata sehingga
yang kelihatan apa dibalik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya
adalah untuk mengenal alam raya walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih
luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau
hal ikhwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah
oleh materi. Sebagai Phidom mengetengahkan dua prinsip pengenalan dengan
memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan disini adalah jiwa atau sukma,
dengan demikian duniapun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak
nyata, dunia kelihatan dan dunia tidak kelihatan, dan bagian ini menjadi
sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme.
Plato dalam mencari jalan pada alam nyata
seperti yang ada dihadapan manusia, sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu
bisa mengetahui ada apa dibalik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi
unsur-unsur yang ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato ini,
disebabkan aliran platonisme ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat
itu sendiri. oleh karena itu dapat kita katakan bahwa Plato bersifat dinamis
dan tetap berlanjut tanpa akhir. Plato memandang bahwa jiwa manusia adalah roh
yang berasal dari ide eksternal dan sempurna. Immanuel Kant memandang bahwa
manusia adalah bebas dan ditentukan, bebas sepanjang jiwa atau roh terikat
berarti manusia juga merupakan makhluk fisik yang tunduk pada hukum alam. Kaum
idealis memandang bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual yang mewarisi
pembawaan spiritual sebagai potensinya.
Menurut paham idealisme, guru harus membimbing
atau mendiskusikan dengan peserta didik bukan prinsip-prinsip eksternal,
melainkan sebagai kemungkinan-kemungkinan (bathin) yang perlu dikembangkan,
juga harus diwujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Socrates, Plato dan
Kant berpendapat bahwa pengetahuan yang dikeluarkan dari dalam diri peserta
didik. Pendidikan bukan menjejalkan pengetahuan dari
luar ke dalam diri seseorang, melainkan memberi kesempatan untuk membangun atau
mengkontruksi pengetahuan dan pengalaman dalam diri seseorang. Bangunlah atau
ciptakanlah kesempatan atau kondisi agar seseorang dapat membangun pengetahuan
dan pengalamannya sendiri.
Jadi dari simpulan diatas menurut dapat kita
bagi dalam Filsafat Pendidikan Idealisme dibidang :
a. Realitas
Filsafat
pendidikan idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi,
bukan fisik. Permenides seorang filosof dari Elea (Yunani purba), berkata”apa
yang tidak dapat difikirkan adalah tidak nyata.”
Plato, seorang
filosof idealisme klasik (Yunani Purba), menyatakan bahwa realitas terakhir
adalah dunia cita. Hakikat manusia adalah jiwanya, rohaninya. Yakni apa yang
disebut Mind. Mind merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan
sebagai pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia. Jiwa (mind)
merupakan faktor utama yang menggerakkan semua aktivitas manusia, badan atau
jasmani tanpa jiwa tidak berarti apa-apa.
b. Pengetahuan
Tentang tori
pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangannya bahwa pengetahuan yang
diperoleh melalui indera tidak pasti ataupun tidak lengkap, karena dunia
hanyalah merupakan tiruan belaka, sifatnya maya (bayangan), yang menyimpang dari kenyataan
yang sebenarnya, pengetahuan yang benar hanya merupakan hasil akal belaka,
karena akal dapat membedakan bentuk spiritual murni dari benda-benda diluar
penjelmaan material.
Hegel
menguraikan konsep Plato tentang teori pengetahuan dengan mengatakan bahwa
pengetahuan dikatakan valid, sepanjang sistematis, maka pengetahuan manusia
tentang realitas adalah benar dalam arti sistematis. Dalam teori pengetahuan
dan kebenaran, idealisme merujuk pada rasionalisme.
Dalam hal ini Henderson mengemukakan bahwa rasionalisme mendasari
teori pengetahuan idealisme, mengemukakan bahwa indera kita hanya memberikan
materi mentah bagi pengetahuan, pengetahuan tidak ditemukan dari pengalaman
indera, melainkan dari konsepsi, dalam prinsip-prinsip sebagai hasil aktivitas
jiwa.
c. Nilai
Menurut pandangan
idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik
atau tidak cantik, secara fundamental tidak berubah dari generasi kegenerasi.
