Tangkahan adalah sebuah kawasan di
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Diapit
oleh Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang, Tangkahan menawarkan pemandangan
yang spektakuler dan udara segar yang menyejukkan.
Kombinasi dari vegetasi hutan
hujan tropis dan topografi yang berbukit, menjadikan Tangkahan sebagai tempat
yang ideal untuk berwisata. Sungai Buluh dan Batang Serangan yang membelah
hutan ini merupakan tipe sungai khas hutan tropis, dilengkapi dengan beraneka
ragam jenis tumbuhan aneka warna dan tebing bercorak di sepanjang sungai. Air
sungai yang sangat jernih dan bernuansa hijau menciptakan panorama dan atmosfer
yang alami dan mistis. Tangkahan menjadi pilihan yang tepat untuk ‘bersembunyi’
dari hiruk-pikuknya kota berpolusi.
Untuk sampai di lokasi ini, dari
Terminal Pinang Baris di kota Medan, Anda menggunakan bis Pembangunan Semesta
langsung menuju Tangkahan, melewati Stabat. Perjalanan ke Tangkahan dapat
ditempuh dalam waktu sekitar 3-4 jam dari kota Medan. Untuk menuju kawasan
ekowisata, kita harus menyeberangi sungai. Sungai Batang Serangan cukup deras
arusnya, sehingga harus menggunakan rakit. Dan, disinilah petualangan Anda
dimulai!
JBanyak kegiatan wisata yang dapat
dinikmati di Tangkahan, baik petualangan atau hanya sekadar berenang dan
trekking di hutan tropis. Terdapat 3 jalur trekking di hutan ini, mulai dari
soft trekking (untuk anak–anak maupun keluarga) sampai yang bersifat
petualangan. Pengunjung akan ditemani pemandu lokal yang telah dibekali dengan pengetahuan
tentang hutan dan interpretasi alam, sehingga Anda dapat mengetahui akan
kekayaan alam yang tersembunyi di hutan ini.
Jangan kaget jika pertama kali
melihat para pemandu (ranger) di Tangkahan, sepintas memang tampak agak
‘seram’, dengan rambut panjang, wajah persegi, dan logat karo yang keras, tapi
jangan berprasangka buruk dulu lho… Ranger di sini semuanya dijamin super ramah
dan sangat humoris. Istilah “don’t judge the book by its cover” memang benar
terbukti di sini. Kalo gak percaya, ya silakan dibuktikan sendiri.
Apa aja sih yang bisa dilakukan di
Tangkahan?
Ada 7 gajah yang biasa dipakai
untuk trekking. Trekking di sini maksudnya adalah Anda akan diajak masuk ke
dalam hutan dengan menunggang gajah. Uniknya, gajah yang Anda tunggangi adalah gajah-gajah
terlatih yang juga digunakan untuk patroli atau melindungi Taman Nasional dari
kegiatan ilegal seperti perburuan, perambahan, dan tentu saja illegal logging.
Uniknya lagi, jalur yang digunakan
untuk trekking pun adalah jalur yang biasa dipakai untuk berpatroli. Jadi,
sambil berwisata dan menunggang gajah, Anda sekaligus bisa membayangkan
bagaimana rasanya berpatroli di dalam hutan. Asyik, ‘kan?
Oh, iya, gajah-gajah ini dulunya
sering menyerang ladang dan rumah masyarakat desa, karena habitatnya tergusur.
Namun, saat ini gajah tersebut tidak hanya membantu masyarakat desa, namun juga
membantu mengamankan hutan.
Sumber
Air Panas
Tepat di seberang penginapan
Jungle Lodge, di tepi Sungai Buluh, ada sebuah goa yang di dalamnya mengalir
air panas. Goa ini cukup besar sehingga Anda bisa berbaring dan merendam tubuh
di aliran air panas alami ini.
Di dekat pertemuan Sungai Buluh
dan Sungai Batang Serangan terdapat air terjun kecil. Anda harus berjalan ke
cekungan sungai sekitar 100 meter untuk mencapai air terjun ini. Duduk di bawah
air terjun ini sangat menyenangkan, serasa mendapatkan pijatan alami!
Air terjun yang lebih besar juga
ada di Tangkahan, namun Anda harus berjalan menyusuri Sungai Buluh terlebih
dahulu dan bahkan harus berenang di sungai ini di bagian tertentu. Cukup
mendebarkan bukan?
Goa
Di Tangkahan terdapat goa
kelelawar, ya dinamakan demikian karena goa ini merupakan rumah bagi ribuan
kelelawar. Namun jangan khawatir, goa ini sangat aman untuk dimasuki, asalkan
Anda tidak membuat kegaduhan di dalamnya. Goa ini akan tembus ke pintu di
seberangnya, dan… begitu keluar di mulut goa yang satunya, Anda bisa pulang
kembali ke penginapan dengan cara yang baru, yaitu tubing!