Pada hakikatnya nilai itu tetap. Nilai tidak diciptakan manusia melainkan
merupakan bagian dari alam semesta.
Menurut Kant, kita
harus memperlakukan orang lain sebagai tujuan, bukan sebagai alat. Imperative
kategoris dari Kant menyatakan bahwa kita selalu bertindak seakan-akan tindakan
individual kita menjadi bagian universal dari alam ini, mengikat seluruh
manusia dalam keadaan yang sama.
Jadi
pandanglah manusia sebagai tujuan, bukan sebagai alat semata. Setiap manusia
memandang dirinya sebagai tujuan, sebagai nilai yang datang dan berada dalam
dirinya sendiri. manusia memiliki nilai
dan harkat martabat kemanusiaan yang tidak terbatas sebagai makhluk ciptaan
Tuhan.
d. Pendidikan
Menurut Horne, pendidikan merupakan proses
abadi dari proses penyesuaian dari perkembangan mental maupun fisik, bebas dan
sadar terhadap Tuhan, dimanifestasikan dalam lingkungan intelektual, emosional
dan kemauan. Pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan, yaitu pribadi
manusia ideal.
Mengenai teori pengetahuan, intelek atau akal
memegang peran yang sangat penting dan menentukan dalam proses belajar
mengajar. Mereka yakin bahwa akal manusia dapat memperoleh pengetahuan dan
kebenaran sejati.
Jadi, pengetahuan yang diajarkan disekolah
harus bersifat intelektual. Filsafat, logika bahasa, dan matematika akan
memperoleh porsi yang besar dalam kurikulum sekolah. Inilah konsep pendidikan
yang berdasarkan pandangan idealisme.
Filsafat
pendidikan idealisme menurut Power pada tahun 1982 yaitu:
· Tujuan Pendidikan
Pendidikan formal maupun nonformal bertujuan
untu membentuk karakter seseorang dan mengembangkan bakat ataupun kemampuan
dasar serta kebaikan dalam sosial.
· Kedudukan siswa
Maksudnya siswa bebas untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya.
· Peranan Guru
Guru berperan dengan cara bekerjasama dengan
alam dalam proses pengembangan manusia, terutama bertanggung jawab dalam
menciptakan lingkungan pendidikan siswa.
· Kurikulum
Pendidikan liberal (bersifat bebas) untuk
pengembangan kemampuan rasional, dan pendidikan praktis untuk memperoleh
pekerjaan.
· Metode
Diutamakan metode
dalam dialektika(penalaran dengan dialog sebagai cara mengungkapkan atau
menyelidiki suatu masalah), tetapi metode lain yang efektif dapat
dimanfaatkan.
2.3. Filsafat Pendidikan Materialisme
Materialisme adalah asal atau
hakikat dari segala sesuatu, dimana asal atau hakikat dari segala sesuatu ialah
materi. Karena itu materialisme mempersoalkan metafisika, namun metafisikanya
adalah metafisika materialisme. Materialisme adalah merupakan istilah dalam
filsafat ontology yang menekankan keunggulan faktor-faktor material atas
spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi, efistemologi, atau
penjelasan historis. Maksudnya, suatu keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada
sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Pada sisi ekstrem yang lain,
materialisme adalah sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa pikiran (roh,
kesadaran, dan jiwa) hanyalah materi yang sedang bergerak.
Materi dan alam semesta sama sekali
tidak memiliki karakteristik – karakteristik pikiran dan tidak ada entitas –
entitas non material. Aliran
ini adalah suatu aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran kebendaan,
dimana benda merupakan segalanya, sedangkan dikatakan materialistis berarti
mementingkan kebendaan menurut materialistis. Aliran ini, berfikir dengan
sederhana, mereka berfikir realitas sebagaimana adanya, kenyataannya aliran ini
memberikan suatu pertanyaanya bahwa segala sesuatu yang ada di semua alam ini
dapat dilihat atau dapat diobservasi, baik wujudnya maupun gerakan-gerakan
peristiwa-peristiwanya. Maka berdasarkan persepsi itu, menurut Jalaluddin dan
Idi maka realita semesta ini pastilah sebagaimana apa yang kita lihat yang
nampak dihadapan kita. Yaitu sebagaimana dikemukakan Noor Syam, semuanya adalah
materi, serba zat, serba benda, manusia merupakan makhluk ilmiah yang tidak
punya perbedaan dengan alam semesta demikian juga wujudnya yang merupakan
makrokosmos, dan tingkah laku manusia pada prosesnya sejalan dengan sifat dan
gerakan peristiwa alamiah, yang terkait dengan benda dan menjadi bagian dari
hukum alam, karenanya gerakannya ialah suatu bagian daripada hukum alam semesta
dan merupakan suatu pola mekanisme atau perjalanan menurut aturan yang mengikat dan terkait. Karena pada
kenyataannya, manusia tunduk dan terlibat dalam peristiwa hukum alam karena
adanya hukum sebab akibat (kausalitas), hukum yang objektif, dimana manusia
bergerak oleh karena menerima akibat sesuatu, olehnya reaksi yang ditimbulkan
manusia, adanya benda yang menimbulkan Stimulus
response.
Pada fokusnya aliran materialisme sebagaimana
ditegaskan oleh Jalaluddin dan Idi.2002. Mengutamakan benda dan segala berawal
dari benda yang demikian juga yang nyata hanya dari dunia materi. Segala
kenyataan yang ada itu berdasarkan zat atau unsur dari dan jiwa, roh, sukma,
idealisme, oleh aliran materialisme dianggap pula sejenis materi, tetapi
mempunyai sifat yang berbeda dibanding dengan sifat materi karena jiwa, roh,
sukma itu mempunyai naluri yang bergerak dengan sendiri, sedangkan yang
mempunyai gerakan yang terbatas sehingga tidak bebas dan kaku.
Karl Marx memberikan suatu pandangan bahwa
kenyataan yang ada adalah dunia materi dan didalam suatu susunan kehidupan
yaitu masyarakat, pada muatannya terdapat berupa kesadaran-kesadaran yang
menumbuhkan ide serta teori dan pandangan yang semuanya adalah suatu gambaran
yang nyata, sebabnya faktor yang mempunyai peranan untuk melahirkannya, yaitu
dengan adanya pendorong atau daya yang dikatakan benda atau materi, pada
prinsipnya kecenderungan manusia untuk
berbuat dan bertindak yang disebabkan oleh faktor materi yang ada disekitarnya.
Dalam hal ini apa yang dibicarakan oleh masyarakat mengenai rapat ekonomi
apabila dihubungkan dengan filsafat manusia ditentukan oleh ekonomi, benda
ataupun materi, demikian juga apa yang diciptakan oleh manusia yang berhubungan
dengan seni budaya, agama. Manusia yang ada didalam suatu kehidupan berbentuk
dan mengalami perubahan dari sederhana meningkat menjadi modern karena adanya
pergolakan manusia dengan materi sehingga manusia selalu berusaha memacu diri
agar mendapatkan materi-materi yang pada akhirnya terjadi perubahan kehidupan
yang diwarnai dengan kebudayaan materi.
Pada bagian lain, bila materi dihubungkan
dengan sejarah bersama dengan alamnya, yang digambarkan oleh kehidupan
masyarakat, yang berhubungan antara suatu individu dengan individu yang lainnya
maka akan melahirkan kebutuhan, serta akan memberikan gaya hidup yang
disebabkan oleh materi dan kecenderungan untuk memilikinya. Demikian dengan
halnya Thomas Hobbes yang disebut dengan Materialsmus
monistis, yaitu mengagung-agungkan materi atau kebendaan materi atau
kebendaan (Suryadipura.1994). pada kenyataannya isi pemikiran hobbes banyak
diilhami oleh proses alami, karena filsafatnya banyak dihubungkan dengan
kejadian-kejadian dalam proses interaksinya dengan manusia.
Filusuf Julian Offray bagi Lemettrie dalam
filsafatnya ia mempunyai jalan tersendiri, bahwa alam dan manusia merupakan
mesin, tetapi manusia disebut dengan mesin otomatis karena ia mempunyai gerakan
didorong oleh materi, dan dia memberikan suatu alasan yang masuk akal bahwa
jiwa tanpa adanya badan tidak mungkin ada, sedangkan badan tanpa adanya jiwa
masih dapat bergerak dan bertindak. Demikian juga pendapat Herbert Spencer
(1820-1903), dimana manusia merupakan bagian dimensi alam, hidup dan
berkembang, sedangkan materi itu berkembang menurut hukum-hukum tertentu yang
mengakibatkan adanya bentuk baru.
Karakteristik umum materialisme menurut
(Sadulloh.2003) berdasarkan suatu asumsi bahwa realitas dapat dikembangkan pada
sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang. Asumsi tersebut
adalah:
a. Semua sains seperti biologi, kimia, psikolog,
fisika, sosiolog, ekonomi, dan yang lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi
yang berhubungan secara kausal (sebab akibat). Jadi semua sains merupakan
cabang dari sains mekanika.
b. Apa yang dikatakan jiwa dan segala kegiatannya
(berfikir dan memahami) adalah suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem
urat saraf atau organ jasmani lainnya.
c. Apa yang dimaksud dengan nilai dan cita-cita,
makna dan tujuan hidup, keindahan dan kesenangan serta kebebasan hanyalah
sekedar nama ataupun semboyan, simbol subjektif manusia untuk situasi atau
hubungan fisik yang berbeda. Jadi semua fenomena, baik itu fenomena sosial
maupun psikologis merupakan bentuk-bentuk tersembunyi dari realitas fisik.
Hubungan-hubungan nya dapat berubah secara kausal.
Pendidikan dalam hal
ini proses belajar mengajar yang merupakan kondisionisasi lingkungan, yakni
perilaku akan dapat muncul pada diri peserta didik melalui pembiasaan seperti
pada percobaan Pavlov akan seekor anjing dengan makanan dan air liur yang
disertai dengan bunyi bel atau lonceng. Setiap menyajikan makanan kepada anjing
selalu disertai dengan bunyi bell yang dilakukan beberapa kali, dan pada suatu
ketika sesuai dengan waktu penyajian makanan yyang dilakukan sebelumnya, bell
dibunyikan tanpa adanya makanan air liur anjing keluar. Hal ini merupakan
pembiasaan perilaku anjing yakni mengeluarkan air liurnya keluar hanya dengan
bell tanpa disertai makanan. Yang dimaksud dengan perilaku ini adalah hal-hal
yang berubah, dapat diamati dan dapat diukur, yang berarti mengandung makna
bahwa dalam proses pendidikan (proses pembelajaran) penting adanya keterampilan
dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains, serta
perilaku sosial sebagai hasil belajar. Disamping itu, dalam pendidikan sangat
diperlukan adanya penguatan yang akan meningkatkan hubungan antara stimulus dan
respon, aksi dan reaksi.
Power (1982)
mengemukakan beberapa implikasi pendidikan positivisme behaviorisme yang
bersumber pada filsafat materialisme, sebagai berikut:
1. Tema
Manusia
yang baik efisien dihasilkan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah
dan seksama.
2. Tujuan Pendidikan
Perubahan
perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya, untuk tanggung jawab
hidup sosial dan pribadi yang kompleks.
3. Kurikulum
Isi
pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal) dan di
organisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.
4. Metode
Semua
pelajaran yang dihasilkan dengan kondisionisasi, pelajaran berprogram dan
kompetensi dan sebagainya.
5. Kedudukan siswa
Tidak
ada kebebasan. Perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran sudah
dirancang, siswa dipersiapkan untuk hidup dan mereka dituntut untuk belajar.
6. Peranan guru
Guru
memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat
mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.
2.4. Filsafat Pendidikan Realisme
Real berarti yang aktual atau yang ada, kata
tersebut menunjuk kepada benda-benda atau kejadian-kejadian yang
sungguh-sungguh, artinya yang bukan sekadar khayalan atau apa yang ada dalam
pikiran. Reality adalah keadaan atau sifat benda yang real atau yang ada, yakni
bertentangan dengan yang tampak. Dalam arti umum, realism berarti kepatuhan
kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi bukan kepada yang diharapka atau
yang diinginkan. Akan tetapi dalam filsafat, kata realisme dipakai dalam arti yang lebih
teknis.
Dalam arti filsafat yang sempit, realisme
berarti anggapan bahwa obyek indra kita adalah real, benda-benda ada, adanya
itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan
atau ada hubungannya dengan pikiran kita. Bagi kelompok realis, alam
itu, dan satu-satunya hal yang dapat kita lakukan adalah: menjalin hubungan
yang baik dengannya. Kelompok realis berusaha untuk melakukan hal ini, bukan
untuk menafsirkannya menurut keinginan atau kepercayaan yang belum dicoba
kebenarannya.
Seorang
realis bangsa Inggris, John Macmurray mengatakan:
“Kita tidak bisa
melepaskan diri dari fakta bahwa terdapat perbedaan antara benda dan ide. Bagi common
sense biasa, ide adalah ide tentang sesuatu benda, suatu fikiran dalam akal
kita yang menunjuk suatu benda”. Dalam hal ini benda adalah realitas dan ide
adalah 'bagaimana benda itu nampak pada kita'. Oleh karena itu, maka fikiran
kita harus menyesuaikan diri dengan benda-benda, jika mau menjadi benar, yakni
jika kita ingin agar ide kita menjadi benar, jika ide kita tersebut cocok
dengan bendanya, maka ide itu salah dan tidak berfaedah.
Benda tidak menyesuaikan dengan ide kita tentang
benda tersebut. Kita harus mengganti ide-ide kita dan terus selalu menggantinya
sampai kita mendapatkan ide yang benar. Cara berpikir common sense semacam
itu aalah cara yang realis; cara tersebut adalah realis karena ia menjadikan
'benda' adalah bukan 'ide' sebagai ukuran kebenaran, pusat arti. Realisme menjadikan
benda itu dari real dan ide itu penampakkan benda yang benar atau yang keliru.
Dalam
membicarakan dasar psikologi dari sikap yang selain realisme, Macmurray
mengatakan bahwa oleh karena filsafat itu sangat mementingkan ide, maka ia
condong menekankan alam ide atau pikiran. Oleh karena filsafat condong menjadi
penting baginya, maka ia secara wajar, tetapi salah, mengira bahwa ide itu
mempunyai realitas yang tidak terdapat dalam benda. Jika ia menganggap
kehidupan akal atau pemikiran reflektif sebagai suatu hal yang lebih tinggi dan
lebih mulia daripad akktivitas praktis atau perhatian kita terhadap benda, kita
mungkin secara keliru mengira bahwa ide itu lebih penting daripada bendanya.
Jika kita mengungkung diri kita dalam pikiran, maka pikiran akan tampak sebagai
satu-satunya hal yang berarti. Menurut Macmurray, pandangan realis adalah
pandangan common sense dan satu-satunya pandangan yang dapat bertahan di
tengah-tengah akktivitas-aktivitas kehidupan yang praktis.
Seorang
filosof realis lainnya, yaitu Alfred North Whitehead, menjelaskan alasannya
mengapa ia percaya bahwa benda yang kita alami harus dibedakan dengan jelas
dari pengetahuan kita tentang benda tersebut. Dalam mempertahankan sikap
obyektif dari realisme yang didasarkan atas kebutuhan sains dan pengalaman yang
kongkrit dari manusia. Whitehead menyampaikan tiga pernyataan. Pertama, kita ini berada dalam
alam warna, suara, dan lain obyek indrawi. Alam bukannya dalam diri kita dan
tidak bersandar kepada indra kita. Kedua,
pengetahuan tentang sejarah mengungkapkan kepada kita keadaan pada masa lampau
ketika belum ada makhluk hidup di atas bumi dan di bumi terjadi
perubahan-perubahan dan kejadian yang penting. Ketiga, aktivitas seseorang
tampaknya menuju lebih jauh dari jiwa manusia dan mencari serta mendapatkan
batas terakhir dalam dunia yang kita ketahui. Benda-benda mendapatkan jalan
bagi kesadaran kita. "Dunia pemikiran yang umum" memerlukan dan
mengandung "dunia indra yang umum".
Realisme
dalam berbagai bentuk menurut Kattsoff yang menarik garis pemisah yang tajam antara
yang mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung kearah dualisme
atau monisme materialistik. Seorang pengikut matearialisme mengatakan bahwa
jiwa dan materi sepenuhnya sama. Jika demikian halnya, sudah tentu dapat juga
sama-sama dikatakan “jiwa adalah materi” seperti halnya mengatakan bahwa materi
adalah jiwa. Tetapi apakah orang berusaha melacak roh sampai kepada materi
ataukah materi sampai roh, tergantung pada apa yang dianggap utama. Jika yang
mengatakan jiwa adalah materi dan karena materi tidak mungkin mengandung
maksud, dilain pihak jika materi adalah jiwa itu artinya alam semesta dapat di
mengerti sebagai sesuatu yang mengandung maksud atau dapat dikatakan
teleologis.
Sistem
kefilsafatan realisme percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara, ada hal-hal
yang adanya terdapat didalam dan tentang dirinya sendiri, dan yang hakekatnya tidak
terpengaruh oleh seseorang. Kebanyakan orang akan tegas-tegas mengadakan
pemilahan yang tajam antara tindakan akal yang menyadari suatu objek dengan
objeknya itu sendiri. Defenisi kebenaran menurut penganut realisme adalah
ukuran kebenaran suatu gagasan mengenai barang-barang sesuatu ialah menentukan
apakah gagasan-gagasan itu benar-benar memberikan pengetahuan kepada kita
mengenai barang sesuatu itu sendiri ataukah tidak dengan mengadakan pembedaan
antara apakah sesuatu itu yang kenyataannya dengan bagaimana tampak barang
sesuatu itu. Kita akan mengetahui apakah barang itu baik secara langsung maupun
dengan jalan menyimpulkannya dari yang nampak.
Salah
seorang tokoh atau penganut realisme yang sangat terkenal adalah Johan Amos
Comenius merupakan seorang yang pemikir pendidikan. Beliau mengemukakan bahwa
manusia selalu berusaha mencapai tujuan hidup berupa:
a. Keselamatan
dan kebahagiaan hidup yang abadi.
Tujuan
yang menyatu dalam hidup yang merupakan kualitas hidup itu sendiri yang menuju
kesempurnaan.
b. Kehidupan
dunia yang sejahtera dan damai.
Tujuannya
untuk hidup yang lebih sejahtera dan damai yang akan menuntun ke kehidupan
keselamatan dan kebahagiaan hidup yang abadi.
Comenius
dengan bukunya “Didactica Magna” (Didaktik Besar) dan “Orbis Sensualtum Pictus”
(Dunia Pancaindera dengan gambar-gambar) merupakan peletak dasar di daktik
modern. Beliau mengemukakan metode berfikir yang diawali dengan fakta-fakta
yang merupakan metode berfikir ilmiah, yaitu metode induktif. Oleh karena itu
dalam pembelajaran sangat ditekankan dengan penggunaan metode peragaan atau
metode peragaan merupakan suatu keharusan dalam proses belajar mengajar,
sehingga beliau dijului sebagai Bapak Keperagaan dalam Belajar Mengajar.
Beberapa
prinsip belajar yang dikemukakan oleh Comenius (Sadulloh.2003) adalah:
a. Pelajaran
harus didasarkan pada minat peserta didik. Keberhasilan dalam belajar
tidakkarena paksaan dari luar, melainkan merupakan suatu hasil perkembangan
pribadinya.
b. Setiap
mata pelajaran harus memiliki out-line, garis besar proses belajar mengajar,
silabus dan rencana pembelajaran, dan sudah ada pada awal pembelajaran.
c. Pada
pertemuan awal atau permulaan pembelajaran, guru harus menyampaikan informasi
tentang garis-garis besar pembelajaran yang akan dipelajari peserta didik.
d. Kelas
harus diperkaya dengan gambar-gambar, peta, affirmasi, foto, hasil karya
peserta didik dan sejenisnya yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar
mengajar yang dilaksanakan.
e. Pembelajaran
harus berlangsung secara sikuens atau berkesinambungan dengan pelajaran
sebelumnya sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan mengikuti perkembangan
pengetahuan secara terus menerus.
f. Setiap
aktivitas yang dilakukan guru bersama dengan peserta didik hendaknya saling
membantu untuk pengembangan hakikat manusia, dan kepada peserta didik ditujukan
kepentingan yang praktis dari setiap sistem nilai.
g. Pelajaran
dalam subyek yang sama diperuntukkan bagi semua peserta didik.
Semua
aliran filsafat pendidikan menyetujui bahwa:
· Proses
pendidikan berpusat pada tugas mengembangkan laki-laki dan wanita yang hebat
dan kuat.
· Tugas
manusia didunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraan umum.
· Kita
seharusnya memandang bahwa tujuan akhir pendidikan adalah memecahkan
masalah-masalah pendidikan.
Power (1982) mengemukakan implikasi pendidikan realisme
sebagai berikut:
ü Tujuan
Pendidikan
Tujuan
pendidikan dalam realisme yaitu sebagai penyesuaian hidup dan tanggung jawab
sosial.
ü Kedudukan
siswa
Dalam
hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang handal dan dapat dipercaya. Dalam hal
disiplin, peraturan yang baik adalah esensial untuk belajar. Disiplin mental
dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik.
ü Peranan
guru
Guru
berperan dalam menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan
keras menuntut prestasi dari siswa.
ü Kurikulum
Kurikulum
komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna. Berisikan pengetahuan
liberal dan pengetahuan praktis.
ü Metode
Belajar bergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak
langsung. Metode penyampaian harus logis dan psikologis.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Idealisme
merupakan salah satu aliran filsafat yang menyatakan bahwa kenyataan tersusun
atas gagasan-gagasan maupun ide ataupun spirit. Jiwa mempunyai kedudukan yang utama
dalam susunan keseluruhan. Dan ide ini bertujuan untuk mencari kenyataan
tertinggi atau kenyataan terakhir, yang disebut sebagai kenyataan yang abadi.
Materialisme merupakan salah satu aliran filsafat yang berisikan
tentang ajaran kebendaan, dimana benda merupakan segalanya, sedangkan dikatakan
materialistis berarti mementingkan kebendaan menurut materialistis.
Realisme merupakan aliran filsafat yang berpendapat bahwa realisme berarti anggapan bahwa obyek indra kita
adalah real, benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda
itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran
kita. Realisme
dalam berbagai bentuk menurut Kattsoff yang menarik garis pemisah yang tajam
antara yang mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung kearah
dualisme atau monisme materialistik.
DAFTAR PUSTAKA
Purba,Edward.2013.Filsafat Pendidikan.Medan:FMIPA UNIMED
Usiono.2006.Pengantar Filsafat Pendidikan.Medan:Hijri
Pustaka Utama
http://www.google.filsafatpendidikan-idealisme-materialisme-realisme.co.id