Tubing
Jangan bilang Anda pernah ke
Tangkahan, jika belum melakukan aktivitas yang satu ini. Tubing hampir sama
dengan rafting, bedanya jika pada saat rafting kita menggunakan perahu karet,
tidak demikian dengan tubing. Kita akan duduk di atas ban dalam truk yang
sangat besar dan telah dipompa, lalu mengalir begitu saja mengikuti arus sungai
sampai ke titik tertentu sambil menikmati pemandangan di tepi sungai. Sangat
mendebarkan!
Tapi jangan khawatir, para pemandu
di Tangkahan semuanya sudah sangat berpengalaman dalam kegiatan ini, dan mereka
juga terlatih untuk hal keselamatan dan prosedur standar operasional.
Sejarah Tangkahan
Selain memiliki potensi wisata
yang sangat tinggi, Tangkahan juga memiliki cerita yang sangat menarik, yang
telah menjadi inspirasi dan pembelajaran bagi para penggiat wisata dan
pelestarian alam di berbagai kawasan lindung di Indonesia.
Anda mungkin tidak pernah
membayangkan, bahwa Tangkahan, kawasan ekowisata yang indah dan alami ini
dulunya merupakan salah satu titik pusat penebangan liar (illegal logging) di
kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.
Dulu, illegal logging merupakan
pendapatan utama bagi masyarakat di hutan Tangkahan. Begitu besarnya pendapatan
tersebut sampai mereka mengabaikan perkebunan mereka. Namun, semakin lama
keamanan hutan dan usaha penangkapan kepada penebang liar semakin diperketat dan
memaksa para penebang liar ini untuk mencari penghasilan lain, yang tidak hanya
berasal dari hutan namun aman dari jeratan hukum dan dapat berkelanjutan.
Mereka kemudian kembali mengelola perkebunan mereka yang semula terbengkalai
dan mulai untuk menjalankan ide mempromosikan ekowisata.
Masyarakat di kedua desa ini (yang
dihuni oleh sekitar 2000 KK) setuju untuk mengembalikan kawasan Tangkahan
sebagai kawasan wisata yang ramah lingkungan. Ini ditandai dengan dibentuknya
Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT) yang merupakan lembaga lokal yang dipercaya
untuk mengelola ekowisata dan bekerja sama dengan pihak taman nasional,
sekaligus membentuk peraturan desa.
Dan, tahukah Anda, peraturan desa
ini merupakan peraturan desa pertama di Indonesia yang disusun secara partisipatif,
untuk mengatur tentang konservasi dan pranata sosial secara langsung, sebelum
diadopsi di berbagai daerah di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, karena
objek wisata yang cukup menarik dan semuanya terdapat di dalam Taman Nasional,
maka dibentuklah kesepakatan antara LPT dan Balai TNGL yang dituangkan dalam
Memorandum of Understanding (MoU). Kesepakatan ini ditandatangani pada tanggal
22 April 2002 oleh Kepala Balai TNGL selaku Pemangku Kawasan untuk memberikan
hak kelola Taman Nasional kepada masyarakat Desa Namo Sialang dan Desa Sei
Serdang melalui LPT.
Sebuah langkah yang sangat berani
untuk dilakukan pada saat itu, mengingat MoU tersebut adalah property right
(asset kolektif) untuk mengelola kawasan seluas 17,500 ha untuk dijadikan
kawasan ekowisata, di mana kawasan ini merupakan zona inti taman nasional yang
seharusnya tidak diperuntukkan untuk kegiatan apapun kecuali penelitian.
Sebagai kewajibannya, masyarakat
desa Namo Sialang dan Sei Serdang bertanggung jawab penuh untuk menjaga keamanan
dan kelestarian TNGL yang berbatasan dengan wilayah desa tersebut. MoU tersebut
adalah contoh dari ‘keluwesan’ pemerintah dalam mengelola kawasan lindung namun
tetap berpihak kepada masyarakat lokal.
Kini, acuan kolaborasi dan
berbagai sistem serta strategi pengembangan kawasan Tangkahan telah banyak
diadopsi baik di tingkat nasional maupun internasional.
Akhirnya, pada tahun 2004, LPT
mendapatkan Anugerah Penghargaan “Inovasi Kepariwisataan Indonesia” oleh
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia.
Tidak berhenti di sini, di awal
tahun 2006, MoU ke-2 kembali ditandatangani oleh TNGL. Dan LPT pun membentuk
Badan Usaha Miliki Lembaga (BUML), berkolaborasi dengan pihak TNGL untuk
mengelola berbagai jasa lingkungan di TNGL. Dari sinilah, era integrasi antara
ekonomi dan ekologi di kawasan Ekowisata Tangkahan tercipta dalam semangat
kolaborasi, untuk melahirkan gelombang besar perubahan di TNGL.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar